Watashi Igai to no Love Comedy wa Yurusanai n Dakara ne [LN] V5 Chapter 4
Bab 4 - Kesalahpahaman
Tln: Kalo di jepunnya, judul babnya itu すれちがい (surechigai). Secara harfiah, berarti "berpapasan tanpa bertemu dengan benar" atau "saling melewatkan tanpa menyadari". Dalam konteks emosional atau hubungan antar manusia, istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan situasi di mana dua orang memiliki perasaan atau niat yang baik, tetapi gagal untuk saling mengungkapkan atau memahami satu sama lain dengan benar, sehingga terjadi ketidaksepahaman atau jarak emosional.
Ketika festival budaya tinggal dua minggu lagi, setiap hari terasa sangat sibuk.
Bahkan saat jam istirahat, selalu ada anggota panitia yang datang ke kelasku untuk meminta saran atau mengecek sesuatu. Di grup percakapan tim yang bertanggung jawab atas panggung utama, berbagai pesan terus bermunculan, dan ada hal-hal yang tidak bisa berjalan tanpa tanggapanku, sehingga aku tidak bisa lepas dari ponsel.
Sepulang sekolah, hampir selalu ada rapat tim panggung utama.
Kami harus merinci pertunjukan dari setiap kelompok yang akan tampil, lalu menyelaraskan rencana penyutradaraan, termasuk tata suara dan pencahayaan.
"Meskipun formulir pendaftaran mereka terlihat mengesankan, ketika membahas lebih lanjut, sering kali isinya sama sekali tidak konkret atau sekadar semangat kosong tanpa perencanaan yang matang."
"Sekalipun sekolah kita dikenal memiliki suasana yang bebas, ada juga yang mengajukan konsep asal-asalan seolah hanya dipikirkan dalam tiga menit!"
Asaki-san tampak kesal setelah rapat tadi.
"Aku bisa mengerti keinginan mereka untuk tampil mencolok di festival ini, tapi......"
Aku mencoba menenangkannya dengan kata-kata yang hati-hati.
"Meski begitu, bagaimana mungkin mereka bisa berbicara begitu banyak lelucon cabul di depanku? Apa laki-laki selalu seperti itu kalau berkumpul sendiri!?"
"Tidak selalu separah itu......"
Tidak heran jika Asaki-san marah.
Rapat sebelumnya membahas kelompok penggemar komedi.
Mereka berencana menampilkan sketsa buatan sendiri di atas panggung, tapi saat melihat naskahnya, kami mendapati bahwa pasangan yang menjadi ketua kelompok itu memasukkan banyak humor vulgar. Bahkan, mereka merancang adegan di mana mereka akan melepas pakaian untuk mendapatkan tawa.
Selain tidak pantas didengar, ada firasat buruk bahwa mereka benar-benar bisa nekat tampil tanpa busana saat pertunjukan berlangsung.
Saat aku hendak mengakhiri rapat lebih cepat, Asaki-san justru menahanku.
"Kisumi-kun, untuk jaga-jaga, dengarkan sampai akhir dulu. Untuk jaga-jaga."
"Pembukaannya saja sudah buruk."
"Dalam komedi, bagian penutup yang paling penting."
Ekspresi Asaki-san tetap tersenyum, tapi matanya sama sekali tidak menunjukkan kegembiraan.
Sayangnya, setelah mempertimbangkan dampaknya terhadap reputasi SMA Eisei, kami menilai bahwa kelompok itu berpotensi mencoreng nama baik sekolah.
Sebagai panitia festival budaya, kami memutuskan bahwa mereka harus mundur atau merevisi seluruh isi sketsa mereka sebelum diajukan kembali untuk peninjauan.
Biasanya, panitia festival budaya jarang ikut campur dalam isi pertunjukan.
Namun, sesuatu yang tidak pantas tetap tidak bisa dibiarkan.
Di sekolah ini, siswa diberi kebebasan dalam kegiatan seperti ini agar mereka dapat melatih kemampuan mengambil keputusan. Namun, kebebasan itu bukan berarti segalanya diperbolehkan.
