Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Jika ada kesalahan ejaan, salah ketik dan yang lainnya, tolong berikan feedback di kolom komentar

Watashi Igai to no Love Comedy wa Yurusanai n Dakara ne [LN] V3 Chapter 9

Bab 9 - Cahaya Pagi Menyapu Bersih Mimpi




"Sudah mau pulang? Belum terlalu larut lho."


"Sensei sudah tidur."


"Begitu. Kalau begitu temani aku juga."


Meskipun sudah sangat mabuk, Aria-san minum lagi dengan sebotol alkohol yang baru.


Sekarang sebotol anggur dibuka dan gelasnya diisi dengan anggur merah. 


Aku penasaran apa aman untuk meminum begitu banyak jenis alkohol.


"Bukankah itu tidak baik minum terlalu banyak?"


"Pada hari yang menyenangkan, aku minum banyak."


"Padahal aku sedang gugup tiba-tiba berada di rumah wali kelasku."


"Kamu seharusnya merasa gugup sejak kamu berduaan denganku di dalam taksi."


"Tidak ada gunanya mempertimbangkan raja iblis sepertimu sekarang."


Aku mendengus dan duduk di atas bantal untuk saat ini.


"Itu adalah salah satu titik kuatmu bisa bersikap seperti itu padaku. Kebanyakan orang malu atau takut untuk berbicara denganku, dan jarang sekali aku bisa berbicara dengan mereka apa adanya."


"Kalau kamu mau, aku bisa melakukan yang seperti itu lho?"


"Hentikan itu. Aku akan sedih kalau orang yang bisa kuajak bicara dengan nyaman berkurang."


"Apa posisiku dipikiranmu itu seperti itu?"


"Itu benar. Kalau itu kamu, aku bisa membicarakan apa saja."


Wanita yang sangat cantik itu sangat ceria sehingga dia hampir tidak berdaya. 


Aria-san yang ceria dan cerewet benar-benar terbuka.


Wanita yang luar biasa cantik berada dalam kondisi tanpa pertahanan, dengan pipi merah karena alkohol.


Dasar, kecantikan yang normalnya tidak bisa didekati ternyata penuh celah.


"Kamu seriusan tidak boleh mengekspos penampilanmu ini yang penuh celah di luar. Hati-hati, karena binatang buas akan mendekatimu. Yoruka akan shock dan menangis lagi."


"Menyebutkan nama gadis lain di saat seprtti ini, dasar tidak peka."


"Dia itu adikmu sendiri. Selain itu, dia juga pacarku."


"Apa kamu tipe orang yang peduli dengan hal semacam itu, Sumi-kun?"


Gak guna, orang ini. Dia benar-benar terhibur.


"Keberanian macam apa yang kamu miliki untuk menghasut pacar adikmu?"


Meskipun aku tahu bahwa itu hanya lelucon, aku tetap bersikap defensif.


"Saat pria dan wanita bersama, dan ketika setan menyerang, itulah yang terjadi."


"Aku tidak ingin tahu tentang seksualitas mahasiswa yang vulgar seperti itu. Aku masih duduk di bangku SMA."


"Jangan bohong, tujuh puluh persen anak laki-laki SMA itu terdiri dari hasrat seksual."


"Tujuh puluh persennya itu air. Hiperseksualitas macam apa itu!?"


"Padahal kamu tertarik kan."


"Aku hanya minum softdrink jadi aku tidak mabuk!"


"Ah, benar juga......"


Keheningan yang penuh makna pun terjadi.


"Tunggu sebentar, jangan-jangan,"


"Aku memasukkan sedikit cairan orang dewasa ke dalam cola untuk membuatmu mabuk, Sumi-kun. Makanannya pedas jadi kamu tidak menyadarinya, bukan? Karena itu, kamu bisa bertindak lebih berani daripada biasanya!"


Eh, aku yang bisa dengan mudah memanggil nama sensei, juga berkat kekuatan cairan orang dewasa!?


"Aku akan pulang!" Aku berdiri tanpa sadar.


"Sayang sekali. Kereta terakhir sudah berangkat lho."


"Aku bisa berjalan kaki pulang dari sini."


"Kupikir lebih baik jangan. Tidak hanya terlihat mencolok jika kamu berjalan-jalan dengan seragam di malam hari, tapi jika kamu bau alkohol, kamu akan mendapat masalah dengan polisi. Kalau seperti itu keluargamu dan Yoru-chan mungkin akan merasa sedih. Jadi tetap tenang dan menginaplah di sini."


Aria-san tersenyum dan mencoba menahanku. Dia juga sudah mengatakan alkohol.


"Kau sudah merencanakan hal ini sejak awal kan!"


