Chikasugiru Karera no, Juunanasai no Tooi Kankei [LN] V1 Chapter 5.4
Bab 3 - Rasa Hujan dan Keringat
Sore semakin larut, dan sinar matahari yang bersinar melalui jendela kamar perlahan-lahan memudar menjadi senja merah pada hampir jam 6 sore, ketika set kedua hampir berakhir.
Ketika alarm Yuriko berbunyi, aku mengembuskan napas panjang. Meskipun kami sempat beristirahat sejenak, namun kepalaku terasa lelah setelah empat jam bekerja.
"Ah, aku lelah."
Yuriko melipat tangannya dan merentangkannya di depannya seakan sedang melakukan peregangan. Di depannya, Izumi dengan lembut menutup buku catatannya dan Nagai mengusap pelipisnya dengan tangannya.
Bagaimanapun, semuanya lelah dengan caranya masing-masing, dan mereka menghabiskan waktu untuk minum teh dan mengunyah kue Izumi, yang hanya tersisa sedikit.
Tak lama kemudian, Yuriko menegakkan punggungnya dan kemudian bertanya, "Bagaimana hasilnya, ada kemajuan?"
"Lumayan," jawab Nagai.
"Izumi-san mengajariku banyak hal. Terima kasih."
"Tidak masalah."
Saat Nagai berterima kasih padanya, Izumi menggelengkan kepalanya kecil dengan keramahannya yang biasa.
Yuriko menghabiskan sisa teh di gelasnya dan bertanya, "Apa yang akan kita lakukan setelah ini? Kita sudah melakukan semua yang seharusnya kita lakukan, haruskah kita bubar?" Dia bertanya pada yang lain.
"Mumpung kita di sini, kupikir aku ingin melanjutkan sesi tambahan. Kalau kalian tidak keberatan."
Nagai menatapku dan berkata, "Bagaimana menurutmu?"
"Aku baik-baik saja. Waktu makan malam kami sekitar jam 8 malam. Bagaimana denganmu, Izumi?"
"Aku juga gak masalah dengan itu."
Aku menerima jawaban jujur yang membuatku bertanya-tanya di mana dia mempelajari itu. Dia terlihat sedikit lelah, tapi dia masih tersenyum, dan aku bisa merasakan dia punya banyak waktu luang.
"Kalau begitu, mari kita istirahat dan melakukan sesi tambahan."
Saat Yuriko menyimpulkan pembicaraan, aku mendengar getaran ponsel di mejaku. Aku bangun dan melihat ke layar dan melihat nama kakakku.
"Ya. Ada apa?"
Ketika aku mengangkat telepon, aku mendengar suara mencolok kakakku berkata, 『Hei, apa kau bebas sekarang?』
"Aku sedang belajar untuk ujian."
『Kau melakukan sesuatu yang membosankan ya.』
"Terima kasih."
Kataku, dan kakakku tertawa singkat.
『Yah, terserahlah. Kalau kau punya waktu setelah ini, bagaimana kalau kita pergi makan malam? Dengan Rina-chan juga.』
Aku melihat ke arah yang lainnya. Yuriko menatapku, mungkin penasaran dengan panggilan yang kuterima, dan Nagai sedang berbicara dengan Izumi tentang sesuatu.
『......Yuriko dan satu teman lain dari klubku juga ada di sini.』
『Apa, kau mengadakan kelompok belajar? Aku tidak keberatan jika hanya sekitar empat orang atau lebih. Undang semuanya. Aku punya pemasukan tambahan saat ini.』
"Apa kamu mendapat pekerjaan baru?"
『Tidak, aku ada di program radio beberapa hari yang lalu.』
Aku hendak menjawab dengan sesuatu seperti, "Hmmm," ketika ia mengatakannya dengan santai, tapi kemudian aku memikirkannya dan menyadari bahwa itu hal yang menakjubkan. Aku terkejut setelah beberapa saat dan berkata,
"Benarkah? Kamu tidak pernah mengatakan apapun tentang itu."