Untuk pertunjukan kelas, para wali kelas melakukan pengecekan, sehingga jarang ada konten yang benar-benar melampaui batas. Tapi, dalam kelompok, terkadang muncul ide-ide yang terlalu liar.
Dihadapkan pada keputusan ini, ketua kelompok itu bukannya menerima, tapi justru protes dengan mengatakan, "Ini adalah kesewenangan kekuasaan! Kami menentang pembatasan ekspresi!", seolah-olah mereka adalah seniman besar.
Saat itulah, Asaki-san benar-benar meledak.
"Jangan sok pintar setelah baru saja melakukan pelecehan! Menyamarkan kepuasan pribadi semacam itu sebagai seni? Seratus tahun terlalu cepat untukmu! Kalau benar-benar ingin tampil di panggung, lakukan dengan serius! Jangan remehkan dunia komedi!"
Setelah dipaksa mendengar humor cabul yang sama sekali tidak lucu, Asaki-san akhirnya kehilangan ketenangannya. Dengan bentakan tajam darinya, rapat pun selesai.
"Padahal aku sangat menantikan pertunjukan komedi di festival ini, tapi ini benar-benar mengecewakan."
Asaki-san menghela napas panjang, tampak benar-benar jengkel.
Para anggota panitia dari kelas satu yang menghadiri rapat itu juga terlihat agak ketakutan.
"Kalau hal semacam itu dibiarkan dan terjadi saat hari-H, kita harus bergegas naik ke panggung untuk menghentikannya," kataku, berusaha menenangkan suasana.
Menyadari hal itu, Asaki-san pun kembali fokus dan menoleh ke mereka.
"Tadi itu jelas tidak bisa diterima, tapi karena hal-hal seperti ini bisa terjadi, kita harus lebih waspada terhadap kelompok yang isi formulirnya kosong melompong. Jika ada yang berpotensi lepas kendali, kita harus memastikan di tahap rapat agar tidak terjadi hal yang merugikan. Ini juga demi menghormati kelompok lain yang dengan sungguh-sungguh mempersiapkan pertunjukan mereka. Kita harus menilai dengan ketat, tapi tetap menikmati festival dengan menyenangkan!"
Ketika Asaki-san menyampaikan itu dengan senyum, para anggota panitia dari kelas satu pun menjawab dengan penuh semangat, "Dimengerti!"
Pastilah mereka ingin mendapatkan kesan baik dari senior yang cantik.
Aku bisa memahami perasaan itu.
Sambil menatap daftar pemeriksaan di layar laptop, aku kembali memastikan jadwal yang masih banyak bagian kosongnya.
"Sudah saatnya kita menetapkan semua jadwal."
Asaki-san mendekatkan diri dan ikut melihat layar bersamaku.
"Kita harus benar-benar memastikan semua orang menaati jadwal, kalau tidak, susunan acara bisa berantakan."
Berdasarkan pengalaman tahun lalu, aku menegaskan kembali hal itu.
Panggung selalu menyimpan berbagai kemungkinan tak terduga.
Meski persiapan sudah dilakukan dengan matang, masalah yang tidak terduga bisa saja terjadi saat pertunjukan berlangsung.
Kami bukan profesional.
Kami masih siswa SMA, jadi bisa saja seseorang tiba-tiba blank saat tampil. Ada yang berusaha memperbaiki kesalahan tapi justru menghabiskan lebih banyak waktu, atau ada yang terlalu larut dalam suasana hingga lupa kapan harus mengakhiri pertunjukan.
Jika kami tidak memperhitungkan kemungkinan jeda waktu ini dan menyisakan ruang dalam jadwal, efek domino bisa terjadi, memengaruhi pertunjukan berikutnya.
Yang lebih buruk lagi, bisa saja mengganggu waktu pertunjukan band R-inks, yang akan tampil sebagai penutup.
Ini adalah panggung besar bagi Yoruka.
Aku pribadi maupun secara posisi tidak ingin merusaknya sama sekali.
"Karena orang yang mengatur jadwal dan yang akan menutup acara adalah Kisumi-kun, kamu pasti bisa mengatur semuanya, kan?"
"Itu mustahil. Di akhir, semuanya akan kuserahkan pada Asaki-san, dan kalau terpaksa, encore akan dipotong."