Kekuatan memandu orang yang luar biasa. Apa yang seharusnya menjadi percakapan biasa, sebelum aku menyadarinya, aku digiring ke dalam situasi yang diinginkan oleh Aria-san.


"Sekarang, bagaimana ya~~Yah, menyerahlah dan jadi teman bicaraku!"


Sambil berkata demikian, Aria-san menuangkan sebotol alkohol yang baru.


Aku menyerah dan duduk.


"Apa aku selalu berada dalam genggaman tanganmu, Aria-san?"


"Apa ada yang membuatmu tidak puas?"


"Aku gugup saat bersama wanita cantik."


Namun, Aria-san memberikan respon yang tidak kuduga sebelumnya.


"Kamu bisa juga mengatakan yang seperti itu ya, pria jahat yang sudah mengambil adik maniskku."


"Kamu pasti benar-benar terpojok sampai-sampai bergantung pada pria jahat seperti itu."


Aku hanya mencoba untuk bersikap jahil.


"Kalau tidak seperti itu kamu tidak akan terlibat."


Suaranya tenang, tidak seperti Aria-san yang selalu percaya diri dan ceria.


"......Aria-san?"


Meskipun aku kebingungan, Aria-san mencoba meletakkan kepalanya di bahuku seolah untuk bersandar padaku.


Aku segera mencoba untuk menjauh, tapi Aria-san menahanku. Kekuatannya tidak terduga kuat dan entah kanapa aku ragu untuk melawan, jadi aku tidak punya pilihan selain tetap berada di tempatku.


"Sudah kubilang kan. Aku tidak sedewasa yang kamu pikirkan, Sumi-kun."


"Bermanjaan padaku membuatku dalam masalah."


"Tidak apa-apa kan. Kalau hanya mendengarkan keluhanku, kamu bisa kan."


"Yang bisa kulakukan hanyalah mendengarkan lho."


"Kamu jadi nurut ya."


"Itu salah cairan sihir yang dicampurkan oleh seseorang."


"Itu bohong kok. Sumi-kun, kamu hanya minum cola."


"Begini lagi!?"


Dalam irama tawa, Aria-san berbaring di lantai.


"Kalau ingin tidur, tolong di tempat tidur atau sofa. Kamu akan masuk angin kalau di lantai."


"Kalau begitu, Sumi-kun, rawat aku."


Aria-san yang sedang mabuk mengeluh dan mengatakan hal-hal yang manja.


"Aku akan menolaknya."


"Kamu membenciku ya."


"Entahlah. Sini, aya kita pindah," aku mencoba menarik Aria-san berdiri, tapi sebaliknya dia malah menarik tanganku. Dengan cepat aku kehilangan posturku dan menindihinya.


"Oi. Sudah cukup bercandany---"




"Hei. Apa kamu sudah mencium Yoru-chan?"


Wajah Aria-san sudah sangat dekat.


"......Belum."


"Hmm."


"Apa itu tidak boleh kalau belum?"


"Kupikir kamu sudah melakukannya."


"Mungkin saja tempo hari kami bisa melakukannya."


"Ahaha. Aku minta maaf telah mengganggu kalian."


Kemudian, seolah membelaiku dengan napasnya, kakak perempuan pacarku mengatakan kata-kata manis.


"Kalau begitu, haruskah aku menciummu sebagai permintaan maaf?"


"Eh?"


"Kupikir ini akan menjadi latihan untuk hal yang sebenarnya."


"Ha?"


"Aku tidak keberatan kok, kalau itu kamu."


Tanpa sadar aku memandang bibir wanita lain yang sangat mirip dengan pacarku.


Mata kami bertemu.


Matanya yang lembap memantulkan sosokku.


Ada kalanya keheningan itu canggung, dan ada kalanya keheningan berbicara dengan fasih.


Di depanku, kakak perempuan, yang terlihat sangat mirip pacarku, terlihat lemah dan rentan.


Matanya menyetujui segalanya, bahkan jika dia tidak mengatakannya dengan lantang. 


Mengetahui sepenuhnya bahwa aku menerima pesan tersebut, dia dengan lembut menutup kelopak matanya.


Bulu matanya yang panjang tidak bergerak, seolah dia mencoba memprovokasiku, menyuruhku melakukan apa pun yang kuinginkan.


Ruang keluarga yang tenang dipenuhi dengan dengungan samar AC dan detak jantungku.


Dengan hanya melemaskan lenganku, aku bisa mengecup bibir lembut itu.


Ada rasa deja vu dalam situasi ini.


Pada hari aku memasuki ruang persiapan seni untuk pertama kalinya, aku mendorong Yoruka seperti ini. Pada saat itu aku sangat bingung oleh rasa sakit dan karena ditindihi oleh seorang gadis sehingga aku tidak punya waktu untuk menatapnya.