『Aku malu, jadi aku tetap diam. Selain itu, ibu mungkin khawatir.』
"......Yah, kurasa begitu. Tapi program macam apa itu?"
Meski tidak sebesar televisi, radio tetaplah media massa. Untuk sesaat, aku teringat apa yang terjadi pada ayah, dan jantungku berdenyut kuat dengan perasaan tidak enak.
『Jangan khawatir, ini bukan cerita yang sama dengan ayah. Maksudku, mahasiswa magister sepertiku tidak memiliki pengaruh seperti itu. Aku diundang menjadi komentator tamu untuk segmen one-shot pada program informasi tentang budaya anak muda. Kami baru saja berbicara sedikit tentang sastra dan seni yang populer di kalangan anak muda, dari sastra murni hingga konten subkultur. Area penyiaran juga merupakan bagian dari wilayah Kanto.』
Begitu, jawabku, lega mendengar nada santai kakakku.
『Yah, kita bicarakan lain kali. Kalau jadi pergi makan malam, hubungi aku kembali dalam 30 menit. Aku ingin ke sana sekitar jam 7.』
"Mengerti. Aku akan bertanya pada yang lain."
Aku mengetuk ikon Akhiri Panggilan dan meletakkan ponsel di atas meja.
"Ryuuichi-kun?" Yuriko dengan cepat bertanya.
"Kamu tahu betul ya." aku membalas.
"Aku tahu dari nada suaramu. Apa yang kalian bicarakan?"
"Ia bertanya apa aku ingin pergi makan malam. Aku bilang padanya aku punya teman yang datang, dan ia bilang aku bisa mengundang kalian juga, dan ia akan mentraktir kita semua."
"Serius? Apa tidak apa-apa?"
"Kudengar dia mendapat uang tambahan. Mau pergi?"
Aku bertanya pada Yuriko, lalu aku bertanya pertanyaan yang sama pada Izumi dan Nagai yang sepertinya mendengarkan percakapan dari tengah-tengah.
Yuriko dan Izumi menjawab bahwa mereka ingin pergi meskipun mereka sedikit sungkan, Nagai dengan jelas menolak, mengatakan, "Tidak, aku merasa tidak enak pada kakakmu, jadi tidak, terima kasih."
"Tidak perlu sungkan. Kakakku adalah orang yang sangat komunikatif, dan makan dengan orang asing bukanlah apa-apa baginya."
"Betul, Nagai. Kakak Kenichi orangnya baik kok," tambah Yuriko yang akrab dengan kakakku. Tapi, "Yah, kali ini tidak. Keluargaku juga mungkin sedang menyiapkan makanan di rumah," jawabnya. Karena aku tidak ingin memaksanya, aku berkata, "Oke," dan kami memotong pembicaraan disana.
"Kalau begitu aku akan memberitahunya bahwa Yuriko dan Izumi akan datang."
Aku meraih ponselku lagi dan menelepon kakakku.
Setelah itu, kami masing-masing belajar selama kurang lebih 30 menit, dan itulah akhir dari sesi belajar hari itu.
"Kalau begitu, aku pulang. Terima kasih untuk hari ini, Sakamoto dan Izumi-san. Dan juga Mori. Aku membuat banyak kemajuan. Aku senang kita bisa belajar bersama."
Ya, jawabku, dan Izumi berkata, "Sama-sama,". Bagaimanapun, Izumi memiliki sejumlah keterampilan sosial, dan setelah menghabiskan setengah hari bersama, dia sepertinya membuka hatinya untuk Nagai sampai batas tertentu.
Ia mulai mengemasi barang-barangnya, dan di tengah melakukannya, ia berkata, "Oh, benar," dan memasukkan tangannya ke dalam saku. Kemudian, seperti ragu-ragu,
"Izumi-san, jika kamu tidak keberatan, bisa aku mendapatkan informasi kontakmu?" Ia bertanya pada Izumi
Mungkin merasakan sesuatu, Yuriko menatap Nagai dengan "Ho~".