"Begitu ya. Agar tidak terjadi hal seperti itu, semuanya ikuti instruksiku, ya."
Saat Asaki-san berbicara, para siswa tahun pertama dengan penuh semangat menjawab, "Kami akan berusaha!"
Sungguh mudah dimengerti, wahai para pemuda.
"Permisi. Sena-senpai, Hasekura-senpai. Pihak penyedia peralatan audio seharusnya akan segera datang, jadi tolong menuju ruang rapat."
Pintu kelas terbuka, dan seorang siswi tahun pertama yang juga bertugas di panggung utama datang memanggil kami.
Kami pun membereskan barang-barang dan keluar ke koridor. Di luar jendela, langit sudah mulai gelap, dan udara di koridor terasa dingin seolah kami berada di luar ruangan.
"Asaki-san ternyata menyukai komedi, ya. Aku baru tahu."
"Lho, aku tidak pernah mengatakannya?"
"Ini pertama kali kudengar."
"Kisumi-kun tidak tahu karena kamu tidak tertarik padaku, kan?"
"Kenapa jadi seperti itu!?"
Ucapannya yang bermakna ganda itu mengejutkanku, membuatku panik.
"Aku hanya bercanda. Tapi memang, kita jarang berbicara hal-hal pribadi seperti ini, ya."
"...Selain itu, aku juga sedikit terkejut melihatmu marah seperti tadi."
Karena Asaki-san bukan tipe orang yang suka berbicara dengan suara lantang, aku merasa seakan melihat sisi barunya.
"Kalau dengan ibuku, itu sudah biasa. Jika ada sesuatu yang tidak kami sukai, kami akan langsung mengatakannya dan bertengkar."
"Umm, ini yang disebut 'hubungan dekat sampai bisa bertengkar'?"
"Kalau bisa tidak bertengkar, itu lebih baik, sih."
"Itu benar. Tapi aku sedikit lega melihatmu punya energi untuk marah."
"......Apa aku terlihat sangat berbeda dari biasanya?"
Asaki-san menunjukkan ekspresi sedikit kebingungan.
"Setelah setengah tahun menjadi rekan, aku bisa merasakannya, sedikit."
Asaki-san adalah seorang siswa teladan yang selalu bersikap ramah pada siapa pun. Biasanya, dia tidak menunjukkan celah, tapi sejak memasuki semester dua, ada lebih banyak momen di mana dia tampak tidak terlalu peduli dengan pandangan orang lain.
"Memalukan, ya. Padahal aku tipe orang yang ingin memisahkan sekolah dan kehidupan pribadi dengan jelas."
"Menunjukkan sedikit celah juga bukan hal buruk, kok."
"Mungkin aku merasa lebih nyaman berpura-pura sebagai siswa teladan."
Asaki-san menggumamkan hal itu seakan berbicara pada dirinya sendiri.
"Kalau lelah berpura-pura, aku bisa mendengarkan keluh kesahmu."
"Padahal kamu juga tidak punya waktu untuk itu."
"Waktu itu diciptakan, bukan dicari."
Aku menjawab dengan nada santai.
Di ruang rapat, bersama seorang guru, kami berbicara dengan penyedia peralatan audio mengenai pemasangan dan pengkabelan speaker.
Karena ini adalah penyedia yang sama yang telah digunakan sejak Aria-san menjadi ketua OSIS, mereka sudah memahami sebagian besar prosedur. Setelah menyampaikan perubahan tahun ini, pertemuan pun berjalan lancar.
"Seperti yang diharapkan, kakaknya Arisaka-san sangat hebat sebagai ketua OSIS. Dia sampai membuat panduan operasional untuk festival budaya dan meninggalkannya untuk para junior. Itu sangat membantu."
Asaki-san mengagumi panduan yang ada di tangannya.
Di Komite Pelaksana Festival Budaya, terdapat buku pedoman berjudul 'Panduan Operasional Festival Budaya SMA Eisei' yang dibuat saat Arisaka Aria masih menjadi ketua OSIS.
Setiap tahun, salinan halaman yang diperlukan untuk setiap divisi dan bagian diberikan, dan persiapan dilakukan berdasarkan panduan tersebut.