Ah, inilah waktu berciuman yang selalu aku impikan.


Menyerahkan diri mengikuti arus yang mengarah pada itu.


Aku mengerti, ini adalah perkembangan yang sangat alami.


Apakah aku harus bekerja keras untuk membuat jarak kami sedekat ini.


Kulit wanita yang bergejolak, panas yang terasa dari dekat, aroma yang menggelitik ujung hidung, suara napasnya. 


Tidak peduli seberapa keras kepala aku mencoba untuk berdalih, semuanya sudah diatur sedemikian rupa untuk menarikku ke arah bibirnya.


Aku tidak perlu keberanian untuk melangkah.


Aku tidak perlu memikirkannya.


Bukankah tidak apa-apa menerima kata-kata wanita yang lebih tua yang mempesona ini?


Mau bagaimana lagi kalau aku merasa berdebar karena aku adalah makhluk yang disebut laki-laki. 


Tapi---pihak lain itu berbeda.


Siapa pun orangnya, aku tidak bisa terhanyut.


Kalau aku tertipu oleh kepuasan sementara dan berpegang pada kebohongan besar, aku pasti akan menyesal.


Dengan perlahan aku mengangkat tubuhku dan memalingkan wajah dari Aria-san.


"......Dasar tak punya keberanian."


"Apa menyenangkan menggoda anak-anak?"


"Menyenangkan. Sangat menyenangkan kalau dengan Sumi-kun."


"Yang benar saja."


"Padahal aku akan merahasiakannya."



Bisiknya dengan penuh pesona di telingaku.


Tanpa suara, Aria-san merangkulku dari belakang dan menempelkan tubunya.


"Kamu sudah terdiskualifikasi."


"Jika kamu hanya mengenal yang pertama, menurutku tidak ada bedanya dengan tidak mengenal wanita lain. Bukankah penting untuk memiliki lebih luas pandangan dengan melihat lebih banyak orang?"


"Lalu apa yang terjadi pada orang-orang yang tiba-tiba bertemu dengan orang yang ditakdirkan? Apakah mereka akan melewatkannya dan tidak berjalan dengan baik karena mereka kurang pengalaman?"


"Kalau itu, pasti ada benang merah yang kuat yang mengikat mereka bersama, kan?" 


"Kalau begitu, pengalaman tidak ada artinya di hadapan takdir, bukan?"


"......Oh, kamu punya poin yang bagus. Sepertinya aku juga sudah cukup banyak minum."


Rasa panas yang kurasakan di punggungku menjauh.


Aku akan tidur di ranjang Shizuru-chan, Sumi-kun, silakan tidur di sofa, kata Aria-san, menghilang ke dalam kamar.


Aku membawa peralatan makan yang tertinggal di atas meja ke dapur dan mencucinya.


Jadi, setelah selesai beres-beres, aku berbaring di sofa.


Celah pada gorden yang sedikit terbuka. Aku mencoba mencari bulan di langit malam.


Tapi, aku berada di puncak kelelahan mental dan langsung tertidur.

***




Shizuru terbangun di tempat tidur, kepalanya tidak bekerja dengan baik karena tekanan darah rendah yang biasa dia alami.


Selain itu, dia mengalami sakit kepala yang parah karena mabuk. Ketika dia bangun dari tempat tidur dalam keadaan linglung, Aria tertidur lelap di sampingnya.


Dia minum air dingin di dapur, lalu menuju ke kamar mandi untuk menghilangkan keringat tidur dan perasaan tidak nyaman itu. Mandi air panas akhirnya membangunkannya.


Dengan perasaan segar, Shizuru langsung menuju ke ruang keluarga dengan hanya mengenakan handuk mandi. Udara sejuk dari pendingin ruangan terasa nyaman di tubuhnya yang terbakar. Dia pasti lupa mematikannya tadi malam.


Di sana, matanya bertemu dengan mata Kisumi, yang tertidur di sofa. 


Ia baru saja terbangun karena suara yang dibuat oleh Shizuru.


"------"


"......"


Wajah Sena Kisumi tetap kaku dan keringat dingin muncul di wajahnya.


Benar. Tadi malam ia ada di sini bersama Aria.


Dia ingat bahwa ketika dia pergi ke dapur sebelumnya, tidak seperti biasanya, semua pembersihan telah dilakukan. Seharusnya dia sadar saat itu. Aria selalu membiarkan segala sesuatunya apa adanya dan tidak pernah mau repot-repot mencuci piring.


Meskipun dia sudah sampai pada titik dia memahaminya, namun handuk mandi yang membungkus badan Shizuru terlepas karena dia gusar.


Teriakan Shizuru yang tak terdengar menggema di ruang keluarga, di mana matahari pagi yang menyilaukan menyinari.


