Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Jika ada kesalahan ejaan, salah ketik dan yang lainnya, tolong berikan feedback di kolom komentar

Tsumetai Kokou no Tenkousei wa Houkago, Aikagi Mawashite Amadereru [LN] J1 Bab 3.2

Bab 3




"Akhir-akhir ini, aku merasa aliran waktu terasa aneh."


Saat itu sepulang sekolah, tempatnya di dekat rumah keluarga Kurei, tiba-tiba saja Kuuya mengatakan hal itu dengan wajah serius, dan Fatima bingung harus bereaksi apa.


Ditengah-tengah obrolan yang tidak jelas arahnya, ia berbicara dengan sangat alami, seolah terhanyut dalam angin musim semi yang lembut, jadi sulit untuk mengetahui apakah ia sedang bercanda atau serius.


"......Jadi?"


Berjalan di sampingnya, menyamakan langkahnya, Fatima bertanya apa yang sebenarnya ia maksudkan.


"Tidak, artinya persis seperti yang kukatakan. Waktu sampai pulang sekolah terasa lebih lama dari sebelumnya. Dan waktu dari sepulang sekolah justru sebaliknya."


"Begitu ya, kamu ingin berbicara tentang teori relativitas."


Akhirnya mengerti apa yang ia maksud, Fatima mengangguk kecil.


Waktu terasa lebih singkat ketika kau bersama seorang gadis cantik dan lebih lama ketika kau duduk di atas kompor yang menyala, kata Dr. Einstein, pendukung Teori Relativitas.


"Mana mungkin aku akan berbicara tentang hal-hal rumit seperti itu."


Fatima menduga bahwa ia mungkin telah menghubungkan pikiran seperti itu dengan teori relativitas dan menggunakan itu sebagai pembuka untuk membicarakannya, tapi Kuuya menggelengkan kepalanya dengan raut cemberut.


"Tapi aku bisa menjamin kalau kau adalah gadis yang cantik."


"Kamu memujiku dengan begitu mulusnya ya......Karasu-kun, kamu sebenarnya memiliki sifat playboy, bukan?"


Namun, meskipun begitu, terlihat bahwa Kuuya tahu kutipan dari Einstein, dan Fatima menatap Kuuya dengan mata setengah memicing.


Bukannya dia membencinya, tapi jelas dia hanya berusaha menyembunyikan rasa malunya, karena pipinya sedikit memerah.


Tentu saja, meskipun demikian, Kuuya menyadari hal itu, tapi ia pura-pura tidak tahu dan membuat wajah kesal sambil melihat ke depan. 


"Karena aku tidak ingin disalahpahami seperti itu, aku akan menarik kembali ucapanku. Tidak ada hubungannya denganmu, hanya saja, pelajaran terasa seperti duduk di atas kompor yang menyala---"


"Aah!? Tidak perlu menariknya kembali! Ya, aku gadis yang cantik!"


Meskipun dia tahu dia sedang dijahili, tapi tetap saja, Fathima dengan panik menghentikan kata-kata Kuuya.


Meski kata-katanya ditarik kembali, itu tidak akan menghapus penilaian yang telah diberikan. Juga tidak mengubah pandangan Kuuya terhadap Fatima.


Baca novel ini hanya di Gahara Novel


Meskipun begitu, jika bisa dibiarkan apa adanya saja, dia ingin begitu.


"Ugh......apa-apaan, permainan malu-malu ini......"

 

Namun, ketika dia merasa agak terlalu panik, dengan spontan dia mengatakan sesuatu yang terlalu percaya diri, dan Fatima menatap ke arah Kuuya dengan pandangan penuh kebencian.


"Jadi pada akhirnya, apa yang ingin kamu katakan?"


"ini jadi sulit untuk mengatakannya, tapi......"


Dengan memasang wajah datar yang meyakinkan bahwa Kuuya tidak akan pernah berpikir seperti itu, ia melanjutkan.


"Seriusan, aku hanya mengatakan apa yang kurasakan tanpa berpikir apa-apa. Yah paling tidak, aku senang kalau kau merasakan hal yang sama."


"Ya, ya, aku juga merasa seperti itu."


Fatima menanggapi dengan ketus, terlihat cemberut.


Namun pipinya memerah, bukan hanya karena dia mungkin sedang mengingat-ingat penghancuran diri yang terjadi sebelumnya.


"Begitu ya......kalau memang begitu, ya......aku senang."


"Jangan terlalu dalam mengatakannya, sudah jelas sekali."


Sambil melihat ke arah Kuuya yang mengatakan kata-katanya dengan merenung, Fatima tersenyum kecil.


Karena dia tahu, dari ekspresi Kuuya ketika ia menjawab kalau ia senang, ada rasa malu di wajahnya.


Namun, meskipun sikap Kuuya yang dengan tegas mengungkapkan perasaannya membuatnya merasa senang, tapi dia merasa enggan untuk mengatakan hal itu karena merasa hal itu tidak peka. Karena itu, dia terdiam untuk sementara waktu.


Kuuya juga tidak mengatakan apa-apa.


Keduanya berjalan dalam diam, merasakan rasa canggung di dada mereka, seolah mereka mengalami perasaan tidak nyaman yang sama.


Sementara itu, mereka tiba di rumah keluarga Kurei, dan keduanya bertukar pandang sejenak dalam keheningan.


"......"


Mata bisa lebih banyak mengungkapkan daripada mulut.


---Ini sedikit disesalkan, tapi inilah akhir dari waktu ini.


Tanpa kata-kata, mereka saling memahami perasaan tersebut dan pintu geser di depan rumah dibuka oleh Kuya.


"Oh, kalian baru saja pulang ya."


Ia kemudian bertemu dengan Koyori, yang mungkin akan pergi keluar dan menggantungkan sandalnya di lantai.


"Nenek, aku pulang."


"Aku pulang, Koyori-san. Apa kamu mau keluar?"


"Ya, selamat datang, kalian berdua."


Setelah memberikan ucapan selamat datang pada cucu dan anaknya yang baru pulang, dengan menganggukkan kepala, Koyori menunjukkan keranjang belanjaan yang terbuat dari anyaman bambu yang terlihat kuno dan berkata,


"Maaf padahal kalian baru pulang, tapi bagaimana kalau kalian pergi berkencan?"

◆◇◆◇◆◇◆