Tentu saja, pertemuan dengan penyedia peralatan hari ini juga mengacu pada buku pedoman itu.
"Tapi, sudah cukup lama sejak Aria-san lulus, jadi menurutku kita sudah waktunya membuat edisi revisi. Terutama untuk manual operasi di belakang panggung pada hari acara."
"Aku sendiri tidak melihat ada masalah, tapi kalau kamu merasa perlu, coba bicarakan dengan ketua OSIS?"
Sampai liburan musim panas, Asaki-san memanggil Hanabishi Kiyotora dengan nama keluarganya. Namun, setelah menolak pernyataan cinta Hanabishi, dia mulai memanggilnya dengan sebutan 'ketua OSIS'.
Hanabishi juga sama. Jika sebelumnya ia memanggilnya dengan namanya, sekarang ia memanggilnya 'Hasekura-san', seolah menarik batas yang jelas.
"Baiklah, aku akan membicarakannya. Aku akan pergi ke klub musik ringan sekarang."
"Baik, semangat berlatih, ya."
"Terima kasih. Asaki-san juga, kerja bagus."
Setelah berpisah dengan Asaki-san, aku pun menuju ke klub musik ringan dan bergabung dalam latihan dengan R-inks.
Jujur saja, bantuanku di Yamcha cafe tidak terlalu banyak. Aku hanya bisa membantu dengan memberikan saran pada Yoruka di sela-sela latihan.
"Jangan khawatir tentang hal itu. Nasihat-nasihat Kisumi sudah sangat membantuku."
Yoruka, yang menjawab seperti itu, terlihat sangat bisa diandalkan.
Hanya saja, belakangan ini, obrolan kami lebih banyak tentang urusan-urusan formal seperti ini, dan obrolan ringan khas pasangan sudah sangat berkurang.
Di bawah bimbingan intensif dari instruktur yang penuh semangat, aku terus bermain gitar sampai waktu pulang sekolah.
Ketika kelima anggota R-inks berkumpul, kami hanya fokus pada sesi latihan.
Setelah latihan selesai, dalam perjalanan pulang, kami mampir ke minimarket terdekat, membeli makanan ringan, dan berjalan bersama menuju stasiun.
Bagiku yang rumahnya dekat dengan sekolah, ini memang memutar jalan, tapi ini adalah waktu berharga untuk bisa berbicara dengan semua orang.
"Kalau begitu, sampai besok! Istirahat yang cukup!"
Di stasiun, hanya aku yang tidak masuk melalui pintu tiket, sementara keempat lainnya pergi.
Wajah Yoruka yang terlihat enggan berpisah membuat dadaku sesak, tapi aku tetap tersenyum dan melambaikan tangan.
Sebenarnya, aku ingin berbicara lebih banyak hanya berdua dengan Yoruka.
Orang tua Yoruka sedang bekerja di luar negeri, jadi tidak ada yang akan memarahinya meskipun pulang terlambat. Namun, sebagai pacarnya, aku merasa khawatir jika harus menahannya lebih lama lagi.
Selain itu, sekarang kami berlima di R-inks adalah komunitas yang terikat oleh nasib. Rasanya agak tidak enak jika hanya kami berdua yang mengambil tindakan terpisah dan mengganggu keharmonisan band.
Hari ini anginnya kencang dan dingin, waktunya sudah larut, dan aku juga merasa lelah.
Aku pulang sendirian, berjalan kembali ke rumah lewat jalan yang sama.
◇◇◇
Setelah makan malam yang agak larut dan mandi, aku mengambil napas sejenak sebelum memulai latihan mandiri.
Aku mengulang-ulang apa yang diajarkan Kanou hari itu, berusaha sekuat tenaga untuk mengingatnya dan memahaminya dengan tubuhku.
Karena tidak bisa banyak berlatih di sekolah, aku harus berlatih di rumah bahkan jika harus mengurangi waktu tidur, agar bisa siap untuk pertunjukan nanti. Pada jam segini, keluargaku sudah tidur, jadi aku tidak bisa menyambungkan amplifier. Aku hanya terus memetik senar dengan suara "shaka-shaka".
"Oke, istirahat sebentar!"