"Duh, berisiknya, Shizuru-chan. Ugh, aku merasa mual......." 


Aria pun merangkak keluar dari kamar tidur saat mendengar suara Shizuru.


"Aku tidak bisa menjadi pengantin sekarang!"


"Tidak, kita berkumpul di sini supaya kamu tidak menjadi pengantin kan."


Aria tertegun dengan suara mengantuk melihat Shizuru yang panik.


"Saya tidak melihat apa-apa!" Kisumi bersikeras saat ia terkubur di sofa.


Sambil melihat hal ini dan menguap, Aria berkata, "Kamu lucu sekali ya, seperti serangga."




Pada akhirnya, Aria-san yang setengah mengantuk menenangkan Shizuru-san, dan kami meninggalkan apartemen.


Setelah berganti pakaian, Aria-san masih mengantuk dan matanya setengah terpejam.


Dia tidak bisa berjalan sendiri, jadi aku membantunya menuju lift.


Dia kesulitan berjalan sendiri bahkan setelah mencapai lantai pertama.


"Nggak bisa jalan. Sumi-kun, gendong aku~" pinta Aria-san.


"Tolong jalan sendiri."


"Aku tidak bisa. Aku lapar dan tidak punya energi untuk berjalan."


"Pergilah ke minimarket untuk membeli sarapan, jadi kamu bisa memulihkan energimu sendiri."


"Padahal ada seorang wanita secantik ini yang sedang dalam masalah, tapi kamu begitu dingin. Bagaimana kamu akan bertanggung jawab kalau aku diserang oleh orang cabul?"


"Kalau begitu, seperti wanita cantik pada umumnya, kamu harus memiliki kesopanan dan kesadaran akan kejahatan."


"Mengerikan! Beraninya kamu meninggalkan penolongmu."


"Aku dalam masalah karena aku tidak bisa meninggalkanku."


Baca novel ini hanya di Gahara Novel


Aku mendesah.


"Hmmm......bagian itu bagus, bukan? Baiklah, kalau begitu, ayo kita sarapan! Gendong aku."


Kami turun dari lift. Saat aku ingin melemparkannya ke dalam lobi gedung apartemen, aku sudah mendapatkan tatapan aneh dari para penghuni.


"Aku ingin digendong seperti seorang putri."


"Aku tidak mau."


"Eh, padahal kamu melakukan itu pada Shizuru-chan."


"Itu karena Sensei tidak bisa berjalan."


"Aku juga tidak bisa. Aku yakin cepat atau lambat aku akan jatuh."


"Itu karena kamu mengenakan sepatu hak tinggi."


"Gendong aku~"


"Aku meminjamkan bahuku, jadi tahan saja. Aku tidak akan berkompromi lebih dari ini."


"Sumi-kun pelit."


Dengan terhuyung-huyung dengan sepatu hak tingginya, Aria-san menyandarkan berat badannya padaku tanpa peduli. 


Sejujurnya aku bersukur kemarin tidak terjadi apa-apa.


"Kalau kamu tidak puas, kenapa tidak naik taksi saja dan pulang dari sini?"


"Nggak mau. Aku ingin sarapan bersamamu. Ayo kita pergi ke kafe."


"Eh, aku masih harus pergi denganmu?"


"Aku akan mentraktirmu, jadi makan apa pun yang kamu suka. Anak laki-laki SMA adalah makhluk yang lapar di masa-masa puncak kehidupan mereka."


"Tentu saja aku lapar."


"Apa kamu tidak mau makan yang kubelikan?"


"Jangan mengancamku dengan sarapan."


Kami berjalan dan mengobrol ringan ke stasiun dengan dia yang masih setengah mabuk.


Sesampainya di stasiun lokal yang sudah tidak asing lagi, kami memasuki sebuah kafe.


Aria-san memesan semua sandwich dan scone yang dilihatnya.


Dia memberikan seluruh isi dompetnya dan memasrahkan tagihannya padaku lalu pergi dan mengambil tempat duduk.


Ketika aku mencari Aria-san dengan tumpukan nampan, aku menemukannya di kursi dekat jendela dekat pintu.


Aria-san sedang melihat ke luar secara samar-samar dengan ekspresi bosan di wajahnya.


"Sumi-kun, lama."


Ketika dia melihatku, dia mengangkat tangannya dan memanggil namaku.


Bersyukur dengan adanya pendingin ruangan di kafe, aku menyantap sarapan sambil merasakan cahaya putih musim panas.


Pada akhirnya, Aria-san hampir tidak menyentuh makanannya dan hampir membuatku yang memakan semuanya.


