Watashi no Shiawase na Kekkon [LN] Jilid 1 Bab 3
Bab 3
Hadiah untuk Tunanganku
Setelah mengantar Kiyoka seperti biasa pagi itu, Miyo mencegat Yurie yang hendak mencuci pakaian di taman.
"Ada yang bisa saya bantu, Nona?"
"Saya berharap untuk mendapatkan saranmu tentang sesuatu."
"Oh?" Yurie tersenyum ramah padanya. "Dengan senang hati."
Dia memang terlihat sangat senang. Miyo tidak berkata apa-apa lagi sampai mereka kembali ke dalam rumah dan duduk berseberangan di ruang keluarga.
"Kamu tahu, saya ingin memberikan hadiah untuk Tuan Kudou."
"Ya ampun!"
Hal ini sudah ada dalam pikiran Miyo sejak hari Kiyoka memberinya sisir mahal itu. Dan hadiahnya tidak berhenti sampai di situ, Kiyoka juga memberinya sebotol minyak bunga kamelia untuk rambutnya. Dia merasa berhutang budi padanya karena telah menerima dirinya di rumahnya. Meskipun dia telah berterima kasih kepadanya dari lubuk hatinya yang paling dalam, kata-kata saja tidak dapat mengungkapkan rasa terima kasihnya. Dia ingin membalas dengan hadiahnya sendiri tetapi tidak tahu apa yang pantas dan juga sangat terbatas dalam hal apa yang bisa dia berikan kepadanya. Hadiah yang tidak mahal atau berharga mungkin hanya akan membuatnya kecewa. Tidak peduli seberapa keras dia memeras otak untuk mendapatkan ide, dia tidak bisa menemukan apa pun, jadi di memutuskan untuk meminta saran dari Yurie.
"Saya ingin tahu apa yang bisa membuatnya senang...," Kata Miyo.
Sebenarnya, dia memiliki sedikit uang yang diberikan ayahnya ketika ayahnya mengirimnya pergi, tetapi dia menyimpannya untuk keadaan genting. Sambil menahan napas, dia menatap Yurie dengan memelas.
"Saya tidak punya banyak uang. Tidak cukup untuk membeli sesuatu yang layak untuknya."
"Hmm, saya mengerti. Kalau begitu, saya rasa sesuatu yang bisa digunakannya setiap hari akan lebih baik."
"Benar."
"Hasil karyamu, mungkin."
"Mungkin......"
Dia juga mempertimbangkan pilihan itu. Jika dia tak mampu membeli hadiah yang cocok, masuk akal jika dia harus membuanya, tetapi seorang pria yang sopan seperti Kiyoka yang dibesarkan dalam keluarga kaya mungkin berpikir hadiah buatan tangan terlalu kasar. Tentu saja, kau tidak akan pernah bisa memastikan bahwa penerima hadiah akan menikmati hadiahnya, tetapi dia sangat ingin membalas sedikit saja kebahagiaan yang telah diberikan Kiyoka sejak dia pindah ke rumahnya. Ketika dia menjelaskan hal ini kepada Yurie, senyum wanita tua itu melebar.
"Anda memiliki hati yang sangat baik. Jangan khawatir, Tuan Muda tidak akan meremehkan hadiah buatan tangan. Bahkan, saya yakin ia akan menyukai apa pun yang Anda buat untuknya."
"Oh, aku tidak begitu yakin......"
"Percayalah."
Keyakinan Yurie membuat Miyo tenang. Karena dia yang membesarkannya, wanita tua itu mengenal Kiyoka dengan baik.
"Tapi apa yang bisa saya buat untuknya?"
"Nah, jika Anda sedang mencari inspirasi, saya mungkin punya ide!"
Yurie bergegas keluar kamar dan kembali dengan sebuah buku.
"Anda mungkin bisa menemukan sesuatu di sini."
Buku itu adalah buku proyek kerajinan tangan untuk anak sekolah yang berisi petunjuk untuk membuat berbagai barang sehari-hari.
Ya, aku mungkin bisa membuat sesuatu seperti ini, pikirnya sambil membuka-buka buku itu. Proyek ini menggunakan sisa-sisa kain kimono dan tampaknya tidak terlalu memakan waktu. Dia berencana untuk memberitahu Kiyoka seluruh kebenaran tentang dirinya segera, tetapi tidak sebelum dia memberikan hadiah kepadanya. Itu berarti dia tidak bisa menunda pengakuannya dengan sibuk membuat sesuatu yang rumit yang memiliki kemungkinan gagal.
"Beritahu saya jika Anda memutuskan untuk membuat sesuatu dari buku ini. Saya akan dengan senang hati membantu Anda."
"Terima kasih."
Miyo menyimpan buku itu dan menghabiskan pagi hari dengan melakukan pekerjaan rumah tangga bersama Yurie. Setelah selesai, dia kembali ke kamarnya untuk memeriksa proyek-proyek tersebut secara lebih rinci.
"Mereka semua terlihat sangat cantik."
Buku itu menampilkan ilustrasi gambar tangan yang indah dan penjelasan yang mudah diikuti tentang cara membuat setiap aksesori yang cantik. Kegembiraan mengaduk-aduk dadanya saat melihat-lihat halaman demi halaman.
"Pouch sangat mudah dibuat, tetapi saputangan juga bisa."
Ada begitu banyak ide untuk hadiah kecil. Karena tidak dapat menentukan sesuatu, dia terus membalik halaman demi halaman sampai ada sesuatu yang menarik perhatiannya.
"Aku suka ini......"
Proyek yang sedang dilihatnya adalah kumihimo, jalinan tali yang terdiri atas benang warna-warni. Saat Miyo memandangi ilustrasi-ilustrasi itu dengan penuh kekaguman, dia menyadari bahwa salah satu contoh tali yang ada di dalam buku itu akan cocok untuk Kiyoka. Tidak saja dia mampu membiayai proyek ini, tetapi ini akan menjadi hadiah yang praktis.
Ini dia.
Meskipun dia tidak yakin dengan kemampuannya untuk mengepang tali seanggun gambar, namun tidak ada hal lain dalam buku ini yang menarik perhatiannya seperti ini. Dia menemui Yurie dan menunjukkan proyeknya; wanita tua itu memuji pilihannya. Miyo harus pergi ke kota untuk membeli perlengkapan yang diperlukan, jadi dia meminta izin kepada Kiyoka malam itu.
"Tuan Kudou, apakah Anda keberatan jika saya pergi keluar sebentar?"
"......Kenapa? Apa ada sesuatu yang kau butuhkan?"
Dia tidak bisa mengatakan dari nada datarnya apakah Kiyoka tidak tertarik atau khawatir tentang dia pergi keluar sendirian saat dia tidak terbiasa dengan kota.
"Ya, saya perlu membeli sesuatu secara langsung. Apakah itu akan......merepotkan?"
"Tidak, tentu saja tidak. Apa kau ingin pergi sendiri?"
"Saya berpikir untuk pergi bersama Yurie nanti sore."
Perjalanan belanja seorang diri adalah prospek yang menakutkan bagi Miyo, jadi dia bertanya pada Yurie apakah dia bisa menemaninya, dan wanita tua itu dengan senang hati menyetujuinya.
"Apa tidak terlalu berbahaya?"
"Saya rasa saya akan baik-baik saja......Anda tidak perlu khawatir."
Dia mengangguk, mencoba untuk terlihat percaya diri.
"......Boleh aku bergabung denganmu?" Kiyoka bertanya.
Dia mengerutkan alisnya. Meskipun itu kebaikan darinya untuk mengkhawatirkannya, dia tidak ingin Kiyoka tahu apa yang dia beli. Juga tak pantas baginya untuk mengganggunya dengan tugas pribadinya ketika ia begitu sibuk.
"Um......Tidak kali ini, tidak. Saya akan baik-baik saja, saya janji."
"Baiklah."
Ia menghela nafas, dan untuk sesaat, Miyo bertanya-tanya apakah dia menangkap sedikit kekecewaan dimata Kiyoka. Dia pasti telah salah.
"Berhati-hatilah di kota. Jangan berbicara dengan orang asing."
"......Bahkan saya tahu bagaimana untuk tetap aman, Tuan Kudou."
Miyo pikir Kiyoka itu terlalu protektif, seolah-olah dia adalah seorang anak kecil. Ini akan menjadi perjalanan belanja yang sangat singkat, karena dia hanya membutuhkan beberapa benang katun yang murah. Ditambah lagi, Yurie akan menemaninya, jadi Miyo tidak melihat adanya bahaya untuk pergi ke kota sebentar. Malahan, dia sangat senang dengan prospek ini, dan dia tidak sabar untuk memilih benang---sesuatu yang belum pernah dia lakukan sebelumnya---dan mengepangnya menjadi tali yang cantik. Proyek yang dia pilih dapat digunakan sebagai ikat rambut, hadiah yang sempurna untuk pria berambut panjang.
Pada pagi hari ketika Miyo berencana untuk berbelanja, Kiyoka dengan sungguh-sungguh menyerahkan sebuah kantong kecil seukuran telapak tangan.
"Apa ini......?"
"Jimat untuk membuatmu tetap aman. Bawalah bersamamu hari ini."
"Oh, t-terima kasih."
Itu adalah jimat yang bisa kau beli di kuil tua manapun. Miyo menyelipkannya di balik selempangnya, berpikir bahwa Kiyoka terlalu berlebihan. Dia hanya akan pergi selama beberapa jam.
"Jangan lupa untuk membawanya. Pastikan untuk membawanya sampai kau kembali."
"Saya akan melakukannya."
"Kau berjanji?"
"Y-Ya."
Perhatian Kiyoka begitu melucuti kekhawatirannya sehingga Miyo tidak bisa menahan senyum kecil. Bingung, dia dengan cepat menutup mulutnya. Kiyoka mengerutkan kening dan menghela napas pasrah sebelum mengambil kopernya dan pergi tanpa sepatah kata pun.
♢♢♢
Baca novel ini hanya di Gahara Novel
Suasana di kediamannya sangat tidak menyenangkan akhir-akhir ini. Bahkan, Tatsuishi Kouji tidak pernah merasa begitu menderita. Hal ini sebagian berasal dari ayah Kouji, kepala rumah, yang selalu berada dalam suasana hati yang buruk. Kouji akan mendengar teriakan atau sesuatu yang dibanting atau dipecahkan karena marah hampir setiap kali ia melewati ruang kerja ayahnya. Meskipun ayahnya marah karena segala sesuatunya tidak berjalan sesuai keinginannya, sejujurnya, Kouji adalah korban yang sebenarnya di sini.
Kakak laki-lakinya, yang menolak untuk menunjukkan simpati kepada ayah mereka karena ia pikir itu bukan urusannya, dengan sinis berkomentar bahwa orang tua mereka telah kehilangan akal sehatnya. Ibu Kouji, di sisi lain, mengurung diri di kamarnya dan menolak untuk berbicara dengan siapa pun. Sementara itu, para pelayan berjalan di atas cangkang telur karena takut menimbulkan kemarahan tuannya, yang hanya menambah ketegangan di udara. Kouji merasa gelisah sepanjang waktu.
Orang-orang sering mengatakan bahwa ia adalah pemuda yang tenang dan kalem, dan meskipun benar bahwa ia menghindari konflik dan jarang marah, bukan berarti ia tidak pernah marah.
"Kouji, boleh aku meminjammu sebentar? Aku harus berbelanja."
Jangan yang ini lagi. Rengekan tunangannya mulai membuatnya jengkel. Meskipun ia sangat marah pada ayahnya, membayangkan harus hidup bersama dengan wanita ini selama puluhan tahun membuatnya sakit secara fisik.
Sejak kecil, Kouji sudah naksir seseorang---Miyo. Dia baik hati dan pendiam namun juga tabah, dan dia telah bertahan dari semua pelecehan yang dilakukan keluarganya. Ada cahaya di dalam diri Miyo yang menariknya. Pada saat-saat ketika ia mendapati Miyo rentan dan hampir menangis, ia akan merasakan dorongan untuk melindunginya dengan segenap jiwa raganya.
Miyo adalah anak perempuan tertua dalam keluarga Saimori, sedangkan Kouji adalah anak laki-laki kedua dari keluarga Tatsuishi. Keluarga mereka memiliki hubungan yang cukup baik, jadi tampaknya sangat mungkin bahwa Kouji akan menikahinya suatu hari nanti. Namun, semuanya berjalan tidak sesuai rencana.
Pengantin wanita yang ditunjuk oleh keluarga Saimori bukanlah Miyo, melainkan saudara tirinya yang kejam. Lebih buruk lagi, Miyo telah dikirim jauh, dan ia bahkan tidak akan bisa menemuinya.
Seolah itu belum cukup menghancurkan jiwa, Kouji kemudian mengetahui bahwa meskipun ayahnya telah meminta agar Saimori menawarkan Miyo daripada Kaya, ayahnya ingin Miyo menikahi anak sulungnya daripada Kouji. Cara mereka memperlakukannya seperti barang dagangan dan bukannya manusia membuatnya jijik. Dalam benaknya, keluarganya sama hinanya dengan Saimori yang sadis.
"Kamu ingin pergi berbelanja? Baiklah, aku akan pergi denganmu."
Terlepas dari semua itu, Kouji tersenyum pada tunangannya. Ia menolak untuk membiarkan rasa jijiknya yang terpendam muncul ke permukaan, dan malah bersikap seperti pemuda yang menyenangkan seperti yang semua orang kira. Alasan ia bersembunyi di balik topeng ini sederhana saja. Jika ia menolak tunangannya yang penuh kebanggaan, Kaya dan ibunya, Kanoko, akan menjadikan Miyo sebagai target pembalasan dendam mereka, dan ia tidak tahan sesuatu yang buruk terjadi pada Miyo.
Sebaliknya, ia terus mengawasi rumah tangga Saimori untuk mencari tanda-tanda bahwa satu-satunya orang yang ia sayangi telah mendapat bahaya.