Ketika konsentrasiku mulai menurun, aku berbaring di tempat tidur. Aku meregangkan tubuhku yang kaku karena terus berada dalam posisi yang sama untuk waktu yang lama. Saat tenagaku mulai terkuras, rasa kantuk mulai menyerang.
Aku menelepon seseorang untuk mengusir rasa kantuk sekaligus.
『Wah, telepon dari gitaris, ini langka lho.』
"Tidak sekeren itu kok, Aria-san."
『Biarkan aku yang menilai itu di panggung nanti, Sumi-kun.』
Sudah lewat jam 11 malam, tapi Arisaka Aria menjawab telepon dengan suara yang ceria.
"Tolong jangan memberiku tekanan berlebihan."
『Kali ini kamu juga berlatih dengan rajin, kan? Aku yakin kamu bisa.』
Aria-san, yang membantuku dengan sabar saat ujian masuk SMA, sama sekali tidak meragukanku dan memberiku dukungan penuh.
"Meski tidak sempurna, aku akan memberikan yang terbaik."
『Itu sudah cukup.』
Aku mengingat kata-kata yang pernah diucapkan Aria-san padaku dengan jelas.
"Apa sekarang ada waktu? Ada sesuatu yang ingin kutanyakan."
『Padaku? Apa itu?』
"Tentang manual operasional festival budaya Eisei yang dibuat Aria-san. Aku ingin melakukan beberapa perubahan."
『Eh, kalian masih menggunakan itu? Benarkah!?』
Aria-san benar-benar terkejut.
"Prestasi besar akan menjadi tradisi. Sangat sulit bagi junior untuk mengubah contoh yang bagus dari senior."
『Aku merasa terhormat dengan penilaian itu, tapi tradisi harus diperbarui, atau akan menjadi aturan usang.』
Aria-san bersikap santai, seolah-olah aku bisa melakukan apa saja.
"Kalau begitu, izinkan aku melakukan beberapa perubahan."
『Wah, ini kolaborasi melampaui waktu antara aku dan Sumi-kun.』
"Tolong jangan menggunakan ungkapan aneh seperti itu."
『Aku membuatnya hanya sebagai draf, tidak pernah menyangka akan masih digunakan sampai sekarang.』
"Manual yang sangat rapi seperti itu tidak mudah untuk diubah."
『Wakil ketua Gen-chan sangat serius, jadi ia membuatnya dengan penuh semangat.』
Baca novel ini hanya di Gahara Novel
Aku sedikit terkejut.
"Jarang sekali mendengar nama pria keluar dari mulut Aria-san."
『Kamu penasaran dengan masa SMA-ku?』
"Secara wajar saja."
『Gen-chan itu, meski keras kepala, ia pintar dan penuh semangat. Setiap kali aku bilang ingin melakukan sesuatu, ia selalu membantuku dengan serius. Aku sangat terbantu.』
"Sepertinya ia orang yang sangat luar biasa. Tidak heran Aria-san bisa menjadi ketua OSIS dan melakukan berbagai reformasi dalam acara sekolah."
Dengan pemimpin yang menarik dan bisa memberikan ide-ide, serta praktisi yang berkemampuan tinggi, pasti seperti memberi senjata pada setan.
Hanya karena bisa menyatukan teman-teman seperti itulah, Arisaka Aria menjadi ketua OSIS yang legendaris.
Tidak mungkin menjadi legenda hanya dengan kekuatan satu orang.
『Waktu itu, aku juga ada bagian di mana aku lari dari Yoru-chan dan bersembunyi di balik kegiatan OSIS.』
Dengan suara yang agak dingin, Aria-san mulai menyiksa dirinya sendiri.
"Jika kamu bisa menghasilkan hasil meski kabur, itu sudah bagus."
『Hari ini kamu baik sekali.』
"Kamu sudah meluangkan waktu untuk menerima teleponku di jam yang larut."
『Ngobrol dengan Sumi-kun itu menyenangkan.』
"Jika ini bisa mengisi waktu luang Aria-san, itu lebih baik."