Waktu berlalu dengan cepat saat kami mengenang masa-masa kami di bimbel Nisshu, tentang Yoruka, operasi pacar pengganti, atau sekadar mengobrol tentang apa pun yang muncul.


Itu lebih dari cukup untuk mengisi kekosongan selama dua tahun kami tidak bertemu satu sama lain sejak aku menyelesaikan ujian SMA dan Aria-san berhenti dari pekerjaan paruh waktunya sebagai guru les.


"---Bagaimanapun juga, ini mungkin sudah tepat untuk kita."


Menyelesaikan tegukan terakhir kopinya, Aria-san bergumam.


"Tentang apa?"


"Tidak peduli seberapa dekat hubungan kita, Sumi-kun sudah menjadi kekasih Yoru-chan."


Apa sih yang dia bicarakan dengan wajah serius?


"Aria-san, apa kamu tidak punya pacar sekarang?"


"Tidak, aku tidak punya."


"Aku yakin kamu akan segera menemukan orang yang cocok."


"Soal itu, entah kenapa anehnya aku belum pernah bertemu dengan orang yang benar-benar cocok denganku."


"Apa kamu jadi terburu-buru karena adikmu sudah memiliki pacar?"


"Itu karena dia terlihat bahagia setiap hari. Jadi aku hanya ingin tahu seperti apa rasanya."


"Tentang semalam juga?"


"Ya."


"Jika kamu ingin menyalahkan alkohol---"


"Itu adalah sesuatu yang kuinginkan sendiri."


Aria-san memberitahuku dengan jelas, tanpa menunggu kalimatku sekesai.


Aku mendongak ke atas, dan melihat seorang wanita cantik yang disinari oleh matahari pagi yang bersinar melalui jendela, tersenyum sedikit sedih dengan mata yang penuh kasih sayang.


Sosoknya ini begitu indah dan tanpa sadar aku terpesona olehnya.


Jika ini bukan dunia nyata, aku akan terus menatapnya.


"Dari semua orang, jangan mencobanya denganku, aku adalah pilihan yang terburuk. Apa yang akan kamu lakukan jika sesuatu benar-benar terjadi?"


Meskipun itu keingintahuan dan keisengan, tapi bermain dengan api seperti itu itu sangat berbahaya.


"Pada saat itu, kita akan mengemban beban itu bersama dan kita berpacaran."


Aria-san mengatakan itu tanpa ragu-ragu dan tanpa basa-basi.


Senyum jemu itu terlihat bercanda sekaligus serius.


Aku tidak mengerti. Aria-san adalah pemain sandiwara yang buruk, tapi aku tidak bisa memahami apa yang dia pikirkan.


"Aku tidak bisa membayangkan kita akan bahagia sama sekali lho."


Aku tahu bahwa aku akan diolok-olok, jadi aku hanya mengikuti cerita yang kuinginkan. 


"Aku tidak membutuhkan restu orang lain. Aku yang akan membuatmu bahagia."


"Kamu hanya tegas pada saat-saat seperti ini."


Dan dia sangat persuasif.


Sambil menggigit croissant yang renyah, aku mencoba sedikit berkhayal. 


Seperti dalam drama atau film, tentu akan menjadi suatu bentuk kebahagiaan untuk menghabiskan pagi hari liburan dengan seorang wanita yang secantik dia.


Bahkan jika aku harus merelakan segala sesuatunya demi cinta terlarang itu, bukanlah akhir yang buruk untuk menghabiskan waktu yang mewah dengan menikmati sarapan santai di sebuah kafe bersama pasangan yang elok ini.


Aria-san adalah seorang wanita yang menghabiskan waktu paling banyak denganku selama masa ujian, seorang wanita yang bekerja keras bersamaku. Dalam hal ini, dia benar-benar orang yang istimewa.


Ketika kami bertemu, kami tidak setara, dan tak satu pun dari kami yang melihat pihak lain sebagai target cinta.


Sebagai seorang siswa SMP, aku bahkan lebih kekanak-kanakan daripada sekarang dan hanya melihat apa yang ada di depanku.


Aria-san juga berhubungan denganku hanya karena aku berada di tempat kerjanya, dan sampai akhirpun menganggapku hanyalah salah satu siswa di bimbel.


Cerita dimulai saat kami bertemu kembali setelah jeda dua tahun, kami berdua sedikit lebih dewasa.


Begitu ya, ini adalah awal yang klise namun tepat untuk sebuah kisah cinta.


Tetapi ada kekurangan yang fatal.


"Sudah terlambat untuk jatuh cinta, ya."


Kenyataannya, Yoruka sekarang berada di tengah-tengah hatiku.


"......Begitu ya."


Aria-san menyilangkan kakinya yang ramping dan menyibak rambutnya yang panjang.