Hanya aku yang bisa melindungi Miyo.
Menekan keengganannya, ia menguatkan tekadnya dan berjalan mendekati Kaya.
Jalanan yang agak sempit penuh sesak, jadi Miyo berhati-hati agar tidak terpisah dari Yurie. Sesuai rencana, mereka pergi ke kota bersama-sama. Saat ini, mereka berada beberapa blok dari jalan utama yang penuh gaya dan gedung-gedung modern. Daerah ini adalah sekelompok toko-toko kuno.
Jaraknya hanya tiga puluh menit berjalan kaki dari rumah, jadi mereka tidak akan mengalami kesulitan untuk sampai ke sana tanpa mobil. Namun, tepatnya, mereka membutuhkan waktu empat puluh menit, karena Miyo telah membiarkan Yurie mengatur kecepatan yang nyaman. Wanita tua itu memimpin jalan menuju sebuah toko perlengkapan kerajinan tangan.
Meskipun Miyo secara teratur menjahit sejak dia diturunkan statusnya menjadi pembantu rumah tangga, dia hanya bisa menggunakan benang sisa dan potongan-potongan kain. Ini adalah pertama kalinya dia pergi ke toko kain.
"Ya ampun!"
Di hadapannya terhampar deretan demi deretan benang dan kain dalam berbagai warna dan pola, jarum, gunting, dan segala macam alat dan bahan kerajinan. Toko itu sunyi dan damai, namun penuh dengan warna. Hati Miyo melonjak kegirangan. Seperti di toko pada umumnya, pelanggannya berkisar dari wanita tua hingga anak sekolah yang ceria melihat-lihat barang dagangan dengan penuh minat.
"Sekarang, mari kita lihat benang-benangnya?"
"Ya, ayo kita lakukan."
Warna apa yang disukai Kiyoka? Atau lebih tepatnya, warna apa yang akan terlihat bagus untuknya?
Kurasa ia tidak menginginkan sesuatu yang mencolok.
Tali yang lebih cerah dan berwarna lebih jelas akan lebih menonjol pada rambut pirangnya, tapi sesuatu yang terlalu mencolok seperti kuning atau merah yang kuat sebaiknya dihindari. Sebaliknya, warna biru nila akan terlalu cocok dengan ia dan meninggalkan kesan yang hambar dan mengecewakan. Ditambah lagi, warna ini terlalu mirip dengan ikat rambut hitam yang biasanya ia gunakan untuk rambutnya.
"Aku tidak tahu apa yang harus kupilih......"
Saat Miyo bingung menentukan pilihannya, Yurie mengamatinya sambil tersenyum. Ada kegembiraan tersendiri yang bisa diperoleh dengan meluangkan waktu untuk mempertimbangkan secara saksama, apa yang akan dibeli. Hal ini terutama berlaku bagi Miyo, yang tidak pernah menyangka bahwa dia akan berada dalam posisi untuk membuat hadiah untuk seseorang. Kehidupan masa lalunya hanya terdiri dari mengikuti perintah dengan lemah lembut dan menanggung pelecehan. Dia terkejut melihat betapa bahagianya dia bisa membuat orang lain tersenyum. Meskipun kehidupan barunya ini hanya sebentar, dia sangat bersyukur karena Kiyoka telah menawarinya kesempatan untuk mendapatkan kebahagiaan. Sebuah senyuman tersungging di bibirnya saat dia memeriksa berbagai macam benang yang ditawarkan.
Saat dia memilih benang pilihannya, waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas. Mereka tidak akan sampai di rumah sebelum tengah hari. Miyo membayar benang-benang itu, merasa lega karena harganya sesuai dengan anggarannya, dan meninggalkan toko bersama Yurie.
"Saya senang Anda menemukan apa yang dibutuhkan."
"Saya juga. Saya tidak sabar untuk mulai mengerjakannya."
Warna yang dipilihnya terasa pas, dan dia sangat bersemangat untuk menyatukan untaiannya dan memberikannya kepada Kiyoka. Tapi, mungkin hadiahnya tidak akan diterima, mengingat dia seorang amatir dan akan membuatnya dari benang yang murah. Apa yang akan dikatakan Kiyoka apabila dia memberikan ikat rambut buatan tangannya itu kepadanya? Denyut nadi Miyo berdegup kencang saat dia mencoba membayangkan reaksinya. Sensasi lembut dan hangat memenuhi dadanya, dan dia merasa seakan-akan berjalan di atas awan.
"Oh, saya hampir lupa!"
"Ada apa, Yurie?"
Wanita yang lebih tua itu berhenti tiba-tiba.
"Saya perlu membeli garam. Nona, bisakah Anda menunggu di sini sebentar?"
"Kamu mau membeli garam?"
Kemudian Miyo ingat bahwa persediaan garam mereka memang menipis. Pesanan yang mereka lakukan dengan pedagang keliling sempat tertunda, jadi mereka hampir kehabisan garam untuk beberapa waktu. Untungnya, Yurie menyadari tepat pada waktunya bahwa ada toko kelontong di dekatnya.
"Saya tidak akan lama."
"Mungkin saya harus pergi bersamamu?"
"Tidak, tidak, silakan tunggu di sini."
Wanita tua itu bercanda bahwa dia tidak bisa membiarkan Miyo mencuri lebih banyak pekerjaannya dengan berbelanja bahan makanan, dan kemudian dia pergi. Miyo ragu-ragu, tidak yakin apakah dia akan mengikuti Yurie, tapi pada saat dia memutuskan untuk melakukannya, dia tidak bisa lagi membuat Yurie berada di tengah keramaian. Dia pergi berdiri di bawah tiang lampu agar tidak menghalangi siapa pun. Tak terhitung banyaknya orang yang melewatinya. Sekarang dia sendirian, kegembiraannya yang sebelumnya dengan cepat berkurang. Mengapa aku merasa begitu tak berdaya?
Sementara semua orang berjalan ke suatu tempat dengan tujuan, hanya dia yang berdiri diam dengan kesendiriannya. Itu membuatnya cemas. Apa Yurie sudah kembali? Miyo melihat ke arah toko yang dia pikir pelayan itu masuk ke dalamnya, tapi terlalu jauh untuk melihat apapun, jadi dia menyerah dan terus menunggu sambil menatap tanah. Kemudian dia mendengar sebuah suara.
"Astaga, bukankah itu Miyo!"
"!"
Rasa dingin menjalari tulang punggungnya. Itu tidak mungkin dia...... Tapi tidak salah lagi, itu adalah suara manis yang memuakkan yang membuatnya tegang setiap kali mendengarnya. Mengapa tidak terpikir olehnya bahwa dia akan bertemu dengannya di sini? Hiruk pikuk jalanan berganti dengan suara darah yang berdenyut di telinganya yang semakin lama semakin keras.
"K-Kaya......"
Miyo menoleh dan menemukan Kouji dan Kaya, dengan senyumnya yang cemerlang, berdiri tepat di belakangnya. Kecantikan Kaya semakin mencolok sejak Miyo melihatnya. Dia mengenakan pakaian yang cerah dan menarik perhatian seperti biasa, kimono tanpa garis berwarna persik yang dihiasi dengan pola bunga lili yang sempurna untuk awal musim panas. Gerak-geriknya yang anggun dan halus segera mengidentifikasikan dirinya sebagai putri bangsawan, menarik perhatian orang yang lewat. Begitu murni senyumnya sehingga semua pria yang meliriknya langsung terpesona. Tapi Miyo tahu lebih baik daripada siapa pun bahwa gadis yang tampak bersih ini sebenarnya adalah ular berbisa.
"Tee-hee, sungguh sebuah kejutan! Aku tidak menyangka akan menemukanmu di kota ini. Siapa yang menyangka kau masih hidup!"
Dengan kata lain, dia mengira Miyo sudah mati di selokan di suatu tempat sekarang. Meskipun Kaya tersenyum lembut, matanya tidak menyimpan apa pun kecuali cemoohan. Namun, siapa pun yang melihat mereka secara tidak langsung, akan mengira bahwa itu adalah adegan yang mengharukan tentang seorang wanita kaya yang dengan murah hati bercakap-cakap dengan seorang rakyat jelata yang miskin. Dengan kecantikannya, citra kelas atas, dan suara bak malaikat, dia menipu orang dengan mudah.
"Dilihat dari penampilanmu yang menyedihkan, Tuan Kudou telah meninggalkanmu, dan kau sekarang berkeliaran di jalanan? Kakakku yang malang, betapa rendahnya kau telah jatuh."
"T-Tidak......itu......"
Miyo hampir tidak bisa berbicara, pikirannya kosong dan mulutnya kering.
"Kaya, tinggalkan dia---"
Kouji tampak seolah akan melangkah di antara mereka.
"Jangan ikut campur, Kouji."
Kaya memotongnya dengan tajam tanpa menoleh ke arahnya, senyum manis itu masih terpampang di wajahnya. Dia tidak akan membiarkan Kouji merusak kesenangannya dengan menyiksa Miyo. Mereka berada di depan umum, jadi Miyo tidak berpikir Kaya akan bertindak lebih jauh dengan menyerangnya secara fisik, tapi tetap saja, rasa takut yang tertanam di dalam dirinya dari pelecehan selama bertahun-tahun membuatnya mundur. Satu-satunya cara untuk mengatasi perundungan adalah dengan membuat dirinya terlihat kecil dan menanggungnya sampai selesai.
"Tidak mungkin tidak, bukan? Tuan Kudou tidak akan pernah menikah dengan orang sepertimu. Sudah jelas ia tidak akan mempertahankanmu. Tapi lihatlah sisi baiknya---kau masih hidup!"
"......"
"Atau mungkin kau berharap kau sudah mati setelah apa yang telah dilakukan padamu? Aku bahkan tidak bisa membayangkan apa saja yang telah kau alami."
Kaya tertawa terbahak-bahak. Mengejek Miyo lagi setelah sekian lama tidak bertemu dengannya membuat suasana hatinya sangat baik. Sambil berpegangan pada Kouji, dia tertawa kecil pada Miyo, yang gemetar dan menatap tanah.
"Kaya, sudah cukup. Ayo kita pergi saja."
"Bukankah sudah kubilang untuk diam, Kouji? Miyo, jika kau berada dalam kesulitan, aku mungkin akan mempertimbangkan untuk memberimu uang receh jika kau merangkak di tanah dan memintanya."
"Saya......saya......"
Dia ingin mengatakan sesuatu kembali. Ketika dia tinggal di rumah tangga Saimori, dia tidak bisa membela diri. Namun, sekarang, dia tidak lagi terikat oleh aturan mereka. Apa pun yang terjadi di kemudian hari, dia tidak akan pernah kembali ke sana. Sekarang yang dia inginkan hanyalah menyuarakan keluhan yang telah menumpuk di dalam hatinya selama bertahun-tahun karena perlakuan buruk, dan melemparkannya kembali pada Kaya. Tapi Miyo masih merasa tidak mungkin untuk menentangnya.
"Kok diam saja? Aku lihat kau masih tidak bisa bicara seperti biasanya."
"Saya......saya minta maaf......"
Miyo sangat kecewa pada dirinya sendiri. Dia pikir dia sudah mulai berubah setelah Kiyoka terus menyuruhnya untuk berhenti meminta maaf, tapi melihat adik tirinya sudah cukup untuk membuatnya gemetar ketakutan dan menundukkan kepalanya. Teror ini mengendalikannya, dan dia tidak berdaya melawannya. Mengepalkan tinjunya hingga buku-buku jarinya memutih, penglihatannya kabur. Dinding yang dia bangun di sekeliling hatinya telah menjadi rapuh karena terpapar oleh kebaikan Kiyoka dan Yurie, dan sekarang dinding itu akhirnya runtuh.
Air mata menggenang di matanya. Aku tidak boleh menangis......Dia tidak bisa membiarkan Kaya melihat seberapa dalam kata-katanya telah melukainya. Dia tidak bisa memberinya kepuasan.
"Nona Miyo."
Miyo menoleh ke belakang dengan terkejut menemukan Yurie, yang baru saja kembali dari berbelanja.
"Maaf membuat Anda menunggu begitu lama. Saya lihat Anda ada tamu?"
"Um......mereka......"
"Selamat siang. Apa kamu pendamping Miyo? Aku Saimori Kaya. Senang sekali melihat kakakku punya pendamping."
Kaya melemparkan senyum hangat pada Yurie, yang menatapnya dengan penuh keraguan. Tidak ada yang akan meragukan Kaya sebagai gadis yang lembut dan santun jika melihatnya seperti ini. Dia akan memenangkan hati Yurie dan membalikkan keadaan melawan Miyo. Mungkin dia juga akan melakukan hal yang sama pada Kiyoka. Tidak......apa pun selain itu......Tapi bagaimana Miyo bisa menghentikannya? Dengan panik dia mencoba mencari solusi, tapi tidak ada yang terlintas dalam pikirannya. Kaya begitu superior dalam segala hal sehingga Miyo selalu kalah darinya. Dia merasa seolah-olah jurang gelap tanpa henti menelannya......Tapi dia salah. Yurie dengan lembut meletakkan tangannya di punggung Miyo yang bungkuk.
"Nama saya Yurie. Pendamping Nona Miyo Saimori? Saya bukan seperti itu. Dia telah bertunangan dengan tuan saya."
Kehangatan yang terpancar dari tangan wanita tua itu membuat Miyo bernapas sedikit lebih lega.
"Dia akan menikah dengan tuanmu?"
Kaya membuka matanya lebar-lebar karena terkejut.
"Itu benar. Dia akan menikah dengan Tuan Kudou Kiyoka."
"Apa?!"
Yurie mengumumkan hal ini dengan penuh wibawa, suaranya kuat dan bangga. Hal itu membuat Kaya terkejut.
"Oh, benarkah begitu? Aku tidak menyangka Tuan Kudou akan puas dengan kakakku. Astaga, pria yang sangat dermawan. Atau mungkin Miyo hanya membuat ia penasaran? Kau tidak bisa mempercayai semua rumor yang kau dengar tentang penduduk kota, bukan begitu?"