『Belakangan ini aku kesepian karena tidak ada teman ngobrol di malam hari. Yoru-chan sepertinya lelah setiap hari, jadi dia langsung tidur setelah mandi. Minum sendirian itu terasa hambar.』
Aria-san sangat pandai berbicara, jadi jika dibiarkan, percakapan ini bisa berlanjut tanpa henti. Aku jadi teringat masa SMP, di mana aku sering lupa waktu karena terlalu asyik mengobrol dengan Aria-san setelah kelas bimbel.
"Yoruka. Dia sedang berusaha keras dengan band dan sebagai perwakilan kelas untuk festival budaya, melakukan hal-hal yang tidak biasa."
『Sumi-kun juga kan? Band, acara kelas, dan juga panitia festival budaya?』
"Seperti yang Aria-san tahu, masa festival budaya selalu sibuk. Jika ada ketidakpuasan, mungkin hanya karena tidak bisa kencan dengan Yoruka."
『.......』
Di seberang telepon, Aria-san terdiam.
"Umm, Aria-san? Halo?"
『Aku agak kesal karena kamu membicarakan rasa cintamu lewat telepon.』
"Tapi Yoruka pasti sudah sering bercerita tentangku, kan?"
『Mendengar langsung dari pacar adikku itu berbeda!』
Tiba-tiba suasana hatinya memburuk.
"Aria-san?"
『Lakukan apa saja yang kamu mau dengan manual itu! Jaga dirimu baik-baik dan jangan sampai sakit! Selamat tidur!』
Aria-san memutuskan telepon secara sepihak.
Apa aku mengatakan sesuatu yang salah, atau dia sedang mabuk?
Meski marah, dia masih peduli padaku, itu sangat khas Aria-san.
"Kalau begitu, aku akan berusaha sedikit lagi."
Berbicara dengannya membuatku terbangun dari rasa kantuk.
Aku kembali memegang gitar dan mengambil pick.
◇◇◇
"Kisumi-kun, selamat pagi!"
Dan pagi ini juga, adikku, Ei, dengan riang mendarat di perutku.
Dengan kecepatan penuh, dia melompat ke tempat tidurku, dan guncangan itu membuatku terbangun secara paksa.
Mataku yang berat hampir tidak bisa terbuka, tapi aku berusaha memeriksa waktu di ponsel yang ada di samping bantalku.
Di sebelahku, gitar kesayanganku terbaring dingin. Pick yang seharusnya ada di tanganku hilang lagi.
Waktu terasa berlalu begitu cepat, dan tiba-tiba sudah pagi.
"Ki-su-mi-kun, pagi. Ei sudah membangunkanmu seperti yang kamu minta."
"......."
Menyadari bahwa bangun sendiri adalah hal yang sulit, aku meminta Ei untuk membangunkanku.
Tanpa bisa mengucapkan terima kasih atau mengeluh tentang cara kerjanya yang kasar, aku diam-diam menggeser adikku yang sedang dalam masa pertumbuhan.
Dalam setengah tahun terakhir, dia tumbuh sedikit lebih tinggi, dan semakin terlihat seperti bukan anak SD lagi.
Jika orang asing melihatnya, mereka mungkin mengira dia mahasiswa dengan wajah yang sangat muda.
Tidak, seriusan, sebagai seorang gadis, tolong miliki kewaspadaan dan kesadaran yang wajar.
Bahkan sebagai kakak kandungmu, jangan dengan santai menunggangi lawan jenis seperti itu.
"Kisumi-kun tidak bereaksi, jadi membosankan."
"Jangan mengukur semangatku dengan cara yang kasar. Dan panggil aku Onii-chan."
Aku berusaha mengatasi rasa malasku dan mengangkat tubuh bagian atas yang berat.
"Kisumi-kun, kamu terlihat sangat mengantuk."
"Sebenarnya, aku kurang tidur."
Menguap lebar tidak menghilangkan rasa kantuk di kepalaku.
"Kamu akan tampil di live dengan Yoruka-chan, kan?"
"Ya. Semuanya lebih baik dariku, jadi aku berusaha keras untuk mengejar."
"Ei juga ingin menonton live-nya!"
"Kau boleh datang, tapi harus ada yang menemani."
"Dekat kok, aku bisa sendiri."
"Siapa yang tersesat di festival musim panas lalu?"