"Eh, ah, ya. Tentu"
Izumi mengeluarkan ponselnya sendiri, meskipun dia tampak sedikit bingung.
Setelah bertukar informasi kontak, Nagai berterima kasih pada Izumi sambil tersenyum dan berkata, "Terima kasih."
"Sama-sama," jawab Izumi dengan ramah.
Melihat mereka berdua bertukar informasi kontak, aku kembali merasakan sesuatu seperti perasaan tidak nyaman yang kurasakan beberapa kali sebelumnya. Rasanya gatal, semacam perasaan yang tidak bisa dijelaskan.
Kemudian aku pergi ke pintu masuk untuk mengantar Nagai saat ia meninggalkan ruangan dengan barang bawaannya.
Baca novel ini hanya di Gahara Novel
Awan yang menutupi langit hingga siang hari sudah menghilang, dan langit sore yang baru saja memasuki bulan Juli diwarnai merah oleh matahari yang terbenam.
"Sampai jumpa lagi, Sakamoto."
"Ya, sampai jumpa lagi. Semoga nilaimu lebih baik."
Aku menjawab dan melambaikan tanganku.
Nagai berjalan keluar gerbang rumah dan berjalan menuju halte bus.
Ia adalah teman terdekatku di SMA. Ia pemain sepak bola yang baik dan murid yang baik, tapi ia tidak menyombongkannya. Ia pria yang baik.
Tetapi ketika aku melihat punggungnya menjauh, perasaan aneh yang baru saja tumbuh di dalam diriku seakan mereda, dan aku merasa seperti orang bodoh.
Saya belum bertukar informasi kontak langsung dengan Izumi. Kami hanya tahu nomor telepon satu sama lain. Kami tidak pernah bertukar pesan, kami juga tidak tahu akun SNS satu sama lain. Karena kami tinggal bersama, itu cukup jika kami bisa saling menelepon.
Aku merasa agak tidak nyaman karena ia mengetahui bagian dari Izumi yang tidak kuketahui.
Aku bisa melihatnya dengan jelas sekarang.
Pernyataan Yuriko tempo hari tentang tidak ingin anak laki-laki lain tahu tentang Izumi adalah benar.
Desahan keluar secara spontan pada pemikiran tidak masuk akal yang bahkan aku sendiri tidak bisa mengerti.
☆ ☆ ☆
Tepat sebelum jam 7 malam, kakakku datang ke rumah dengan mengendarai skuter yang ia gunakan untuk berkeliling lingkungan sekitar. Aku langsung tahu dari suara mesin kalau ia telah tiba. Aku turun dan membuka pintu depan tepat saat interkom berdering.
"Yo, Kenichi."
Kakakku mengenakan kemeja V-neck hitam dan celana jeans ramping. Ia sedikit lebih sederhana dari biasanya, tapi aksesori perak yang menyembul dari dadanya yang terbuka membuatnya terlihat seperti pria mencolok.
"Mau masuk?"
Ketika aku bertanya padanya,
"Tidak, aku di sini saja."
Ucapnya sambil menggaruk belakang kepalanya.
"Ibu ada di rumah sekarang. Mau aku memanggilnya?"
"Hmm, yah, terserah kau saja."
Aku menyarankan itu, mengingat percakapan yang berlangsung beberapa hari yang lalu, tapi ia memberi aku jawaban yang samar untuk seorang kakak yang selalu berbicara dengan jelas.
Aku berpikir, "Yah, terserahlah," dan hendak berbalik untuk memanggil Izumi dan Yuriko ketika ibu keluar rumah dengan mengenakan sepasang sandal. Ack, kakakku melihat ini dan mengerutkan kening.
Ibu meletakkan kedua tangannya di pinggul dan tiba-tiba berkata dengan nada tajam.