Kaya menyembunyikan ekspresinya di balik lengan panjang kimononya sementara dia mendapatkan kembali ketenangannya. Dia tidak akan membiarkan topeng kesempurnaannya jatuh. Setidaknya dia tidak terlalu berani untuk terus melecehkan kakaknya di depan Yurie.
"Kakaku, senang sekali bertemu denganmu. Aku khawatir kami harus segera pergi."
Dia tersenyum manis sementara matanya tetap dingin, menautkan lengannya pada lengan Kouji, dan kemudian berjalan pergi bersamanya.
Miyo akhirnya mengeluarkan napas yang telah dia tahan. Ketegangan di tubuhnya mulai mereda.
"Haruskah kita kembali, Nona?"
"Ya, ayo......"
Miyo tidak tahan untuk menghadap Yurie, yang telah berbicara tentangnya dengan begitu baik. Wanita yang lebih tua itu pasti telah menyaksikan setidaknya sebagian dari percakapan itu, melihat Miyo menerima pelecehan itu dengan menyedihkan tanpa melawan. Dan hal itu pasti membuatnya ragu apakah Miyo benar-benar cocok untuk Kiyoka. Semua hal kasar yang dilontarkan Kaya padanya adalah hal-hal yang sudah diketahui Miyo. Dia menyesal karena tidak bisa membela dirinya sendiri, tapi Kaya tidak meninggalkan luka baru yang belum ada. Kecuali bahwa sekarang dia telah mengembangkan ketakutan baru---ketakutan akan menjadi kekecewaan bagi Yurie. Meskipun Miyo sudah yakin sejak awal bahwa tawaran pernikahan itu akan sia-sia, namun membayangkan mendengar Yurie atau Kiyoka menyebutnya tidak layak saja sudah tak tertahankan.
Kegembiraan dan kebahagiaan yang dia rasakan sebelumnya saat dia membeli benang untuk hadiah Kiyoka telah tenggelam ke dalam lautan kesedihan di dalam hatinya. Aku membenci diriku sendiri. Aku benar-benar membenci diriku sendiri karena menjadi seperti ini.
Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun dalam perjalanan pulang. Merasakan bahwa Miyo tidak ingin berbicara, Yurie tidak mencoba untuk memulai percakapan. Dengan mata tertuju pada kakinya, Miyo berjalan dengan susah payah, tidak menyadari hiruk pikuk jalan utama yang sibuk, gang-gang kota, dan jalan pedesaan yang tenang. Sangat kontras dengan perasaannya yang gelap dan berat, daerah sekitarnya bermandikan cahaya matahari, dan lahan pertanian serta ladang tampak sangat tenang.
Yurie akhirnya berbicara kepada Miyo ketika mereka tiba di rumah.
"Nona, bagaimana kalau kita makan siang sekarang?"
"......Terima kasih, tapi saya tidak lapar."
"Tapi, Nona......"
"Terima kasih banyak telah menemani hari ini. Tolong jangan khawatirkan saya dan pergilah beristirahat."
Dia menghindari tatapan mata wanita tua itu, takut dengan apa yang akan dilihatnya. Meninggalkan Yurie di lorong, Miyo kembali ke kamarnya. Begitu dia menutup pintunya, dia merebahkan diri di lantai dan duduk sejenak di sana, menatap kosong ke arah tikar tatami.
Aku sangat tidak berguna. Mengapa dirinya seperti ini? Mengapa dia tidak ada gunanya? Orang lain memiliki banyak kualitas yang luar biasa, khususnya adik perempuannya, tetapi dia, dia tidak punya apa-apa. Yakin akan ketidakberdayaannya sendiri, dia tidak tahu bagaimana harus melangkah.
♢♢♢
Sekitar waktu Miyo dan Yurie kembali ke rumah Kiyoka, Kiyoka pergi mengunjungi kediaman Saimori. Ia masih khawatir tentang Miyo yang pergi ke kota tanpa dirinya, tapi Miyo membawa Yurie bersamanya. Bagaimanapun juga, ia harus berbicara dengan Shinichi.
Banyak keluarga kaya yang memiliki perkebunan di bagian kota tempat keluarga Saimori tinggal, tetapi rumah besar mereka menonjol dari yang lain. Berbeda dengan rumah keluarga yang dibangun oleh ayah Kiyoka---sebuah rumah besar bergaya Barat---ini adalah kediaman tradisional Jepang. Tua namun mewah. Ia membayangkan rumah itu berasal dari era sebelum kota ini menjadi ibu kota. Namun, ia tahu bahwa di balik eksterior yang elegan ini ada orang-orang yang busuk sampai ke intinya.
Seorang pelayan yang menunggunya di pintu gerbang membawanya ke rumah utama. Kiyoka memperhatikan kesopanannya yang berlebihan.
"Saya sudah menunggu Anda, Tuan Kudou."
Saimori Shinichi keluar untuk menyambutnya, sikapnya sungkan namun tetap ramah.
Sambutan yang cukup baik yang ia berikan padaku.
Apa pria ini tidak memahami situasinya? Apa ia benar-benar berpikir bahwa Kiyoka tidak menyadari bagaimana ia memperlakukan tunangannya di dalam tembok ini? Jika pria ini benar-benar berharap untuk membangun hubungan yang baik dengannya setelah apa yang telah ia lakukan, kurangnya karakter moralnya tidak membantu. Kemudian lagi, keluarga Saimori sudah lama tidak memiliki reputasi yang baik.
Mungkin persepsi mereka tentang dunia begitu miring sehingga mereka berasumsi bahwa semua orang akan memperlakukan Miyo seperti dara yang tidak berharga, termasuk Kiyoka. Atau mereka mengira Kiyoka telah membuangnya dengan cepat dan telah melupakan keberadaannya. Hanya dengan berspekulasi tentang bagaimana pikiran orang-orang ini bekerja membuatnya muak.
"Aku menghargaimu setuju untuk menerimaku dalam waktu sesingkat itu."
Butuh tekad yang kuat untuk menekan rasa bencinya pada Shinichi dan tetap bersikap sopan, tapi sekuat tenaga, ia tak bisa berbicara padanya dengan sikap ramah.
"Suatu kehormatan bagi saya karena Anda mau berkunjung. Silakan masuk ke dalam."
Kiyoka mengikuti Shinichi menyusuri lorong, melirik ke arah istrinya, Kanoko, saat ia melewatinya. Dia berdiri dengan rendah hati di belakang suaminya, tak terbaca. Tapi persona istri yang berbudi luhur yang dia kenakan membuat Kiyoka lebih marah daripada keburukan yang ia tahu ada di balik topengnya.
Mereka membawanya ke ruang penerimaan. Kiyoka duduk menghadap Shinichi di depan pemandangan halaman dalam yang terawat dengan baik dan pohon-pohon pinus yang rimbun dan menyenangkan di dalamnya. Shinichi berbicara terlebih dahulu.
"Baiklah, Tuan Kudou. Apa yang membawa Anda kemari pada kesempatan ini?"
"Anak perempuanmu, Miyo."
Memelototi Shinichi, Kiyoka menjelaskan urusannya tanpa basa-basi. Pria yang lebih tua itu mengerutkan kening dan mengangkat bahunya sebagai jawaban.
"Apa yang dia lakukan?"
Apa......? Apa yang salah dengan pria ini? Apa ia membayangkan Kiyoka datang untuk mengadukan Miyo daripada perlakuan ayahnya yang menghebohkan terhadapnya?
"Aku ingin secara resmi bertunangan dengannya sehingga kami bisa menikah dalam waktu yang tidak terlalu lama."
"Benarkah begitu?"
Shinichi menjawab setelah jeda panjang yang tidak wajar sebelum mengangguk, tampak tidak terpengaruh. Reaksi istrinya, yang duduk di pojok, tidak luput dari Kiyoka---ia mendengar tarikan nafasnya yang tajam, melihat matanya yang terbuka lebar.
"Aku juga ingin menggunakan kesempatan ini untuk menjelaskan masalah antara keluarga kita."
"Hmph. Apa masalahnya, secara spesifik?"
"Pria dengan status sepertiku diharapkan untuk memberikan kompensasi kepada keluarga pengantin wanita karena telah memberikan putri mereka. Namun, aku sangat enggan untuk menghormati kebiasaan ini dalam kasus ini."
Terlepas dari kebenciannya pada keluarga Saimori, Kiyoka menjelaskan semuanya secara tidak langsung untuk menghindari kesan kasar bahwa mereka tidak pantas mendapatkan keuntungan dari Miyo dengan cara apapun.
"Apa maksud Anda?"
"Tidak bisakah kamu menebaknya?"
Tatapannya mengeras, dan Shinichi memalingkan wajahnya.
"Anda bilang keluarga kami tidak akan menerima kompensasi? Tapi, Tuan Kudou---"
Kiyoka mengangkat tangannya untuk menghentikan protes pria itu. Kiyoka berharap ia bisa memutuskan hubungan antara keluarga mereka sesegera mungkin tanpa memberitahu Miyo bahwa ia telah menemui mereka. Sebenarnya, ia bisa saja dengan mudah membuat Shinichi menandatangani surat pernyataan resmi yang menyatakan bahwa keluarganya tidak akan pernah menghubungi Miyo atau siapa pun dari keluarga Kudou. Dan sementara itu akan memastikan ketenangan pikiran Miyo sejak saat itu, hal itu juga akan membuat Miyo tertutup. Kenangan tentang rumah ini akan menghantuinya selamanya. Itulah mengapa ia harus mengambil langkah ekstra.
"Ada satu syarat."
"......"
"Jika kamu meminta maaf secara langsung pada Miyo, aku akan memberikan mas kawin yang sangat murah hati."
Meskipun ekspresi Shinichi tidak berubah, tangannya mengepal. Sementara itu, Kanoko menggertakkan giginya dengan marah.
Kiyoka telah menyelidiki permasalahan keluarga mereka secara menyeluruh, jadi ia tahu bahwa status mereka tergantung pada seutas benang. Putri tercinta mereka, Kaya, terlahir dengan Penglihatan Roh, tapi kemampuan supernaturalnya tidak layak untuk diperhitungkan. Masih ada kemungkinan bahwa anak-anak Kaya sendiri mungkin akan menjadi seorang Gifted hebat, tapi jika tidak, keluarga Saimori tidak akan bisa lagi memenuhi peran mereka sebagai pengawal kaisar. Dilucuti dari hak istimewa dan tunjangan mereka, mereka harus bergantung pada kekayaan yang mereka kumpulkan untuk bertahan hidup, tetapi hanya ada begitu banyak hal yang harus dilakukan. Keluarga Tatsuishi yang memiliki hubungan dengan mereka juga menghadapi kesulitan yang sama, jadi mereka juga tidak akan banyak membantu. Mengingat hal ini, Shinichi seharusnya menerkam setiap bantuan yang bisa ia dapatkan.
"Anda ingin saya......meminta maaf?"
"Itu terserah padamu. Kalau kamu tidak mau, kita akhiri saja hubungan antara keluarga kita. Ingatlah bahwa aku mengetahui kebenaran tentang bagaimana kamu membesarkan Miyo."
"Shinichi......," Kanoko berbicara pada suaminya dengan memohon.
Kau menuai apa yang kau tabur. Tidak adanya hubungan darah tidak menjadi alasan untuk tidak merawat anak tirinya. Apapun keluhan yang Kanoko dan Shinichi miliki terhadap ibu Miyo, putrinya hanyalah seorang anak tak berdosa yang berhak mendapatkan keluarga yang penuh kasih untuk membesarkannya. Sebaliknya, mereka memperlakukannya sebagai pelampiasan rasa frustasi yang terpendam dan merenggut kehidupan yang seharusnya dia jalani. Ini bukan masalah sepele---kerusakan yang telah mereka lakukan akan sangat sulit untuk diperbaiki.
Kiyoka menunggu, melihat tetesan keringat muncul di dahi Shinichi. Pria yang lebih tua itu memejamkan matanya sejenak. Ketika ia membukanya, ia berbicara dengan suara yang lebih mirip erangan.
"Beri saya waktu untuk memikirkannya," Jawabnya.
"Baiklah. Tapi pastikan tidak terlalu lama."
"Tidak akan."
Tidak lagi menyembunyikan kebenciannya, Kiyoka berdiri untuk pergi. Bahu Shinichi bergetar karena marah. Ia tidak mengantar tamunya keluar.
Kaya telah menikmati berbelanja di kota, tapi ketika dia kembali ke rumah, dia segera menyadari ada yang aneh.
"Apa kita kedatangan tamu?"
Dia benar-benar tidak berminat untuk bertemu dengan mereka. Perjalanan belanja telah membuatnya agak gelisah. Meskipun dia tidak memiliki rasa tidak suka terhadap Miyo, bertemu dengan kakak tirinya di kota telah membuatnya terkejut. Namun, tidak ada yang bisa membangkitkan semangat Kaya selain bersikap kasar pada Miyo. Namun, kali ini tidak berjalan sesuai rencana, dan Kaya merasa ngeri hanya dengan memikirkannya. Tunangannya yang berusaha memihak Miyo adalah satu hal, tapi mengetahui bahwa Kudou belum juga mengusir Miyo membuatnya marah. Dia menemukan penghiburan dengan mengatakan pada dirinya sendiri bahwa Kudou telah mengizinkan Miyo tinggal di rumahnya hanya karena ia telah melupakan Miyo. Jika ia peduli, Miyo tidak akan berjalan-jalan di kota dengan berpakaian seperti orang miskin. Namun, hal itu masih saja mengganggunya.
"Kaya, tolong, tidak perlu marah."
"Kamu memang suka bicara, Kouji. Kamu sebegitunya menyukai kakakku? Tidak usah basa-basi lagi."
Dengan cemberut, dia berpaling dari Kouji. Kouji menurunkan bahunya dengan pasrah, dan mereka melanjutkan dalam keheningan.