"Maksudku, apa yang akan kamu lakukan jika aku melarikan diri setelah apa yang kamu lakukan semalam, bahkan sebelum kita selesai dengan kasus Kanzaki-sensei?"


Aku masuk ke dalam mode ceramah. 


"Soalnya, setelah ini selesai, aku tidak akan punya alasan untuk menemui Sumi-kun lagi, kan."


"Yah, tidak butuh alasan bagi Aria-san untuk bertemu denganku."


Sulit untuk bertemu dengan seseorang yang tidak banyak berhubungan denganmu kecuali jika kalian sangat dekat, tergantung pada suasana hati kalian.


"Bukan itu yang kumaksud."


"Eh? Soalnya, kalau itu Aria-san......."


Kamu akan datang dan mengombang-ambingkanku dengan caramu yang biasa---aku baru saja akan mengatakannya dan berhenti.


Dengan menyandarkan dagunya di tangannya, meski mata kami tidak bertemu, aku bisa melhat telingannya merah padam.


Sosoknya yang malu-malu itu, sama seperti adiknya, Yoruka.


"Saat itu, waktu yang kuhabiskan untuk mengajarmu sangat melegakan bagiku, karena aku merasa bersalah pada Yoru-chan. Bimbinganku membantu nilaimu meningkat. Rasanya seperti mengulang sesuatu yang tidak bisa kulakukan untuk adik perempuanku, dan aku sangat menikmatinya. Itu membuatku merasa lebih baik."


"Kamu selalu mengkhawatirkan Yoruka ya."


Aria-san si manusia super mengeluarkan suara yang lemah.


"Hanya saja, apa itu bukanlah hal yang wajar bagi Aria-san?"


Aku tidak begitu mengerti.


Bahkan, sejumlah siswa lain di bimbel tersebut selain aku telah lulus dalam pilihan pertama mereka setelah mengikuti kelas Aria-san.


Aku tidak mengerti kenapa dia menemukan makna khusus dalam menaikkan nilaiku, karena aku bukan murid yang luar biasa.


"Bagiku, kebanyakan orang mudah ditebak dan membosankan. Jadi, ada bagian dari diriku yang sangat menyukai orang-orang yang mengkhianati ekspektasiku. Itulah yang terjadi dengan Shizuru-chan, yang tidak memperlakukanku secara khusus, dan karena itulah aku juga jadi menempel padanya."


"Bagaimana denganku?"


Apa yang bisa dilihat dari seorang anak laki-laki biasa bernama Sena Kisumi?


"Pada awalnya, kupikir Sumi-kun tidak akan pernah bisa menyelesaikan tugas yang kuberikan. Kupikir kamu akan menyerah karena itu adalah target yang terlalu tinggi. Tapi kamu terus mencobanya. Tidak peduli seberapa banyak kamu mengeluh dan merengek, kamu selalu berhasil mencapai tenggat waktu. Itulah kenapa aku sangat tersentuh dengan kelulusanmu. Dan aku juga bersimpati dengan motifmu untuk masuk Eisei, dari sudut pandang seorang kakak."


Aku tidak menyangka aku telah memberikan pukulan kepuasan pada Raja Iblis ini.


Sedikit pun aku tidak memikirkan kalau di balik kacamata dan maskernya pada waktu itu, Aria-san memiliki perasaan seperti itu.


"Anak laki-laki bernama Sena Kisumi melebihi ekspektasiku dan meraih bintang emas besar dengan kekuatannya sendiri. Hal semacam itu terlihat keren, bukan? Itulah kenapa itu terukir kuat dalam ingatanku."


Jangan mengatakannya sambil malu-malu. Aku jadi bingung harus bereaksi bagaimana.


"Aku senang kamu tidak mengucapkan kalimat itu dengan jujur ketika aku masih SMP. Pada saat itu, aku pasti akan salah paham dan berharap."


Aku merasa lega dari lubuk hatiku yang terdalam.


Jika Aria-san yang sekarang memujiku, aku pasti akan menerimanya tanpa syarat.


Kata-kata sepele dari seorang Onee-san yang cantik bisa saja mengubah seluruh hidupku.


Bagi remaja laki-laki, kehadiran Arisaka Aria terlalu menyilaukan.


"Fufu, sepertinya aku melakukan sesuatu yang membuatku menyesalinya."


"Menurutmu, kehidupan orang lain itu apa?"


"Sebaliknya, akulah yang telah berubah sejak kita bertemu untuk pertama kalinya dalam dua tahun."


"Kalau itu, penampilan luar dan kesanmu memang terlihat sangat berbeda."


"Aku tidak berbicara tentang penampilan."


"Kamu melebih-lebihkan, ini bukan berarti perbedaan usia kita tiba-tiba menyusut. Aku masih duduk di bangku SMA dan Aria-san adalah seorang mahasiswa. Aria-san jauh lebih dewasa dalam segala hal."