Aku menatap adikku yang cerewet dengan pandangan skeptis.
"Tidak apa-apa. Ei sudah tumbuh besar!"
"Aku tidak percaya."
Aku menolaknya dengan tegas.
"Kalau begitu, aku akan menonton dengan Hinaka-chan!"
"Miyachii juga akan bernyanyi di panggung, jadi itu tidak mungkin."
"Eh, Hinaka-chan juga akan tampil?"
"Apa, kau tidak tahu?"
"Tidak."
Ei terlihat sedikit terkejut.
"Miyachii juga ragu-ragu untuk menjadi vokalis, jadi pasti dia merahasiakannya."
"Kalau begitu, dengan siapa aku bisa menontonnya? Kakak Yoruka-chan? Shizuru-sensei?"
"Wahai adikku, kenapa dua wanita dewasa cantik itu muncul tanpa ragu-ragu?"
Apa Ei ini orang besar, atau karena dia masih kecil dan tidak tahu rasa takut?
Meminta dua nama besar itu untuk menemaninya menonton live adalah keberanian yang luar biasa.
"Kalau bersama mereka, aku bisa mendapatkan tempat duduk yang bagus."
Alasannya cukup materialistis.
Yah, Aria-san mungkin akan dengan mudah menerimanya, tapi aku merasa tidak enak terlalu memanfaatkannya.
"Tapi, Papa dan Mama sibuk hari itu."
Ayah sedang dalam perjalanan bisnis, dan ibu, yang bekerja sebagai editor majalah, sibuk dengan pemotretan. Kedua orang tuaku sibuk.
"Kalau mau minta tolong, mungkin ke Sayu saja."
"......Sayu-chan rasanya sudah jadi lebih dewasa, Ei jadi agak gugup," kata Ei dengan alasan yang sulit dipahami.
"Aku kurang mengerti, tapi ternyata kau juga bisa punya rasa segan seperti itu, ya. Bisa tidak kau tunjukkan sikap itu juga padaku?"
"Kisumi-kun ya tetap Kisumi-kun."
Bagaimana caranya agar aku bisa mendapatkan sedikit wibawa sebagai seorang kakak? Ini sungguh membingungkan.
"Sayu memang sibuk dengan acara klub upacara minum tehnya, tapi seharusnya selesai sebelum pertunjukan. Aku akan coba tanyakan padanya."
"Benar, ya? Jangan lupa!"
Setelah menegaskan sekali lagi, Ei keluar dari kamar.
Aku pun membereskan berbagai persiapan dan turun ke lantai satu.
Di ruang tamu, Ei sedang memberi makan ikan mas di akuarium.
Ikan itu adalah hasil tangkapannya di festival musim panas, dan seperti yang dia janjikan, dia merawatnya dengan baik.
Karena aku baru bangun dan belum merasa lapar, aku hanya sarapan dengan kopi dan kue kering.
Sambil menatap acara berita pagi, aku melihat ramalan cuaca. Hari ini suhu akan turun.
"Jaga kondisi tubuh Anda baik-baik," kata pembawa acara cuaca dengan senyum manisnya.
"Kisumi-kun! Kalau tidak segera berangkat, nanti terlambat!"
Tersadar oleh suara Ei, aku buru-buru mengenakan jaket seragam dan keluar rumah.
"Sena-san, tolong lebih tegas sedikit. Suaramu kurang bersemangat."
Di kelas pagi, aku langsung ditegur oleh guru wali kelas, Kanazaki-sensei.
"Sensei, kalau begitu, boleh saya tidur sebentar di UKS?"
"Jangan mencoba bolos dengan terang-terangan seperti itu. Kalau masih bisa bercanda, berarti tidak perlu izin."
"Tolonglah, Sensei."
"Ditolak."
"Kalau UKS tidak boleh, bagaimana kalau saya ke klub upacara minum teh? Saya suka tatami dan bisa diam di sana."
"Sena-san."
"Ya?"
"Aku tidak akan mengulanginya lagi."
"Baik, maaf."
Tatapan tajam dari atas podium langsung membangunkanku sepenuhnya.
Sebagai pengganti kopi, tatapan dingin Kanazaki-sensei sangat ampuh untuk mengusir kantuk.