Kenapa ia tidak mau mengatakan sesuatu sih?! Kenapa ia tidak mau menyangkal kalau ia menyukai Miyo?! Kalau ia membelai rambut Kaya sambil membisikkan kata-kata manis, mungkin dia akan memaafkannya. Benar-benar pria yang sangat tidak peka. Mungkin akan lebih baik untuk menolak ajakannya menikah. Kaya terus menjelek-jelekkan Kouji di dalam kepalanya hingga Kouji mengeluarkan suara terkejut.
"Ada apa?" Tanyanya. "Oh, mungkinkah itu tamu itu?"
Saat mereka memasuki rumah, mereka melihat seorang pria jangkung keluar dari ruang resepsi. Ia mengenakan seragam militer. Masih muda tetapi dengan banyak lencana yang menunjukkan pangkatnya yang tinggi. Mereka menundukkan kepala dengan pelan saat ia lewat agar tidak terlihat tidak sopan, tetapi Kaya mengangkat pandangannya tepat pada waktunya untuk menangkap wajah sang tamu.
Ia sangat memukau......
Ia memelototi Kaya dengan sangat dingin hingga Kaya tersentak, namun ketampanannya masih memikatnya. Meskipun ia sangat ramping dan anggun, ia tidak memberikan kesan sebagai pria yang lemah. Kaya tidak bisa mengalihkan pandangannya darinya saat pria itu berjalan pergi, gerakan tubuhnya begitu sempurna, rambutnya yang panjang bergoyang di setiap langkahnya. Kaya sangat terpesona.
Setelah mengunjungi rumah keluarga Saimori, Kiyoka sempat mampir ke tempat kerjanya sebelum pulang. Entah kenapa, Yurie masih ada di sana saat ia pulang, padahal biasanya dia sudah pergi. Dia dan Miyo keluar untuk menyambutnya, tapi tunangannya tidak terlihat seperti biasanya.
"Selamat datang kembali, Tuan Kudou."
"Selamat datang kembali, Tuan Muda."
Pikiran Miyo tampak melayang ke tempat lain. Yurie menatap Kiyoka seolah dia ingin mengatakan sesuatu tapi dilarang.
"Terima kasih," Jawabnya. "Apa ada yang salah?"
"Ya, Anda tahu---"
"Tidak," Miyo menyela dengan cepat sebelum Yurie sempat mengatakan sesuatu. "Maafkan saya karena telah membuat Anda khawatir. Semuanya baik-baik saja."
"Nona Miyo......"
Yurie protes, khawatir. Kiyoka mengerutkan kening. Miyo sudah lebih baik dalam menatap matanya saat mereka berbicara, namun sekarang dia menolak untuk menatap Kiyoka secara langsung. Seolah dia tiba-tiba kembali seperti saat dia berada di hari pertama di rumahnya.
"Apa terjadi sesuatu?" Kiyoka mendesak.
"Tidak, tidak ada apa-apa. Sekarang, saya permisi......"
Alih-alih makan malam bersamanya seperti biasa, dia kembali ke kamarnya tanpa mengangkat matanya dari lantai.
Itu jelas bukan "tidak ada apa-apa"..., Pikir Kiyoka.
Sekarang ia dan Yurie hanya berdua, ia berbalik untuk menanyakan hal itu. Wanita tua itu menundukkan kepalanya dengan sedih.
"Maafkan saya, Tuan Muda. Saya takut saya gagal melindungi Nona Miyo."
"Apa terjadi sesuatu saat kalian berada di kota?"
"Ya......"
Yurie memberitahunya bahwa Miyo telah menyelesaikan belanjaannya tanpa insiden apapun, tetapi saat Yurie meninggalkan sisinya sebentar, Miyo telah disapa oleh adik tirinya yang sombong. Kecewa, Kiyoka hampir mendecakkan lidahnya saat mendengarkan penjelasannya. Tidak menyangka hal ini akan terjadi saat ia berada di kediaman Saimori. Ia berharap ia bisa mengatakan sesuatu pada Kaya saat berpapasan dengannya di lorong. Kiyoka benar-benar telah menempatkan kereta di depan kuda dengan berbicara dengan ayah Miyo terlebih dahulu.
Tln : Menempatkan kereta di depan kuda, idiom yang artinya melakukan suatu tindakan atau langkah dengan cara yang salah atau terbalik
"Kecuali keluar untuk menyapa Anda barusan, dia mengurung diri di kamarnya sejak saat itu. Saya terus memiliki rasa khawatir. Itu sebabnya saya tidak pulang ke rumah."
Kiyoka belum memberi tahu Yurie tentang keluarga Miyo yang kejam. Ia tidak berniat merahasiakannya dari Yurie; sebaliknya, ia berharap Yurie dapat menggunakan informasi tersebut untuk membantu Miyo pulih dari traumanya, karena wanita tua itu menghabiskan lebih banyak waktu bersama Miyo daripada dirinya. Namun, ia tidak sempat melakukannya---sebuah kesalahan besar, jika dipikir-pikir. Pada saat itu, ia merasa tidak berdaya. Aku telah begitu bodoh.
Sekarang Kiyoka tidak tahu apa yang bisa ia katakan pada Miyo untuk menghiburnya. Meskipun ia telah menolak begitu banyak tawaran pernikahan, menganggap begitu banyak wanita yang tidak cocok untuknya, mungkin dirinya sendiri lah yang tidak cocok untuk menikah. Mungkin saat-saat seperti ini, ketika ia membeku karena ia tidak tahu harus berkata apa atau bagaimana, yang membuat orang-orang menyebutnya dingin dan tidak berperasaan.
Namun kali ini, ia tidak bisa membiarkan dirinya lumpuh dan tidak bisa berbuat apa-apa, karena ia benar-benar ingin melindungi Miyo. Ia ingin melihat Miyo tersenyum lagi, seperti yang Miyo lakukan saat Kiyoka menghadiahkan sisir itu.
"Apa yang bisa kulakukan untuk membangun kepercayaan dirinya?" Gumamnya.
"Sederhana saja." Yurie tersenyum. "Ada satu metode yang dijamin berhasil---membuatnya merasa dicintai. Tunjukkan padanya bahwa Anda mencintai dan menghargainya, dan itu akan memberikan jaminan yang lebih dari cukup."
"......"
Cinta? Apakah itu yang Kiyoka rasakan untuknya? Meskipun ia tidak yakin untuk mengakui perasaannya, setidaknya ia bisa jujur padanya tentang niatnya.
"Jika itu membuatnya merasa lebih baik......"
Ia akan menceritakan semuanya.
Hari sudah sangat malam, jadi ia mengantar Yurie kembali ke rumahnya. Ketika ia kembali, ia pergi menemui Miyo. Dia ada di kamarnya dan menutup pintu.
"Ini aku. Boleh aku masuk?"
Miyo membuka pintu sedikit dan mengintip dari celahnya.
"Maafkan saya, Tuan Kudou, tapi bisakah Anda mengizinkan saya untuk menyendiri?"
Yang mengejutkannya, Miyo tidak menangis atau terguncang. Suaranya normal, pelan tapi tenang. Namun, ia masih bisa melihat bahwa Miyo lebih sedih dari biasanya.
"Aku hanya ingin berbicara denganmu. Bisakah kau meluangkan waktu sebentar?"
"Maafkan saya."
Miyo menundukkan kepalanya ke bawah sehingga ia tidak bisa melihat wajahnya. Sepertinya ini bukan waktu yang tepat baginya untuk menyampaikan perasaannya sekarang ketika Miyo begitu kewalahan dengan perasaannya sendiri. Menghela napas, ia melirik kepala kecil Miyo, yang terus menunduk. Saat seseorang terluka, yang terbaik adalah tidak memaksanya untuk terbuka.
"Baiklah, aku tidak akan memaksa, kalau begitu."
"Saya berjanji tidak akan mengabaikan pekerjaan rumah."
"......Jangan khawatir tentang itu."
Miyo menundukkan kepalanya saat dia mencoba meredakan kekhawatiran Kiyoka.
"Biar kukatakan padamu......"
Miyo hendak menggeser pintu menutup lagi tetapi berhenti ketika Kiyoka berbicara padanya.
"Apa yang menggerogotimu di dalam dirimu akan segera membaik. Jangan biarkan hal itu menyiksamu."
Orang-orang terlahir dengan atau tanpa Gift. Tidak ada yang bisa mengubahnya, tetapi masih banyak hal lain yang bisa dipelajari oleh Miyo. Hampir semua sumber rasa rendah dirinya dapat diselesaikan, termasuk masalah keluarganya. Yang perlu dia lakukan hanyalah membuat pilihan. Kiyoka sudah membuat pilihannya sendiri.
"Kau selalu bisa bicara padaku tentang apapun."
Keinginannya untuk berbicara dengannya belum mereda, tetapi ia memaksa dirinya untuk tidak membicarakan hal itu untuk saat ini. Mungkin lebih baik ia menunggu sampai Miyo merasa nyaman dan siap.
"......Saya mengerti."
Jawaban Miyo sedikit terlambat. Suaranya tidak kuat, juga tidak lemah.
Memilih untuk mengganti pakaiannya nanti, Kiyoka malah pergi ke ruang kerjanya. Ia duduk sambil menghela nafas, melamun. Kemudian ia meraih pena dan alat tulisnya.
Musim bunga sakura telah berakhir, dengan bunga-bunga yang berganti dengan dedaunan segar. Sudah seminggu sejak Miyo mulai mengurung diri di kamarnya. Bagi Kiyoka, setiap hari itu terasa panjang dan menyedihkan. Miyo bahkan tidak mengantarnya pergi saat ia berangkat kerja atau keluar untuk menyambutnya saat ia kembali. Miyo membawa makanannya di kamarnya. Hari-hari Kiyoka menjadi tidak berwarna tanpa bertemu dengan Miyo, dan rumahnya---entah bagaimana---terasa lebih dingin.
Yang membuatnya semakin terpuruk adalah tidak adanya jawaban dari Saimori, ditambah dengan kemunculan makhluk-makhluk gaib yang tak henti-hentinya, yang dikirim seseorang untuk memata-matainya. Meskipun ia memiliki ide siapa yang mungkin berada di balik makhluk-makhluk itu, ia tidak membuat kemajuan dalam menemukan mereka atau menentukan motif mereka sejauh ini, jadi ia tidak bisa membuat kemajuan apa pun dalam hal itu. Sekali lagi, ia tiba di tempat kerjanya dengan suasana hati yang muram.
"Kelihatan murung hari ini, Komandan," Godou berkomentar sambil mengatur dokumen-dokumen di ruang kerja Kiyoka.
Kiyoka menyadari sebuah senyuman tersungging di bibir bawahannya. Ia merasa kesal karena Godou menganggap situasi itu lucu.
"Biar kutebak---ini tentang gadis itu. Dia adalah orang pertama yang kamu pertahankan selama ini. Koreksi aku jika aku salah, tapi kamu belum membuat sesuatu yang resmi dengannya, kan?"
"......"
"Aku tidak pernah menganggapmu sebagai pria yang akan muram karena seorang wanita. Dunia ini penuh dengan kejutan."
"......Uruslah urusanmu sendiri."
"Wanita yang mencuri hatimu pasti sangat istimewa. Aku ingin bertemu dengannya lagi."
"Cukup. Ini bukan sesuatu yang bisa dijadikan lelucon."
"Kenapa tidak?"
Berbicara dengan Godou sangat melelahkan. Ia selalu saja bermain-main.
"Yang lebih penting," Kata Kiyoka, "Bisa aku mengandalkanmu besok?"
Tangan kanannya yang cakap menyeringai.
"Tentu saja. Stasiun Pusat pada siang hari, lalu berkendara ke rumahmu. Jangan lupa tentang kompensasiku, tolong."
"Yakinlah aku tidak akan melupakannya."
"Kalau begitu, aku orang yang tepat untukmu."
Kiyoka sering meninggalkan kantornya pada siang hari akhir-akhir ini. Tentu saja, ia memastikan untuk mengajukan permintaan resmi dan mendapatkan izin dari atasannya setiap kali, tetapi ia masih merasa sedikit bersalah karena menambah beban kerja Godou dengan ketidakhadirannya. Untuk menebusnya, ia menawarkan untuk membayar ajudannya sedikit tambahan dari kantongnya sendiri. Godou malah meminta Kiyoka untuk membayar tagihannya selama tiga malam di sebuah izakaya populer di kota---sebuah kompensasi yang tidak seberapa bagi Kiyoka.
Ia memikirkan keesokan harinya, mencoba membayangkan reaksi Miyo dengan campuran cemas dan antisipasi, berharap Miyo akan senang.
Miyo sedang duduk diam di meja tulisnya, perlahan-lahan memintal benang. Dia sudah menguasai tekniknya, tetapi tidak siap dengan apa yang akan terjadi setelah dia menyelesaikannya. Karena itu dia bekerja dengan kecepatan siput untuk mengulur waktu.
Muak dengan Kaya yang mengingatkannya akan ketidakbergunaannya, Miyo menghindari memikirkan adik tirinya. Sebaliknya, dja memikirkan Kiyoka---kekuatannya, kebaikannya, ketampanannya. Meskipun dia merasa tidak pantas berada di samping pria yang luar biasa seperti Kiyoka, bersamanya begitu indah sehingga membuatnya berharap tidak akan pernah meninggalkan sisinya. Dia tahu dia harus mengatakan hal itu padanya. Bahwa dia harus melakukan segala upaya untuk menjadi berguna baginya. Meskipun dia mungkin tidak memiliki kekuatan khusus dan mungkin tidak dipilih sebagai pengantinnya, setidaknya dia bisa menjadi pelayannya dan mendukungnya dari belakang layar, seperti Yurie. Apapun yang terjadi, menunda hal yang tak terelakkan tidak akan mengubah apa pun.