"Ryuuichi, apa yang kau lakukan selama enam bulan ini tanpa menunjukkan wajahmu? Aku mencoba meneleponmu, tapi kau tidak menjawab. Aku juga mengunjungimu, tapi kau tidak ada di sana."
"Ah, Bu, l-lama tidak bertemu......"
Saat matahari sore yang merah bersinar dan tanaman bergoyang tertiup angin di taman yang sejuk, ibu dan kakakku mulai berbicara untuk pertama kalinya dalam waktu sekitar setengah tahun. Aku tetap di sana, penasaran ingin melihat percakapan seperti apa yang akan terjadi. Maksudku, Bu, kamu pergi ke tempat Ryuu-kun?
"Aku sedang berpikir untuk pergi makan malam dengan Kenichi hari ini, dan itulah kenapa aku datang untuk menjemputnya....... Oh, kalau tidak keberatan, boleh aku meminjam mobilnya? Aku akan membawa Rina-chan dan Yuriko-chan juga.......Atau malahan ibu juga mau ikut dengan kami? Aku yang akan mentraktir."
Ibuku tidak menjawab, tapi menatap wajah kakakku dari atas ke bawah dan berkata,
"Kau masih berpakaian sangat flamboyan. Apa kuliahmu berjalan dengan baik?"
"Ya. Aku akan menghadiri konferensi akademik domestik di musim panas, jadi aku sedang mempersiapkannya."
"Begitu. Apa kau punya cukup uang?"
"Entah bagaimana. Universitas akan membayarku untuk pergi ke konferensi, termasuk biaya perjalanan, dan aku akan mengajar di sekolah persiapan selama liburan musim panas."
"Serius?"
"Serius. Setidaknya aku bisa mendapatkan cukup uang untuk hidup sendiri. Aku menghasilkan uang setiap bulan dari pekerjaan paruh waktu dan bayaran manuscript-ku. Aku tidak punya masalah sama sekali."
"Yah, kalau semuanya berjalan dengan baik, tidak apa-apa."
Kemudian ibuku menatap kakakku.
"Kenichi bercerita banyak tentangmu. Aku belum ingin menjadi seorang nenek, jadi aku benar-benar tidak ingin mendengar tentang hal itu."
Ugh, untuk sesaat ia kehilangan kata-kata.
"---Yah. Aku selalu memiliki sejumlah langkah penanggulangan......jadi......."
Ketika kakakku menjawab dengan tawa, seolah sedang bercanda atau membuat semacam komentar permintaan maaf dari perusahaan yang memiliki skandal, ibuku bergidik.
"Dasar idiot! Kau ini mirip siapa sih, dasar playboy. Berhentilah terbawa suasana!"
Ketika ia diteriaki, senyum ceria kakakku berubah menjadi senyum pahit yang mengatakan, "Gawat, dia marah,". Mungkin hanya ibu kami yang bisa membuat kakakku yang selalu tenang terpojok seperti ini.
"Kenichi, jangan hanya berdiri di sana seperti orang bodoh, bawa mereka berdua ke sini sekarang."
Seolah ingin melarikan diri, ia mendesakku untuk melakukannya.
Ya, jawabku setengah hati, dan kembali ke pintu depan.
Izumi dan Yuriko sudah mengemasi tas mereka dan keduanya duduk di sofa ruang keluarga. Yuriko membawa tas jinjing putih yang berisi perlengkapan belajarnya, dan Izumi mengenakan pouch cokelat kecil yang dia gantung di bahunya. Lampu tidak menyala, dan dalam cahaya redup, matahari sore yang merah bersinar melalui jendela, memantulkan cahaya ke berbagai arah di permukaan botol dan gelas di atas meja.
Sementara mereka menunggu, mereka berbicara tentang sesuatu lagi. Namun saat aku membuka pintu ruang keluarga, mereka berdua duduk berdampingan dalam diam.
"Ryuu-kun, ia bilang ayo berangkat."