"Ya, tapi kurasa dalam beberapa tahun lagi, perbedaan usia itu tidak akan menjadi masalah besar."


"Tidak ada yang bisa mengalahkan waktu."


Bahkan, Aria-san pun tidak mungkin melampaui waktu.


"Ketika aku melihat Yoru-chan, aku menyadari bahwa aku belum benar-benar jatuh cinta pada siapa pun. Itulah kenapa mudah bagiku untuk membayangkan Sumi-kun, yang dari awal sudah kukenal, sebagai target cinta. Bagaimanapun juga, kami adalah saudara, jadi sepertinya kami tertarik dengan orang yang sama."


Aku tidak ingin kau memilihku sebagai pasangan simulasi untuk kehidupan cintamu seenakmu sendiri.


Itu adalah sesuatu yang kau lakukan di dalam kepalamu, jangan repot-repot melaporkannya pada yang bersangkutan.


"Cinta terlarang sudah cukup dalam fiksi saja."


Aku menertawakannya dengan ringan.


"Aku bahkan lebih terpesona karen itu terlarang."


"Sudah tidak ada yang bisa dilakukan, bukan? Hanya itu."


Melarikan diri ke cerita pengandaian, itu tidak seperti Arisaka Aria.


Hal-hal indah, ideal dan kebahagiaan yang didramatisasi itu mempesona karena tidak butuh proses kompromi dengan kenyataan.


Akan sangat menyenangkan untuk mengakhiri dengan akhir yang bahagia.


Karena itu, tidak perlu adanya kelanjutan ataupun sekuel yang membosankan.


Tidak perlu merusak sisa rasa dari kebahagiaan.


"Aku yakin aku bahkan tidak memiliki cinta tak berbalas, kurasa aku hanya mengerti perasaan cinta coba-coba."


Aria-san bergumam pada dirinya sendiri sambil menatap ke luar jendela yang dipenuhi cahaya putih musim panas.


"Aria-san hanya jadi tidak sabar ketika adiknya yang dia perlakukan seperti anak kecil, tiba-tiba mendahuluinya."


Orang ini tentunya adalah tipe orang yang tidak pernah menyerah dalam hidup. Satu-satunya hal yang bisa mengalahkan orang yang tidak pernah dikalahkan ini adalah pengalaman percintaan.


"Aah, aku mengerti. Mungkin ini pertama kalinya aku kalah dari Yoru-chan."


Fakta bahwa dia berbicara dengan bahagia tentang kekalahannya membuatnya jelas betapa Aria-san sangat menyayangi Yoruka.


"Seperti yang kuduga, Sumi-kun itu pria yang baik ya."


"Yah, aku bangga dengan fakta bahwa Yoruka menyukaiku."


"Apaan itu, pamer? Dasar!"


Sambil tertawa, dia memukul pundakku dengan ringan.


Senyum bahagia Aria-san bagaimanapun sangat mirip dengan senyum Yoruka.

***




"Baiklah, kalau begitu aku akan pulang."


Aku meninggalkan kafe dan mengantar Aria-san ke pangkalan taksi di stasiun.


Suhu udara meningkat dengan cepat, dan hawa panas terasa semakin menyengat saat aku melangkah keluar dari kafe yang sejuk itu.


Saat itu masih pagi, tapi sinar matahari yang kuat masih memanggang kulitku, dan aku mulai berkeringat.


"Ini akan menjadi lebih panas dari sekarang."


"Sebelum aku bisa menikmati musim panas, aku harus menyelesaikan ujian akhir."


"Itu sulit bagi orang yang biasa-biasa saja ya. Mau Onee-san memberikan pengajaran belajar gratis khusus?"


"Saat aku benar-benar merasa tidak bisa, tolong bantu aku."


"Ara, kamu sangat jujur ya."


"Kamu memiliki rekam jejak yang baik. Aria-san."


"Memanggilku hanya saat itu nyaman untukmu, dasar pria jahat."


"Jangan mengatakannya seperti itu! Itu bisa disalah artikan!"


"Aku hanya bercanda. Kamu lucu ya, Sumi-kun."


"Seriusan, itu bahaya untuk jantungku."


"Oh, akan merepotkan kalau kamu terkena sengatan panas. Apa perlu kupinjamkan kacamata hitamku?"


Aria-san mencari-cari di dalam tasnya.


"Aku tidak terlalu membutuhkannya."


"Uwah!"


Aria-san terlalu asyik dengan tangannya sehingga dia kehilangan pijakan dan tersandung saat melangkah.


Aku mengulurkan tanganku ketika menyadari bahwa dia akan jatuh.