Dia melirik ke sisi mejanya dan melihat ikat rambut yang sudah selesai dibuatnya. Itu adalah tali yang indah dengan jalinan yang menakjubkan. Hasil karya yang luar biasa untuk seorang amatir. Dia telah menyelesaikan hadiah yang ingin dia buat, jadi sekarang dia menggunakan sisa benang untuk membuat tali kepang lain dengan pola yang berbeda---sebuah alasan untuk tetap mengurung diri di kamarnya.
Saat kepalanya berdenyut-denyut karena kurang tidur, Miyo menghela napas. Sejak kedatangannya di rumah Kiyoka, dia sering mengalami mimpi buruk. Dia terbangun di tengah malam, diliputi rasa benci dan cemas, dan tidak bisa tidur kembali.
"Maafkan saya karena mengganggu Anda, Nona," Yurie memanggil dari balik pintu tepat ketika Miyo mulai merasa sedih lagi. Saat itu sudah lewat tengah hari, dan karena Miyo tidak makan siang, dia tidak tahu apa yang diinginkan Yurie darinya.
"......Apa ada sesuatu yang terjadi, Yurie?"
"Anda ada tamu, Nona. Maukah Anda menemuinya sekarang?"
Ada yang datang menemuiku? Siapa yang mau repot-repot mengunjunginya di rumah Kiyoka? Miyo tidak mengira itu adalah seseorang dari keluarganya, dan dia sudah lama kehilangan kontak dengan teman-teman yang dia miliki dari masa sekolahnya. Dia tidak bisa memikirkan orang lain yang akan mengetahui lokasinya.
"Ya, tolong biarkan dia masuk."
Siapa pun itu, tidak sopan jika menolak untuk menemuinya. Miyo mendengar pintu kamarnya bergeser terbuka, dan dia menoleh untuk melihat......dan tidak bisa mempercayai matanya.
"Sudah lama sekali, Nona Miyo."
Miyo sangat terkejut hingga suaranya tercekat di tenggorokannya. Meskipun wanita di ambang pintunya telah bertahun-tahun, wajahnya masih terlihat familiar.
"H-Hana......"
"Lihatlah Anda, Anda sudah dewasa."
Hana tersenyum padanya dengan kilatan air mata di matanya. Yurie membawakan bantal tambahan untuk tamu Miyo dan meninggalkan mereka berdua. Mereka duduk saling berhadapan, tetapi suasananya tegang, jadi mereka tidak tahu harus melihat ke mana.
Hana tidak berubah. Dia sedikit lebih kurus, tetapi Miyo mengenali ketenangan dan kelembutan di matanya. Namun, Miyo terlalu terkejut untuk bersukacita atas pertemuan kembali mereka. Hana telah menjadi pembantu kepercayaannya, dan kepergiannya terkait dengan kenangan mengerikan saat dikurung di gudang. Momen ketika dia tiba-tiba kehilangan orang yang selalu menjaganya.
Bertahun-tahun telah berlalu sejak saat itu. Ketika Saimori memecat Hana, Miyo merasa tidak berdaya, sendirian di lingkungan yang tidak bersahabat. Seolah-olah salah satu organ vitalnya telah dicungkil. Dia kehilangan keinginan untuk hidup. Seiring berjalannya waktu, dia menjadi terbiasa dengan kekosongan yang dialaminya. Karena dia tidak pernah berharap untuk bertemu Hana lagi, Miyo tidak membayangkan apa yang akan dia katakan padanya jika mereka bertemu kembali. Miyo tetap diam sampai Hana berbicara.
"Saya senang melihat Anda baik-baik saja, Nona Miyo."
"Ya, saya juga...," Hanya itu yang bisa Miyo katakan.
Hana sama hormatnya pada Miyo seperti saat dia masih menjadi pembantunya. Tapi sejak pengusiran Hana, Saimori telah mengajari Miyo untuk berbicara seperti seorang pelayan. Sekarang dia merasa sulit untuk berbicara secara normal.
"Saya sudah menikah sekarang," Kata Hana.
"Oh, um......Selamat."
"Saya juga punya anak. Suami saya berasal dari desa yang dekat dengan desa ayah saya. Kami bekerja di ladang kami bersama-sama. Saya cukup puas dengan kehidupan saya."
Saat itulah Miyo menyadari bahwa Hana lebih kecokelatan daripada yang dia ingat. Garis-garis samar menandai wajah Hana yang tersenyum. Dia selalu menjadi orang yang hangat, tapi sekarang dia tampak lebih keibuan dan lebih damai.
"Dan Anda, Nona Miyo? Apa Anda puas dengan kehidupan Anda?"
Hal itu membuat Miyo terdiam sejenak.
"Saya......"
Dia mengingat kembali semua yang telah terjadi sejak pindah ke rumah ini, tetapi dia tidak bisa menemukan jawaban untuk pertanyaan mantan pembantunya. Melihatnya ragu-ragu, Hana meletakkan tangannya di atas tangan Miyo, meletakkannya di atas lututnya, dan meremasnya dengan erat. Dia sering melakukan hal itu ketika Miyo masih kecil, jadi kehangatan tangannya terasa sangat familiar.
"Maafkan saya, saya tidak bisa berada di sana untuk Anda saat Anda sangat menderita."
"Hana......"
"Karena saya tidak bisa membantu Anda selama ini, saya pikir saya tidak pantas menemui Anda," Curhatnya, wajahnya berkerut karena penyesalan yang tulus. "Tapi tahukah Anda mengapa saya memutuskan untuk datang?"
Mata mereka bertemu.
"Karena saya ingin melihat Anda bahagia. Saya ingin melihat gadis kecil saya yang berharga yang telah mengalami begitu banyak kesulitan akhirnya tersenyum bahagia."
"......"
Sesuatu menusuk di dalam hidung Miyo. Dia tidak ingin Hana melihat betapa rendahnya dia telah jatuh, menyadari bahwa dia tidak lagi menjadi "Gadis kecilnya yang berharga." Dia tak ingin membebani wanita yang telah merawatnya saat dia kehilangan ibunya, yang telah memperlakukannya dengan kehangatan yang tulus.
"Tapi, Hana, saya......"
Miyo sempat putus asa saat keluarganya memutuskan untuk menawarkannya sebagai pengantin kepada keluarga Kudou. Namun tunangannya, meskipun pada awalnya menakutkan, telah terbukti sebagai pria yang baik hati. Dia merasa betah di kediamannya dan telah menemukan seorang teman, Yurie. Dia mengalami kebahagiaan yang tidak pernah dia bayangkan ketika dia tinggal bersama keluarganya. Namun......
"Hana, saya tidak memiliki Gift. Juga Penglihatan Roh, tidak ada." Suaranya bergetar. "Jadi saya tidak layak menikah dengan Tuan Kudou. Saya tidak akan bisa tinggal di sini lebih lama lagi."
Wajah Hana menjadi kabur. Miyo menggigit bibirnya untuk menahan tangisnya. Mengutarakan perasaannya dengan lantang membuatnya semakin sakit. Dia tidak ingin pergi, dan bukan hanya karena dia tidak punya tempat lain untuk pergi.
"Nona......"
Miyo terdiam, takut dia tidak akan bisa menahan air matanya jika dia mengatakan sesuatu lagi. Hana mengawasinya, prihatin.
"......Izinkan saya bertanya, Nona Miyo," Bisik Hana setelah beberapa saat. "Menurut Anda bagaimana saya bisa datang dan menemui Anda hari ini?"
"Eh?"
"Beberapa waktu setelah pemecatan saya, saya pergi ke rumah Anda lagi dan memohon untuk dipekerjakan kembali, tapi mereka menolak saya mentah-mentah. Putus asa untuk mengetahui kabar Anda, saya bertanya kepada pelayan lain yang pernah bekerja dengan saya tentang Anda. Namun, tak peduli seberapa besar saya memohon, mereka hanya menatap saya dengan cemberut dan tutup mulut. Saya tidak punya pilihan selain kembali ke kampung halaman saya. Atas saran orang tua saya, saya menikah dengan pria yang sekarang menjadi suami saya. Jadi bagaimana saya, yang tidak memiliki hubungan dengan keluarga Anda atau siapa pun di ibu kota, bisa datang dan menemukan Anda di sini?"
"Saya......saya tidak tahu..."
Miyo tahu bahwa Hana sangat menyayanginya, tetapi mantan pembantunya itu tidak mungkin menemukan Miyo dengan kekuatannya sendiri, tak peduli seberapa keras dia berusaha. Seseorang pasti telah memberitahunya bahwa keluarga Miyo telah mengirimnya ke sini.
"Ketika saya menerima surat itu dan melihat dari siapa surat itu berasal, saya pikir itu pasti sebuah kesalahan. Mengapa seorang bangsawan menulis surat kepada saya, orang biasa? Nona, Tuan Kudou ini benar-benar memiliki hati emas."
Itu adalah satu-satunya kemungkinan, tentu saja. Tidak ada orang lain yang mau bersusah payah mencari Hana dan membawanya kemari.
"Itu ia......"
Itu hanya mungkin Kiyoka. Sebelumnya, ia telah mengatakan padanya, "Apa yang membuatmu sakit di dalam---itu akan segera membaik. Jangan biarkan hal itu menyiksamu." Ia pasti sudah mencari tahu latar belakang Hana dan tidak meninggalkan satu hal pun yang terlewatkan. Dan jika ia tahu tentang Hana, maka ia pasti tahu semua tentang Miyo. Jadi ketika ia mengatakan itu, apa maksudnya itu......?
Bahwa aku tidak perlu khawatir tentang pernikahan karena hal itu tidak akan pernah terjadi, karena aku tidak memiliki Gift?
Terlepas dari kecenderungannya untuk mengasumsikan yang terburuk, dia telah sedikit mengenal Kiyoka. Meskipun dia tidak tahu seperti apa pria itu di tempat kerja, pria itu selalu baik saat bersamanya. Jadi tidak mungkin itu.
"......Hana, apa saya telah berada dibawah kesan yang salah selama ini?"
"Nona?"
"Tidak seperti Kaya, saya tidak memiliki Penglihatan Roh atau kemampuan supranatural lainnya...saya selalu percaya bahwa saya tidak berharga karena itu."
Memiliki Gift atau tidak menentukan nasibmu. Sebagai seseorang yang terlahir tanpa itu, Miyo ditakdirkan untuk mendapatkan perlakuan yang buruk dari keluarganya. Bukankah itu yang telah dia internalisasikan pada suatu titik dalam hidupnya? Dia tidak bisa menyangkalnya.
"Saya takut untuk mengatakan kepada Tuan Kudou bahwa saya tidak memiliki Gift. Saya pikir hal itu akan membuat masa bahagia yang singkat dalam hidup saya berakhir. Saya sangat yakin ia akan segera menyingkirkan saya jika ia tahu."
Tidak terpikir olehnya bahwa pemikiran ini hanya akan berlaku jika Kiyoka seperti ayahnya, yang baginya Gift itu sangat penting. Miyo seharusnya berbicara jujur pada Kiyoka lebih awal, bukan untuk mempercepat apa yang dia pikir tak terelakkan - membuangnya ke jalanan - tetapi untuk mengetahui apakah ia serius untuk menikahi Miyo. Butuh waktu selama ini baginya untuk memahami hal itu.
"Saya......"
Dia melirik ke mejanya, pada tali yang sedang dia pintal dan ikat rambut yang sudah jadi di sebelahnya, yang keduanya dia buat untuk Kiyoka. Hana meremas tangannya, dan Miyo berbalik ke arahnya, menyadari tatapan serius di matanya.
"Kuatkanlah hati Anda, Nona Miyo. Tuan Kudou sedang menunggu Anda."
"......!"
"Anda akan baik-baik saja. Dan bagaimanapun keadaannya, ketahuilah bahwa saya akan datang membantu saat ini jika Anda membutuhkannya."
"Terima kasih, Hana."
Miyo memeluknya seperti seorang gadis kecil yang berpelukan dengan ibunya. Itu membawa kembali kenangan. Dia sering meringkuk di dekat Hana dan membenamkan wajahnya di dada Hana setiap kali dia ingin menangis. Saat Hana dengan lembut membelai rambut Miyo, tangannya yang hangat terasa seperti yang dia ingat.
"Aku......aku akan mencoba yang terbaik."
Dia khawatir tentang apa yang akan dikatakan Kiyoka, bahkan takut. Tetapi dia harus menemukan keberanian untuk berbicara dengannya, bahkan jika dia harus melakukannya selangkah demi selangkah. Pertama dan terutama, dia harus berhenti bersembunyi di kamarnya.
Dunia terasa lebih cerah ketika dia melepaskan diri dari pelukan Hana. Sambil meraih ikat rambutnya, dia meninggalkan kamarnya dengan tergesa-gesa.
Biasanya Kiyoka akan berada di tempat kerja pada saat itu, tetapi Miyo begitu fokus pada apa yang harus dia lakukan sehingga tidak terlintas dalam pikirannya. Ketika dia membuka pintu ke ruang keluarga, dia yakin dia akan menemukannya di sana.
"Tuan Kudou!"
Suaranya terdengar lebih keras dari yang dia duga. Kiyoka menatapnya, terkejut. Dikombinasikan dengan rambutnya yang tergerai tak karuan di atas bahu dan pakaiannya yang kasual, ekspresinya sedikit lucu. Entah bagaimana, hanya itu yang Miyo butuhkan untuk meyakinkannya.
"Ada apa tiba-tiba?" Tanyanya.
Tidak seperti biasanya, mata Kiyoka mengalihkan pandangan dari Miyo, seakan-akan ia tidak yakin dengan dirinya sendiri. Miyo lah yang sangat takut dengan percakapan ini, tapi sekarang sepertinya yang terjadi adalah sebaliknya. Dia duduk di sebelah Kiyoka, memegang ikat rambut di tangannya.
"Tuan Kudou, ada sesuatu yang luput untuk saya beritahukan pada Anda."
Jantungnya berdebar-debar, dan dia berkeringat dingin. Sesulit apapun itu untuk menatap matanya, tidak ada jalan untuk kembali sekarang. Dia harus menyelesaikan apa yang telah dia mulai. Dan seperti yang dikatakan Hana padanya, Kiyoka menunggu dengan sabar sampai dia memulainya.