Setelah perwalian selesai, aku melihat Yoruka dikelilingi oleh beberapa teman sekelas.
Miyachii dan Nanamura juga ada di sana, sepertinya mereka sedang membahas tentang Yamcha cafe untuk festival budaya.
Berkat festival ini, Yoruka jadi lebih sering berinteraksi dengan teman sekelasnya. Itu pertanda baik.
Saat aku melirik ke arahnya, Yoruka menyadari pandanganku.
Dia sempat terlihat merasa bersalah, tapi kemudian kembali fokus ke obrolannya.
Aku ingin berbicara dengannya, tapi rasanya kurang pantas jika aku menyela. Jadi, aku memutuskan untuk menahan diri.
"Kisumi-kun luar biasa juga, ya. Bisa bercanda sebanyak itu dengan Kanazaki-sensei."
Suaranya datang dari Asaki-san yang duduk di bangku depan.
"Begitu? Aku tidak merasa seperti itu."
"Biasanya orang tidak menyadari kekuatan mereka sendiri."
"Misalnya?"
"Misalnya, band baru R-inks yang dibentuk oleh karismanya klub musik ringan, Kanou Mimei. Dia sebagai bassist, Miyauchi-san sebagai vokalis, Arisaka-san di keyboard, kamu di gitar, dan ketua OSIS sebagai drummer. Bagaimana caranya orang-orang ini bisa berkumpul?"
"Yah, mungkin karena pesonaku."
"Oh, setidaknya kamu sadar akan hal itu."
Tadinya aku hanya bercanda, tapi Asaki-san langsung menyetujuinya.
"Kalau memang aku punya pesona sehebat itu, hidupku pasti lebih mudah."
Aku menggumam sambil menelungkupkan kepala ke meja.
"Pelajaran pertama akan segera dimulai, lho," kata Asaki-san, lalu dengan tiba-tiba mulai memijat bahuku.
"Ahh, di situ......enak sekali."
"Bahu kirimu kaku sekali, Kisumi-kun. Terutama di bagian atasnya, terasa sangat kaku. Mungkin karena sering menggantungkan strap gitar?"
"Asaki-san, kamu jago memijat, ya."
"......Aku sering memijat bahu ibuku."
"Asaki-san, kamu sedang memikirkan sesuatu?"
Aku merasa dia ingin membicarakan sesuatu.
"Sekarang ini, sedang ada perubahan besar dalam keluargaku."
"Perubahan seperti apa?"
"Ibuku akan menikah lagi."
Asaki-san mengucapkannya pelan, hampir seperti bisikan.
"Sepertinya kmau tidak bisa langsung mengucapkan 'selamat', ya."
"Sejujurnya, aku masih sangat bingung."
"Wajar saja, kan? Tiba-tiba ada orang asing yang masuk ke dalam keluargamu. Pasti butuh waktu untuk terbiasa."
"Mungkin terdengar kekanak-kanakan, tapi selama ini, aku dan ibuku selalu hanya berdua. Kami sudah terbiasa berjalan beriringan, hanya kami berdua. Sekarang, tiba-tiba ada orang baru yang masuk ke dalam kehidupan kami......Rasanya sulit dibayangkan, dan itu membuatku takut."
"Kamu sudah bertemu dengan calon ayah tirimu?"
"Sudah dikenalkan. Ia kelihatannya orang yang baik. Aku bisa melihat ia sangat menyayangi ibuku."
Tapi ada sesuatu yang membuatnya ragu. Nada suaranya terdengar tidak yakin.
"Ada masalah lain?"
"Intinya, aku saja yang belum cukup dewasa."
Aku menoleh dan menatap matanya. Tangannya masih menekan bahuku.
"Kamu sudah menyampaikan kekhawatiranmu ini ke ibumu?"
"Belum."
"Jadi, kamu menentang pernikahan ini?"
"Bukan begitu, tapi......"
Asaki-san tampak mencari kata-kata yang tepat. Bibirnya sedikit bergetar.
Namun, seberapa lama pun aku menunggu, kata-kata itu tidak keluar.
Dan pada akhirnya, bel tanda masuk berbunyi, membuat pembicaraan ini terhenti begitu saja.