Aku meraih lengan Aria-san yang kecil saat dia kehilangan keseimbangan, dan dengan momentum tarikannya, dia terhuyung ke arahku. Saat aku menangkapnya, sesuatu yang lembut menyentuh telingaku.


Seketika itu juga, aku dihantam oleh sensasi yang tidak diketahui, seperti ada arus listrik yang mengalir melalui tubuhku.


"~~~"


"Fufu. Seperti yang kuduga, kamu itu pandai menangkap ya."


Aku terjebak di posisiku, dan napas Aria-san menyentuh tulang selangkaku dengan wajahnya yang menunduk ke bawah.


Sensasi lembut yang menempel padaku membuatku berdebar.


"Aneh rasanya, padahal aku yang bertemu denganmu lebih dulu, tapi yang kamu pilih malah Yoru-chan."


"A-ria-san?"


Sambil kebingungan dengan gumaman Aria-san, aku memeras kata-kataku.


"Kebetulan sekali taksi datang."


Aria-san melompat menjauh dan dengan cepat masuk ke kursi belakang.


"Sumi-kun, wajahmu memerah lho? Hati-hati di jalan pulangmu ya."


"Yang benar saja, tolong jangan menggodaku lagi."


Meskipun begitu, bagian depan stasiun di pagi hari adalah gerbang setan. Pada bulan April, Yoruka dan aku hampir saja mendapat masalah besar saat seseorang melihat kami bersama, dan kami terancam putus.


Baik Kanzaki-sensei, yang membantuku saat itu, maupun Aria-san di depanku, tidak bisa diandalkan kali ini.


"Sampai jumpa lagi."


Aria-san tetap mengenakan kacamata hitamnya meskipun dia sudah masuk ke dalam mobil.


Pintu tertutup dan dalam sekejap taksi yang ditumpanginya melaju menjauh.


Aku berdiri di sana dengan tangan menutupi telingaku sampai taksi itu tidak terlihat.



"---Kisumi."



Saat aku menoleh ke arah suara itu dan ternyata ada Yoruka dan Sayu, yang sedang memegang ponselnya.


"Ini gosip! Skandal!"


Sentence Spring!, kata Sayu, gemetar dengan wajah seolah dia telah melihat sesuatu yang tak terduga.

Tln : Sentence spring apaan dah


"Tunggu sebentar, kenapa Yoruka ada di sini? Selain itu, Sayu juga."


"A-Aku juga tidak ingin menjadi seperti paparazzi seperti ini! Tapi aku melihatnya!"


Sayu menunjukkan padaku layar ponselnya.


Di sana terekam aku dan Aria-san yang saling berpelukan.


"Itu hanya sebuah kecelakaan. Aku hanya menahannya saat dia terjatuh. Kenapa kamu di sini, Yoruka?"


Hari ini hari Sabtu dan sekolah pun libur.


Tidak ada alasan kenapa Yoruka, yang mengenakan pakaian biasa, berada di sini pagi-pagi sekali di depan stasiun dekat sekolah.


"Onee-chan tidak pulang ke rumah tadi malam. Kisumi juga tidak menghubungiku sampai pagi hari. Aku mencoba meneleponmu beberapa kali, tapi kamu tidak menjawab. Aku jadi khawatir, jadi aku meminta Sayu untuk ikut denganku ke rumahmu, dan kami janjian di stasiun......"


Kata-kata Yoruka tenang.


Aku buru-buru mengeluarkan ponselku. Aku sama sekali tidak menyadari ada pesan tersebut karena aku membiarkannya dalam keadaan mati.


Sial, aku lupa menghubunginya lagi. Kenapa sih aku begitu buruk pada saat-saat penting.


"Tunggu. Yoruka, bukan begitu!"


"Kalau begitu kenapa kamu masih pakai seragam? Itu berarti kamu belum pulang ke rumah sejak semalam kan. Kamu bersama Onee-chan sepanjang malam kan."


Nada suara Yoruka semakin kuat meski dia tetap menundukkan kepalanya.


"Itu memang benar, tapi,"


"---Padahal aku mempercayaimu."


"Yoruka."


Mengabaikan panggilanku, Yoruka pergi. 


"Buu! Aku sangat kecewa padamu, Ki-senpai. Kamu yang terburuk!"


Sayu pun menatapku dengan tatapan jijik dan langsung mengejar Yoruka. 


Aku ingin mengejar pacarku sesegera mungkin. 


Tapi suara Yoruka yang terluka di telingaku membuatku tidak yakin.


Setelah mengejarnya, bagaimana aku bisa menjelaskannya?


Aku tidak bisa menemukan kata yang tepat untuk membuktikan bahwa kebetulan itu hanya kebetulan, dan aku terjebak di tempat.