"Saya......saya......"
"......"
"......Saya tidak memiliki Gift."
Begitu dia memulai, kata-kata itu mengalir dengan cepat saat dia menyuarakan apa yang selama ini sangat dia takuti untuk diakui. Dia memaksa dirinya untuk tidak menangis.
"Saya tidak memiliki Penglihatan Roh. Kedua orang tua saya berasal dari garis keturunan Gifted, tapi saya tidak mewarisi apapun."
"......"
"Mengenai pendidikan saya, saya hanya tamat SD. Keluarga saya memaksa saya untuk bekerja pada mereka sebagai pembantu. Karena saya tidak pernah mendapat bimbingan belajar, saya tidak bisa melakukan apa pun yang Anda harapkan dari seorang putri dari keluarga kaya. Dan penampilan saya......yah, tidak ada yang bisa dibicarakan di sana. Itulah alasan mengapa saya tidak pantas menjadi istri Anda."
Semakin dia melanjutkan, dia semakin sedih. Seperti seorang anak yang dimarahi, dia semakin mengurung diri. Namun, dia melanjutkan dengan sungguh-sungguh.
"Saya sangat mengerti jika Anda marah kepada saya, Tuan Kudou. Karena dengan egois menyembunyikan kebenaran dari Anda, karena saya tidak ingin diusir......"
Miyo telah berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan menangis, tetapi air mata mulai menggenang di matanya. Dia hampir saja terisak.
"Jika Anda menyuruh saya mati, saya akan bunuh diri. Jika Anda menyuruh saya meninggalkan rumah Anda, saya akan segera pergi."
"......"
"Saya membuat ini untuk Anda sebagai tanda terima kasih dan permintaan maaf. Jika Anda tidak membutuhkannya, silakan buang atau bakar saja."
Sambil meletakkan ikat rambut di lantai di depannya, dia berlutut dan membungkuk, dengan rendah hati seperti saat pertama kali bertemu dengannya.
"Terima kasih untuk semua yang telah Anda lakukan untuk saya. Saya tidak punya rahasia lagi. Tolong katakan pada saya apa yang ingin Anda lakukan pada saya."
Kiyoka tidak langsung menjawab. Terlalu takut untuk menatapnya, Miyo menunggu dalam diam dengan mata terpejam.
"Berapa lama lagi kau berniat untuk bersujud?"
Dia pernah mendengar kata-kata yang sama sebelumnya. Saat dia mendongak dengan terkejut, dia melihat Kiyoka menyeringai nakal. Dia melihat sekilas hanya sesaat sebelum penglihatannya tiba-tiba dikaburkan.
"Akan menjadi masalah jika kau pergi sekarang, karena aku akan meresmikan pertunangan kita."
Miyo merasakan tangan besar Kiyoka di bagian belakang kepalanya, menghirup aroma samar yang dia sukai. Dia menyadari bahwa pria itu telah memeluknya dengan erat dan menempelkan kepalanya ke dadanya. Hal itu, dan apa yang baru saja dikatakannya tentang keinginan untuk bertunangan dengannya, membuat kepalanya pusing.
"T-Tuan Kudou......"
"Apa kau tidak suka itu? Apa kau tidak ingin tinggal bersamaku di sini?"
Tentu saja aku ingin......Sekarang jantungnya berdegup kencang untuk alasan yang berbeda. Pipinya, yang telah menjadi pucat karena cemas, memerah dan menjadi sangat panas sehingga dia berpikir uap akan keluar dari sana. Dengan lidah terikat, dia tetap berada dalam pelukannya sampai dia mendengar tarikan napas yang tajam, seolah-olah dia telah sadar. Ketika Kiyoka melepaskannya, dia melihat telinga Kiyoka memerah.
"Saya......um......"
Dia merasa sangat malu, sulit untuk berbicara, tetapi dia tahu dia harus menyampaikan apa yang diinginkan hatinya. Untuk menyelesaikan apa yang telah dia mulai, dia harus mengumpulkan lebih banyak keberanian.
"Saya ingin tinggal bersama Anda, jika Anda mengizinkannya."
"Mengizinkannya?" Kiyoka terkekeh. "Aku ingin tinggal hanya bersamamu. Tidak dengan orang lain."
"......!"
Bahkan setelah ia mengetahui semuanya, Kiyoka masih menginginkannya. Sukacita memenuhi dada Miyo, dan dia kembali meneteskan air mata. Jika seseorang mengatakan padanya bahwa semua kesulitan dan penderitaan yang dia alami hanya untuk momen ini, dia akan berpikir bahwa semua itu tidak sia-sia. Pengorbanan yang terpaksa dia lakukan sepertinya merupakan harga yang kecil untuk dibayar untuk bersama pria ini.
"Miyo." Ia menyebut namanya untuk pertama kalinya dengan suara yang begitu lembut sehingga mendengarnya saja sudah merupakan kebahagiaan tersendiri. "Maukah kamu mengikatkan rambutku untukku?"
"Ya......dengan senang hati."
Kiyoka mengambil ikat rambut itu dan menyerahkannya pada Miyo. Miyo bangkit dan berlutut lalu bergerak ke belakangnya. Rambutnya sangat indah, lembut dan berkilau seperti sutra. Dia menahan desahan iri. Tangannya gemetar, seolah-olah dia sedang memegang sesuatu yang sangat berharga.
"S-Saya sudah selesai."
Miyo telah mengikat rambutnya dengan longgar di belakang dan membawanya ke depan melewati bahunya sehingga ia bisa melihat jalinan rambutnya. Itu terlihat lebih baik pada rambutnya yang terang daripada yang dia bayangkan. Warna yang dipilihnya adalah ungu---anggun namun lembut, seperti dirinya.
"Itu adalah warna yang cantik."
Sambil memegang salah satu ujung tali di antara ibu jari dan telunjuknya, ia tersenyum.
Ya ampun......rasanya jantungku seperti mau meledak keluar dari dada......
Namun, kali ini, bukan karena rasa takut.
"Terima kasih. Aku akan menjaganya."
"S-Saya senang Anda menyukainya."
Menyadari bahwa dia telah membuatnya senang adalah hal yang terlalu berlebihan baginya, membuatnya gagap. Diaa dalam keadaan bahagia, berterima kasih pada takdir yang telah membawa dirinya ke rumahnya, yang telah mengijinkan dirinya bertemu dengannya.
Beberapa saat kemudian, ketika rasa malu sudah tidak lagi mewarnai wajah mereka dan suasana yang tenang mulai menyelimuti mereka, Hana datang dan mengumumkan bahwa dia akan pulang ke rumah. Bersama Yurie, mereka semua menuju pintu depan untuk mengantarnya pulang. Yurie menemani Hana sementara Miyo berbicara dengan Kiyoka, dan mereka menikmati waktu yang menyenangkan sambil minum teh. Miyo merasa sangat bersalah karena telah mengabaikan tamunya dan meninggalkannya pada Yurie setelah dia datang jauh-jauh.
"Kamu sudah mau pergi......?"
"Ya, tapi saya tidak akan langsung kembali ke desa saya---sudah lama sekali saya tidak berada di kota ini, jadi saya pikir akan lebih baik untuk berjalan-jalan sebentar. Tuan Kudou telah mengatur penginapan yang bagus untuk saya."
Perhatian dan kemurahan hati Kiyoka yang begitu besar membuat Miyo terkejut. Meskipun dia merasa berhutang budi padanya, dia tahu Kiyoka akan menyuruhnya untuk tidak mengkhawatirkannya. Dia bahkan menyuruh ajudannya, Godou, mengantar Hana kemari dari stasiun......Dia membuat sebuah resolusi rahasia untuk menemukan cara untuk menebusnya pada Kiyoka, tak peduli bagaimana Kiyoka akan menolaknya.
"Saya harap kita bisa bertemu lagi, Nona Miyo. Ada banyak hal yang ingin saya bicarakan dengan Anda."
"Aku juga ingin bertemu denganmu lagi, Hana."
Tidak lagi menjadi pelayan dan majikan, hubungan mereka yang baru membuka berbagai kemungkinan. Mereka bisa pergi berbelanja atau makan kapan saja.
"Hana, terima kasih banyak sudah datang dan memberikan nasihat. Jika bukan karena kamu, aku masih akan bersembunyi di kamarku."
"Saya senang bisa membantu. Senang sekali bisa berbicara dengan Anda lagi setelah bertahun-tahun, sekarang Anda bukan lagi seorang anak kecil tetapi seorang wanita muda yang cantik."
Sambil tersenyum, mereka saling meremas tangan satu sama lain. Tak satu pun dari mereka yang sanggup mengucapkan selamat tinggal. Tiba-tiba, mereka mendengar suara mesin, dan sebuah mobil berhenti di depan rumah.
"Itu pasti Godou," Kata Kiyoka sebelum menyapa tamu itu. "Maaf karena kau yang menyetir hari ini."
"Tidak masalah, Komandan. Itu sudah kita sepakati."
Godou menjulurkan kepalanya ke luar jendela di sisi pengemudi. Ia datang untuk menjemput Hana dan terlihat santai seperti saat pertama kali Miyo bertemu dengannya. Jika bukan karena seragamnya, tidak akan ada yang menduga ia adalah bagian dari Unit Khusus Anti-Grotesquerie yang elit.
"Apa kau diikuti?"
"Kurasa tidak. Sepertinya kita berhasil menghindari mereka hari ini."
Para wanita itu tidak mendengar percakapan bisik-bisik Kiyoka dan Godou. Kiyoka telah memberikan tugas ini pada ajudannya alih-alih mengurusnya sendiri karena ia tidak ingin siapapun yang memata-matai dirinya mengetahui tentang Hana. Tidak ada orang lain yang perlu terlibat.
"Masuklah ke dalam mobil, Nyonya!"
"Terima kasih, Tuan Godou."
Miyo tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Hana saat dia masuk ke dalam mobil. Ketika dia mendapati Godou menatapnya, dia membungkuk dalam-dalam dengan rasa terima kasih. Ia tersenyum manis padanya, lalu melambaikan tangan sebelum kembali masuk ke dalam mobil.
"...... Jangan terlihat sedih. Kamu bebas untuk bertemu dengan siapapun yang kamu inginkan, kapanpun kamu mau."
Kiyoka meletakkan tangannya di pundaknya saat mereka melihat mobil itu melaju pergi. Apa aku terlihat sedih? Dia menyentuh wajahnya dengan kedua tangannya, seolah-olah mencoba mengukur ekspresinya sendiri.
"Terima kasih, Tuan Kudou......"
"Jangan khawatir tentang hal itu."
Miyo yakin ia mengerti semua yang dia ucapkan terima kasih padanya. Tapi jawabannya begitu singkat dan dia tak bisa menahan senyum.
♢♢♢
Menghirup udara melalui giginya karena kesal, Tatsuishi Minoru meremas-remas familiar burung kertas yang kembali tanpa membawa apa-apa setelah gagal melacak targetnya. Pada awalnya, semua familiar miliknya telah terbakar menjadi abu, jadi ia lebih berhati-hati. Menjaga jarak telah terbukti berhasil sebagian---tidak ada satupun dari mereka yang dihancurkan, tetapi mereka juga tidak pernah berhasil mengumpulkan informasi yang diinginkan Minoru. Kiyoka sepertinya mempermainkan mereka.
Meskipun Minoru lebih tertarik pada Miyo, ia masih belum berhasil mendekatkan familiarnya dengan gadis itu.
"Apa kamu percaya Miyo belum diusir dari rumah Kudou? Aku tidak tahu bagaimana dia mengaturnya. Mungkin dia akan menjadi pelayan yang baik. Pasti itu alasan ia memeliharanya, berdasarkan pakaiannya," Kaya mengeluh padanya saat berkunjung.
Minoru tidak dapat memverifikasi kebenaran klaim Kaya. Namun, mungkin ia bisa memanfaatkan anak manja ini untuk keuntungannya. Sejak pertunangannya dengan Kouji, Kaya sering berbagi gosip dengan calon ayah mertuanya, dan beberapa informasi yang ia dapatkan sangat berharga.
"Kouji benar-benar membuatku kesal pada hari itu. Ia selalu memihak Miyo!"
Kemudian dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa dia telah melihat seseorang yang luar biasa pada hari itu juga. Pria yang dia gambarkan dengan mata menerawang dan pipi yang memerah itu tidak diragukan lagi adalah Kudou Kiyoka. Jadi ia memang mengunjungi Saimori. Minoru tidak bisa memastikan apa yang dibicarakan Kiyoka dengan kepala keluarga Saimori, tapi berdasarkan kesan Kaya, ia datang untuk mengeluh tentang pengantin wanita menyedihkan yang mereka kirimkan padanya. Sejak kunjungannya, suasana di rumah Saimori menjadi lebih suram daripada sebelumnya, jadi mungkin ia menuntut pembayaran sebagai kompensasi atas insiden itu.
Mereka akan terhindar dari masalah, kalau saja mereka menawarkan Miyo kepada anakku.
Tanpa menyadari kesalahannya sendiri, ia mengutuk keluarga Saimori atas kebodohan mereka. Tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Ditolak oleh Kiyoka, tak lama lagi Miyo akan tersedia untuk keluarga Tatsuishi. Kemudian semuanya akan jatuh ke tempatnya. Minoru menyeringai tipis pada dirinya sendiri, tak menyangka sedikitpun bahwa Kiyoka telah pergi menemui keluarga Saimori untuk meminang Miyo secara resmi.
♢♢♢
Seminggu telah berlalu sejak kunjungan Hana. Sore itu adalah sore yang menyenangkan di awal musim panas berkat angin sepoi-sepoi yang menjaga agar tidak terlalu panas.
Saat Miyo selesai mengenakan kimononya dengan mengikat selempangnya dengan erat, dia merasa seolah-olah dia terlahir kembali. Kimono, selempang, dan semua aksesori yang menyertai pakaiannya adalah pakaian baru dan berkualitas tinggi.
