Watashi Igai to no Love Comedy wa Yurusanai n Dakara ne [LN] V4 Chapter 13 Epilog
Pratinjau Jilid 5
Liburan musim panas yang menyenangkan pun berakhir dalam sekejap.
Hari ini menandai selesainya sementara rapat panitia pelaksana festival budaya yang diadakan selama liburan musim panas.
Seperti yang sudah diperingatkan sebelumnya oleh Kisumi, Asaki benar-benar merasakan bahwa tugas sebagai penanggung jawab panggung utama jauh lebih luas dari yang dia bayangkan.
"......Haa."
Asaki menghela napas tanpa sadar karena banyaknya pekerjaan yang harus dia lakukan.
Jika dia sedikit lengah, yang terlintas di benaknya adalah kejadian selama perjalanan bersama grup pertemuan Sena. Terutama di pemandian air panas terbuka---dia merasa telah bertindak terlalu berani. Meskipun mengenakan pakaian renang, dia tetap merasa telah bertindak terlalu nekat. Ditambah lagi, karena pemandian yang terlalu panas, dia malah hampir pingsan, yang membuatnya semakin malu. Jika situasinya berakhir dengan sesuatu yang tidak bisa dianggap sekadar lelucon, bagaimana nasibnya sekarang? Memikirkan hal itu membuat pipinya memanas dengan sendirinya.
"Ada apa, Asaki-san? Ada sesuatu yang tidak kamu mengerti?"
"Hyaa!?"
Rekannya, Kisumi, masih memanggilnya seperti biasa.
Setelah perjalanan itu, Kisumi mulai menghadiri rapat dengan membawa gitar di punggungnya. Ia akan tampil di panggung festival budaya sebagai anggota band baru Kanou Mimei, "R-inks".
Tidak seperti biasanya, kali ini ia tidak terlihat menerima peran itu secara setengah hati. Justru, ada semangat yang kuat dalam dirinya---sebuah tekad yang tidak tergoyahkan untuk memastikan pertunjukan itu sukses.
"Eh, a-aku tidak apa-apa. Hanya saja aku tadi sedang memikirkan hal lain."
"Oh, kalau begitu tidak masalah."
Tidak boleh begini. Kisumi tetap memperlakukannya seperti biasa, tapi jika Asaki menjadi terlalu sadar akan hal itu, pekerjaannya bisa terganggu.
Saat mencoba mengalihkan pikirannya, dia menyadari ada pesan dari ibunya di ponselnya. Saat membuka dan membacanya, ekspresi wajahnya langsung berubah drastis, lalu dia berlari keluar ke lorong.
Dia segera menelepon ibunya, yang langsung mengangkat panggilan tersebut.
"Ibu? ---Menikah lagi? Serius?"
"......Iya. Maaf membuatmu terkejut. Sebenarnya ibu sudah sering menolak, tapi ia terus melamar ibu dengan perasaan yang tidak pernah berubah. Jadi......Ibu ingin kamu bertemu dengannya sekali saja."
Ibunya berbicara dengan nada sedikit malu, tapi Asaki nyaris tidak bisa mendengar kata-kata itu.
Sejak kecil, dia telah kehilangan ayahnya dan hidup berdua dengan ibunya seperti sahabat yang saling mendukung. Dia bahkan berusaha menjadi siswa teladan demi mendapatkan rekomendasi universitas agar tidak membebani ibunya.
Namun kini, semua itu terasa seakan terguncang hebat.
Dilanda ketakutan, Asaki secara refleks memutuskan panggilan telepon itu.