Aku terlihat sedikit mirip dengannya, kurasa. Bayangan Miyo di cermin tidak jauh berbeda dengan bagaimana dia melihat ibunya dalam mimpi, mengenakan kimono berwarna merah muda bunga sakura seperti yang dia kenakan sekarang. Tubuhnya yang kurus tidak lagi terlihat tidak sehat, kulitnya telah membaik, dan bahkan rambutnya mulai menunjukkan tanda-tanda berkilau.
Miyo tidak akan pernah melupakan momen ketika Kiyoka memberinya kimono yang sangat mirip dengan kenang-kenangan yang hilang dari ibunya. Itu sudah cukup membuatnya bahagia karena dia telah memiliki beberapa kimono yang dibuat untuknya, tetapi di atas semua itu, Kiyoka juga memilih kimono merah muda ini untuknya karena ia pikir kimono ini paling cocok untuk Miyo. Keiko, pemilik Suzushima, telah memberitahukan hal ini kepadanya secara diam-diam. Pada awalnya, dia merasakan dorongan yang tidak masuk akal untuk memarahinya karena telah berusaha keras untuk menyenangkan hatinya, tetapi kegembiraan yang dirasakannya telah membuatnya tidak bisa berkata-kata. Sejak saat itu, dia akan bersinar cerah setiap kali dia melirik kimono tersebut---pemandangan yang sangat tidak biasa sehingga pasti mengejutkan semua orang.
Miyo bersiap-siap untuk menerima tamu hari itu. Dia mengundang Godou untuk makan malam sebagai ucapan terima kasih karena telah mengantar Hana saat dia berkunjung. Meskipun dia tidak yakin apakah dia bisa menjadi nyonya rumah yang baik, karena Godou hampir tidak dikenalnya, dia bertanya pada Kiyoka tentang makanan yang disukai oleh ajudannya dan memasaknya.
Aku harap Tuan Godou menikmati makan malamnya. Menyesali hal itu tidak akan membantu.
Miyo merias wajahnya dengan riasan tipis seperti yang diajarkan Yurie sebelum bergegas ke dapur untuk menyiapkan makan malam.
"Aah, ini akan menjadi malam yang luar biasa," Godou mengumumkan dengan riang.
Kiyoka sedang dalam perjalanan pulang dari kantor dengan ajudannya di kursi penumpang. Ia menatap pria itu dengan tatapan tajam.
"Kupikir aku sudah menyelesaikannya denganmu dengan membayar makanan dan minumanmu di bar. Kita sudah sepakat."
"Miyo-mu akan menjadi istri yang baik dan bijaksana."
"Sejak kapan kau menggunakan nama belakang dengannya?"
Keakraban santai Godou mulai membuat Kiyoka kesal.
"Apa, apa kamu cemburu?"
"Tentu saja tidak. Tapi semakin lama semakin sulit untuk tidak memukulmu."
"Itu namanya cemburu, Komandan!"
Godou secara teatrikal meratap bahwa atasannya yang brutal itu berencana untuk membunuhnya. Sementara itu, Kiyoka mempertimbangkan untuk menendangnya keluar dari mobil agar ia tidak perlu menanggung kejenakaannya.
Ia terkejut ketika Miyo mengumumkan bahwa dia ingin mengundang Godou untuk makan malam, karena ia tidak menyangka Miyo ingin bertemu dengan siapa pun. Setelah sekian lama mengurung diri di rumah, dia menjadi terlalu malu pada dirinya sendiri untuk mencari kontak dengan orang lain. Namun, sekarang setelah masa depannya tidak lagi tidak pasti dan dia tidak lagi terlihat kelaparan dan dilecehkan, dia pasti sudah mendapatkan kembali rasa percaya dirinya. Hal itu membuat Kiyoka bahagia.
"Apa kamu kehilangan familiar yang membuntutimu?" Godou bertanya.
"Tentu saja. Aku bukan seorang amatir."
Godou menoleh untuk melihat ke luar jendela spion. Sebuah familiar kertas akan muncul di sekitar Kiyoka untuk memata-matai ia setiap hari tanpa gagal, tapi saat ini mereka terlihat jelas. Menghindari mata-mata manusia bisa jadi sulit, tapi familiar sepele seperti itu dengan mudahnya tidak tercium. Kiyoka telah mengelilingi rumahnya dengan penghalang tak terlihat yang tak bisa ditembus oleh familiar kertas, dan ketika Hana berkunjung, ia telah mengambil setiap tindakan pencegahan untuk memastikan mata-mata itu tidak ada yang tahu.
"Aku tidak bermaksud meragukan kemampuanmu, Komandan. Seharusnya aku tidak perlu bertanya," Godou mengakui. "Harus kukatakan, para Gifted memiliki kemampuan yang sangat menyedihkan akhir-akhir ini."
"Dengan semakin sedikitnya Grotesqueries, mereka tidak perlu mengasah kemampuan mereka."
Karena pengaruh budaya Barat dan kemajuan teknologi di kekaisaran, semakin banyak orang yang menyangkal keberadaan Grotesqueries, yang jumlahnya juga mulai berkurang. Akibatnya, permintaan akan pengguna Gift berbakat yang bisa memburu makhluk-makhluk seperti itu menurun.
"Apa yang mereka katakan---bahwa Grotesqueries adalah ilusi? Isapan jempol dari imajinasi? Itu tidak sepenuhnya salah," Kata Godou.
"Memang."
Grotesqueries muncul ketika orang-orang mengaitkan fenomena yang tidak mereka pahami dengan monster. Jika cukup banyak orang yang takut akan hal yang sama, gabungan ketakutan mereka memiliki kekuatan untuk mewujudkan bentuk-bentuk tersebut secara fisik. Namun, dengan munculnya pemikiran ilmiah, orang-orang mulai mencari penjelasan logis untuk dunia di sekitar mereka. Karena ketakutan akan hal-hal gaib sudah tidak terlalu umum, maka Grotesqueries pun berkurang.
"Selalu merupakan hal yang baik untuk mengurangi pekerjaan," komentar Godou.
Dengan situasi seperti itu, tidak dapat dihindari bahwa keluarga-keluarga Gifted yang tidak memiliki bakat penting akan menjadi kurang mahir dalam menggunakannya. Bahkan Kiyoka, yang dirayakan sebagai yang terbaik di generasinya, tidak akan berada di antara para pengguna Gift terbaik di masa lalu.
"Di sinilah kita. Keluarlah."
Mereka telah tiba di pondok Kiyoka. Muak dengan ajudannya, yang menghabiskan perjalanan dengan mengobrol sementara atasannya menyetir, Kiyoka mendorongnya keluar dari mobil. Godou tersentak kaget dan dengan cepat berbalik untuk mengeluh.
"Pertahankan kebrutalan ini, dan aku akan memberitahukannya pada Miyo!"
"Oh, benarkah?......Sepertinya aku harus memastikan kau tidak bicara."
"Tidak, tunggu, tidak perlu......"
Godou menjadi pucat. Kiyoka hanya bercanda, tentu saja, tapi ajudannya itu memang suka memamerkan kemampuan aktingnya. Kiyoka menghela napas.
Miyo menunggu di teras seperti biasa. Yurie tidak ada di sana, jadi dia pasti sudah pulang.
"Selamat datang kembali, Tuan Kudou. Tuan Godou, terima kasih banyak sudah berkunjung."
Miyo menangkupkan kedua tangannya dan membungkuk perlahan. Dia terlihat cantik dengan kimononya yang indah. Kiyoka telah memaksanya untuk menerimanya sebagai imbalan atas ikat rambut buatan tangan yang diberikannya. Warna merah muda pucat, sangat cocok untuknya seperti yang ia bayangkan. Kulit Miyo terlihat lebih sehat sekarang, dan dia mengenakan rona merah tipis di pipinya. Rambutnya yang disisir rapi, hitam dan mengkilap seperti sayap gagak, diikat longgar ke belakang. Meskipun pergelangan tangan yang menyembul dari lengan bajunya masih tipis dan rapuh, dia tidak lagi terlihat kekurangan gizi.
Kiyoka menganggap perubahannya sangat mempesona. Seolah-olah kerikil yang ditemukan di pinggir jalan menyembunyikan batu permata di dalamnya. Keiko memang benar tentang dirinya. Yang membuat Kiyoka jengkel, ia merasa hampir berterima kasih pada Saimori karena secara tidak sengaja telah memberinya pengantin yang sempurna.
"Tuan Kudou? Apa ada yang salah?"
"Tidak, aku......hanya berpikir bahwa kamu terlihat sangat cantik dengan kimono ini."
Ia langsung merasa malu karena mengatakannya dengan lantang. Apa yang merasuk ke dalam diriku?
Saat melihat pipi Miyo memerah, ia merasa ingin berlari dan bersembunyi. Ia juga ingin menendang Godou, yang menatapnya seolah-olah mengatakan bahwa ia akan meninggalkan kedua sejoli itu, tetapi tentu saja, ia tidak bisa melakukan itu di depan Miyo. Hati Kiyoka sudah tidak menjadi miliknya lagi akhir-akhir ini. Itu selalu memberinya masalah.
"Ini adalah hadiah yang luar biasa. Saya sangat menyukai warna ini."
"Aku senang mendengarnya."
Ia benar dengan meminta Keiko untuk menjahit kimono untuk Miyo sesegera mungkin. Meskipun kimono itu tidak lagi sesuai dengan musimnya, itu tidak penting selama Miyo menikmatinya.
"Oh, maafkan saya karena telah bersikap ceroboh, Tuan Godou! Silakan masuk ke dalam."
Menyadari bahwa dia telah mengabaikan tamunya, Miyo panik sejenak. Dia membuka pintu dan mempersilakan pria itu masuk. Godou tertawa kering yang tidak seperti biasanya dan berjalan masuk ke dalam dengan pasrah, matanya kosong seperti ikan mati. Miyo membawa kedua pria itu ke ruang keluarga, yang telah didekorasi dengan elegan untuk acara tersebut. Mereka duduk, dan Miyo langsung menyajikan makanan.
"Wah, ini enak sekali!"
"Silakan makan sepuasnya."
Miyo terus membawa lebih banyak hidangan. Dia menggunakan porsi yang lebih kecil tetapi dengan variasi yang lebih banyak. Selanjutnya, dia membawa mangkuk dan piring kecil berisi acar dan sayuran yang direbus dalam kaldu, yang telah dibumbui dengan kuat untuk melengkapi minuman yang diminum oleh para pria itu. Godou memuji setiap hidangan yang ia cicipi.
"Kau masih tinggal bersama orang tuamu. Bukankah mereka memberimu makan dengan cukup baik?" Kiyoka bertanya kepadanya.
"Kamu salah paham, Komandan. Tentu saja, kami punya koki, tapi rasa sederhana dari makanan rumahan dan makanan bar sangat menghibur."
"......"
Mungkin memang begitu. Kalau dipikir-pikir, Kiyoka memiliki setidaknya dua makanan yang disiapkan Miyo atau Yurie untuknya setiap hari, jadi mungkin ia sudah terbiasa dengan jenis makanan yang dimakan rakyat biasa. Ketika ia tinggal di rumah orang tuanya selama masa mudanya, ia tidak makan apa-apa selain makanan mewah, sampai-sampai ia hampir tidak tahan. Makanan rumahan yang sederhana lebih sesuai dengan seleranya.
"Izinkan saya mengisi ulang gelas Anda, Tuan Godou."
"Oh, terima kasih."
Pujiannya terhadap masakannya membuat Miyo sedikit bingung saat dia menuangkan minuman lagi untuknya. Setelah gelasnya penuh, dia membungkuk padanya dengan sopan.
"Tuan Godou, saya tidak bisa mengatakan betapa saya sangat berterima kasih atas bantuan Anda atas kunjungan Hana."
"Aku hanya berperan sebagai supir, itu saja."
"Tapi Anda adalah ajudan Tuan Kudou, yang berarti kami bisa menghabiskan waktu sore itu untuk mengobrol hanya karena Anda dengan murah hati mengurus tanggung jawabnya di tempat kerja."
Miyo adalah nyonya rumah yang mempesona yang berbicara dengan keanggunan yang tidak biasa. Entah itu sesuatu yang baru saja dia pelajari atau sebuah kualitas bawaan yang telah lama terpendam, tidak masalah bagi Kiyoka. Ia meneguk minumannya, bangga pada dirinya dan dalam suasana hati yang baik. Tapi kemudian......
"Nona Miyo, tidak ada yang pernah berbicara denganku dengan begitu hangat sebelumnya! Kamu adalah seorang malaikat! Tolong putus dengan komandanku yang kejam dan menikahlah denganku!"
"M-Maaf......?"
"Hei!" Beraninya Godou bersikap kurang ajar? Suara Kiyoka menjadi diwarnai dengan kemarahan, kesabarannya menipis. "Jaga lidahmu, Godou......"
Meskipun dia terkadang terlalu rendah hati, Miyo sangat menarik, melakukan pekerjaan rumah tangga dengan mudah dan terampil, dan memiliki karakter yang baik. Terbukti, Kiyoka bukanlah satu-satunya pria yang melihat bahwa dia akan menjadi istri yang baik. Badai mulai bergelora di dada Kiyoka saat membayangkan Miyo menikah dengan orang lain.
"A-Aku hanya bercanda! Berhentilah memelototiku seperti kamu akan membunuhku! Itu benar-benar menakutkan!"
Godou menjadi pucat saat ia buru-buru menjelaskan bahwa ia hanya menggoda bosnya, yang selalu jahat padanya. Meskipun Kiyoka menatapnya dengan tatapan dingin pada awalnya, Godou berhasil menguasai dirinya setelah mendengar jawaban Miyo yang ragu-ragu.
"Um, Tuan Godou, meskipun saya menghargai tawaran itu......saya takut kalau saya lebih memilih Tuan Kudou......Maafkan saya."
Godou pasti merasa canggung melihat Miyo menanggapi apa yang jelas-jelas hanya bercanda dengan begitu serius.
"Er......Tentu saja! Maaf, itu adalah lelucon yang buruk!"
Dan siapa yang bisa menyalahkan Kiyoka untuk bersenang-senang dalam ketidaknyamanan ajudannya? Ia mendapatkannya setelah membuat komentar ceroboh seperti itu hanya untuk tertawa. Mungkin sekarang ia akan belajar dari perkataannya. Tapi yang paling membuat Kiyoka puas adalah mendengar Miyo mengatakan bahwa dia menyukainya. Ia menyimpan kecurigaan yang mengganggu bahwa Miyo akan menikah dengan siapa saja yang menawarkan rumah yang hangat. Meskipun ia tidak akan melepaskannya meskipun itu yang terjadi, ia merasa jauh lebih baik mengetahui bahwa hal itu tidak terjadi. Meskipun pada awalnya dia mungkin melihat pernikahan hanya sebagai sarana untuk mendapatkan tempat berlindung, dia tampaknya telah menerima Kiyoka, karena dia dengan senang hati mengenakan kimono yang dipilihkannya untuknya. Tersesat dalam lamunannya, percakapan terus berlanjut tanpa dirinya.
"B-Benarkah? Bahkan para perwira tinggi......?"
"Tentu saja. Bahkan ada jenderal yang menggigil saat mendengar namanya. Aku takut membayangkan apa yang Komandan Kudou telah lakukan untuk membuat mereka sangat ketakutan."
"Tunggu dulu......"
Ternyata, Miyo dan Godou telah mencairkan suasana dan berbicara dengan penuh semangat---tentang dirinya.
"Kau tidak akan ingin mengundang kemarahan Kudou Kiyoka, oh tidak---ia adalah iblis ketika marah. Hanya segelintir orang yang berani secara terbuka mengungkapkan pendapat mereka kepadanya, seperti aku dan atasan langsungnya, Mayor Jenderal Ookaito."
"Godou......"
"Pelatihan unit kami terkenal sebagai salah satu dari lima pelatihan paling kejam di seluruh angkatan darat. Dan ya, kamu bisa menebaknya, itu berkat komandan kami yang tak kenal ampun. Setidaknya para prajuritnya tidak menunjukkan rasa takut saat bertarung melawan Grotesqueries----mereka tidak separah ia!"
"......Godou, sudah cukup mengocehnya."
"Eek!"
Obrolan mereka berlanjut hingga larut malam.
Setelah Godou pulang ke rumah, Kiyoka mandi. Dalam perjalanan kembali ke ruang keluarga, ia menyadari ada yang tidak beres. Rumah itu terasa sunyi, seolah ia sendirian. Apakah Miyo sudah selesai membersihkan diri setelah makan malam dan pergi tidur?
Lampu dapur dimatikan, dan tidak ada lilin yang menyala. Miyo pasti berada di ruang keluarga atau kamar tidurnya. Tidak, dia tidak mungkin berada di kamarnya---ia telah melewatinya tadi dan tidak merasakan kehadirannya. Ia mengerutkan kening dan menuju ke ruang keluarga. Saat ia mendekatinya, ia menangkap beberapa kata yang terpotong-potong.
"......T-Tidak, kumohon......Ibu......"
Itu adalah suara Miyo. Dia terdengar mengigau. Khawatir, Kiyoka menarik pintu dan melihat Miyo tertidur, kepalanya bersandar pada meja di sudut ruangan. Dia mungkin tertidur karena kelelahan setelah hari yang panjang. Hal itu biasanya bukanlah sesuatu yang aneh, tapi......ia berhasil menangkap gema samar dari kemampuan supernatural yang telah digunakan.
Aku tidak membayangkan hal ini......
Karena Kiyoka memiliki indra yang tajam untuk kehadiran orang lain, tidak ada orang lain yang bisa memasuki rumah ketika ia sedang mandi tanpa ia sadari. Ia juga tidak mengaktifkan kekuatan khusus mereka selama makan malam. Hal ini sungguh mengkhawatirkan. Mungkinkah ada makhluk dari dunia lain yang bahkan tidak bisa dideteksi oleh Kiyoka telah menyelinap masuk ke dalam rumahnya dan menggunakan sebuah kemampuan? Apakah itu mungkin? Penjelasan lain muncul di benaknya, tapi ia mengabaikannya untuk saat ini saat dia mendekati bentuk Miyo yang tertidur.
"......Tolong, jangan......"
Suaranya terdengar putus asa dan memohon. Kiyoka melangkah pelan ke sisinya. Pipi Miyo basah karena air mata, dan meskipun matanya terpejam, wajahnya berkerut dalam kesedihan. Seandainya Miyo sedang tidur nyenyak, Kiyoka tidak akan membangunkannya, tetapi Miyo terlihat sangat menderita. Ia meletakkan tangannya di pundaknya dan mengguncangnya dengan lembut.
"Miyo... ...Bangunlah, Miyo."
"......Kaya......hentikan......Jangan lagi......"
Meskipun ia sudah memanggilnya, dia masih berada dalam cengkeraman mimpi buruknya.
"Bangun!"
Khawatir, ia meninggikan suaranya, dan dia akhirnya berhenti bergumam dalam tidurnya sebelum membuka matanya dengan mengantuk.
"......Nngh?"
"Sadarlah, Miyo. Apa kamu baik-baik saja?"
"Hah? Tuan.......Kudou?"
Setelah melihat bahwa dia tampak baik-baik saja, Kiyoka menghela nafas lega. Tapi ia tidak bisa lengah, karena ia tahu sebuah kekuatan yang tidak diketahui telah diaktifkan di sana baru-baru ini.
"Ya, ini aku. Kamu tertidur, dan sulit untuk membangunkanmu. Apa kau baik-baik saja?"
"Um......"
Perlahan-lahan duduk, dia memiringkan kepalanya ke samping dengan kebingungan seolah-olah dia belum sepenuhnya bangun dan tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Kerutan di kening Kiyoka semakin dalam dalam kekhawatiran saat ia memeriksa kulitnya, yang masih basah karena air mata.
"Apa kamu mengalami mimpi buruk?"
"Itu......sebuah mimpi?"
Dia memproses semuanya dengan lamban, tetapi saat dia mengingat kembali mimpi buruk itu, matanya terbuka lebar karena ketakutan, dan air mata segar mengalir dari matanya. Ia belum pernah melihat Miyo menangis seperti ini sebelumnya. Ia merasa sedih melihat Miyo begitu bingung, membungkuk dan terisak tak terkendali dengan kedua tangan menutupi wajahnya. Secara naluriah, ia merangkulnya dan membawanya mendekat dalam pelukan.
"Tuan Kudou, saya-saya......"
"Tidak apa-apa. Itu pasti mimpi yang buruk. Menangislah."
Berdasarkan apa yang bisa ia kumpulkan dari potongan kata-kata yang diucapkannya dalam tidurnya, Ibu dan Kaya, ia bermimpi tentang keluarganya yang melakukan sesuatu yang buruk padanya.
"Kamu adalah tunanganku. Dan seperti yang kukatakan sebelumnya, itu berarti kita harus terbuka satu sama lain. Kamu bisa lebih mengandalkanku, datang kepadaku untuk meminta bantuan. Kamu tidak perlu menyembunyikan perasaanmu; kamu bisa meminta kenyamanan kepadaku. Bukankah itu inti dari pernikahan---saling mendukung satu sama lain?"
Kiyoka bertanya-tanya berapa banyak dari apa yang ia katakan yang sampai kepada Miyo. Mereka menjadi lebih dekat akhir-akhir ini, tetapi luka di hatinya lebih serius daripada yang ia bayangkan. Bahkan perhatiannya tidak akan mampu menyembuhkannya dengan cepat.
Aku berharap dia sudah terbebas dari beban ini......
Tidak ada yang akan menyakitinya lagi. Jika seseorang dari keluarga atau lingkungan sosial Kiyoka ingin berbuat jahat padanya, ia tidak akan membiarkan mereka mendekatinya.
"Menangislah sepuasnya. Ketika air matamu mengering, aku ingin melihatmu tersenyum lagi."
"......"
Kiyoka terus membelai rambutnya saat dia membenamkan wajahnya dalam-dalam ke dadanya, gemetar karena isak tangis. Kiyoka siap untuk menghiburnya seperti ini sebanyak yang diperlukan agar dia berhenti menangis, untuk berhenti terluka. Wanita dalam pelukannya terasa halus, kecil, dan rapuh, seolah-olah dia akan mudah patah jika ia tidak ada di sana untuk melindunginya.
Beberapa saat kemudian, Miyo menceritakan mimpinya kepadanya, berbicara dengan terbata-bata di sela-sela isak tangisnya. Dalam mimpi buruk itu, ibu tiri dan adik perempuan tirinya telah merobek-robek kenang-kenangan ibu Miyo dan membakarnya. Ketika dia memohon kepada mereka untuk berhenti dan mengembalikan barang-barangnya, mereka malah tertawa. Meskipun dia tidak mengatakan apakah itu berdasarkan kejadian yang sebenarnya, Kiyoka merasa itu tidak jauh dari kebenaran.
"Itu pasti sangat sulit."
Kiyoka tidak bermaksud hanya tentang mimpi Miyo. Ia mengatakan hal ini sambil membayangkan Miyo---yang belum genap sepuluh tahun----harus menemukan cara untuk bertahan hidup sendirian setelah kehilangan Hana, teman satu-satunya. Ia hanya bisa membayangkan seperti apa kehidupan Miyo berdasarkan apa yang ia baca dalam laporan itu. Namun, ia juga ingin percaya bahwa hatinya akan sembuh seiring berjalannya waktu.
"Bisakah saya tinggal bersama Anda selamanya, Tuan Kudou?"
"Tentu saja. Kita bisa bersama selama sisa hidup kita." Dia menatapnya, dan Kiyoka tersenyum lembut ke arahnya. "Kamu membuatku mengulang-ulang perkataanku. Aku sudah mengatakan padamu bahwa aku menginginkanmu dalam hidupku."
"......Meskipun saya sangat tidak berguna? Sangat tidak berbakat?"
"Aku tidak menganggapmu seperti itu. Tapi bahkan jika kamu begitu, perasaanku tidak akan berubah."
Miyo tersipu malu, mengedipkan air matanya yang terakhir saat dia mengalihkan pandangannya dengan malu-malu.
"Saya......"
"?"
"Saya rasa saya tidak pantas untuk Anda......tapi saya ingin tetap bersama Anda selamanya dan membantu Anda."
"Kamu pasti bisa."
"Saya harus......melakukan yang lebih baik, sehingga saya dapat mendukung Anda selama mungkin."
"Aku akan menghargai apa pun yang kamu lakukan."
Dia tersadar bahwa ini adalah pertama kalinya dia berbicara tentang masa depan dengan tingkat optimisme yang tinggi, setelah bertahun-tahun keluarganya merampas haknya untuk berkehendak bebas. Meskipun sudah jelas bahwa dia tidak akan bisa mendapatkan kembali kepercayaan dirinya secepat itu, Kiyoka siap untuk mendorongnya untuk mengambil langkah-langkah kecil untuk percaya pada dirinya sendiri dan mempercayainya.
Tapi kekuatan apa yang dia tunjukkan sebelumnya......? Jejak-jejak samarnya sudah hampir memudar. Kiyoka mengernyitkan alisnya lagi, merenungkan penjelasan yang mungkin. Mungkin saja sebuah kemampuan supranatural telah menyebabkan mimpi buruk Miyo. Jika itu benar, maka pelakunya tidak diragukan lagi adalah anggota keluarga Usuba.
Miyo menjadi lebih waspada di sekitar Kiyoka keesokan paginya. Dia merasa bersalah dan malu karena telah tertidur saat menunggu Kiyoka kembali dari kamar mandinya dan mimpi buruk yang sederhana telah membuatnya menangis tersedu-sedu di hadapannya. Benar, dia ingin Kiyoka terbuka tentang perasaannya, tapi sejauh yang Miyo ketahui, perilaku ini tidak dapat diterima oleh seorang wanita dewasa. Lebih buruk lagi, dia telah membiarkannya tahu bahwa dia telah mengalami mimpi buruk sejak pindah ke rumahnya, dan itu membuatnya khawatir. Dia melihat ekspresinya menjadi berawan dan menjadi mengintimidasi. Pandangan matanya yang dingin dan menakutkan sesuai dengan reputasinya sebagai pria yang kejam dan tidak berperasaan. Kiyoka tidak terlihat kesal dengannya, tetapi udara dingin di sekitarnya membuatnya menggigil.
Setelah sarapan berlalu dalam keheningan yang canggung dan Kiyoka bersiap-siap untuk berangkat kerja, Miyo memberikan sebuah bingkisan kecil.
"Jadi, um, saya membuat ini untuk Anda......"
Sebagai permintaan maaf----tetapi dia membiarkan bagian itu tak terucapkan.
"......Kamu membawakanku makan siang?"
"Ya......"
Dia tidak sepenuhnya yakin bahwa ini akan dengan jelas menyampaikan bahwa dia menyesal dan ingin menebus kesalahannya karena telah membuat keributan semalam, tapi itulah yang disarankan Yurie. Kotak makan siang baru saja tergeletak di dapur, jadi dia mengisinya dengan makanan yang dia masak dengan sepenuh hati dan membungkusnya dengan kain.
"Terima kasih." Ia menerimanya dengan senyuman, masuk ke dalam mobilnya, dan pergi. Mungkin itu hanya imajinasinya, tapi ia tampak gembira.
"Aku harus berbuat lebih banyak untuknya."
Ia ingin membuat pria itu tersenyum, untuk mendukungnya sebagai tunangannya. Mungkin tidak banyak yang bisa dia lakukan, tetapi jika dia berusaha keras dalam setiap hal kecil, mungkin pada akhirnya dia akan mendapatkan tempat di sampingnya sebagai istrinya.