Saat aku mengatakan itu, Yuriko dan Izumi mengangguk dan berdiri bersamaan. Mereka berdua segera merapikan diri, merapikan lipatan pakaian dan menyisir rambut dengan tangan.
"Apa yang kalian berdua bicarakan?"
Ketika aku bertanya pada mereka, Yuriko menjawab dengan nada datar.
"......Aku mendengarkan cerita memalukan Kenichi di rumah."
Aku hanya bisa berkata, "Eh!?"
"Izumi, seriusan?"
Saat aku bertanya padanya, dia segera menatap Yuriko sejenak, lalu menjawab dengan senyum usil padaku.
"Ya."
"Tidak mungkin. Aku tidak berpikir aku melakukan sesuatu yang aneh."
Saat aku mengatakan itu, fufufu, Izumi tersenyum.
"Cerita seperti, kamu mengajariku cara bermain game. Atau caramu mengurus segala sesuatunya di rumah."
"Apa? Itu tidak memalukan, kan?"
Saat aku mengatakannya, Yuriko tidak mengubah ekspresinya, tapi mengabaikan kata-kataku dengan wajah datar dan berkata dengan nada lugas.
"Ryuuichi-kun, ia menunggu kita kan? Ayo pergi."
Dengan itu, Yuriko pun meninggalkan ruang keluarga dan memakai sepasang sepatu biru di pintu masuk. Izumi duduk di sampingnya dan mengenakan sandal bertali musim panas.
Saat kami bertiga keluar, kakakku masih membicarakan sesuatu dengan ibuku.
"Oh, halo, Yuriko-chan, Rina-chan."
Kakakku mengalihkan pandangannya ke arah kami seolah melarikan diri dari ucapan ibuku.
Izumi menundukkan kepalanya dan Yuriko berkata pada kakakku dengan ramah, "Ryuuichi-kun, lama tidak bertemu,". Saat kami muncul, ibuku menutup mulutnya dan melangkah mundur dari kakakku. Kemudian dia menyilangkan tangannya seolah memegang kedua sikunya dan berkata pada kakakku, "Tunjukkan wajahmu sesekali."
Ia mengangguk, "Mengerti." Kemudian ibuku memalingkan wajahnya ke arah kami.
"Yuriko-chan, Rina-chan juga, berhati-hatilah dengan pria ini."
Kakakku dengan tidak sabar menyela kata-kata ibu, berkata, "Tunggu sebentar."
"Apa ibu benar-benar berpikir aku akan meletakkan tanganku pada seorang siswi SMA?"
"Kalau itu kau, kau akan melakukannya."
"Itu mengerikan. Aku bukan orang yang tidak bermoral seperti itu."
"Kau tidak tahu apa-apa tentang moral."
"Begini-begini aku mempelajari filsafat publik lho."
Yuriko dan Izumi bingung dengan perdebatan antara kakak dan ibuku.
"Bu, Ryuu-kun, kupikir hal seperti itu......"
Saat aku menyela, ibuku menarik diri, meski pipinya sedikit menggembung. Kemudian dia berjalan menuju pintu depan dan langsung keluar lagi, menyerahkan kunci mobil pada kakakku.
"Hati-hati di jalan."
Kakakku mengambilnya sambil berkata, "Terima kasih."
Ibu berdiri di ambang pintu,
"Kalau begitu, sampai jumpa, Yuriko-chan. Rina-chan, nanti lagi," katanya pada Yuriko dan Izumi.
Yuriko membungkuk sopan, "Ya, maaf mengganggumu hari ini," kata Yuriko, "Aku pergi," kata Izumi dengan senyum dan ekspresi bersemangat di wajahnya.
Setelah itu, ibuku masuk kembali ke dalam rumah dan aku mendengar kakakku berkata, "Fiuh," dengan nada suara tertekan.
"Bagaimana percakapan pertamamu dengan ibu setelah sekian lama?"
"Aku sudah enam bulan tidak bertemu dengannya, jadi sulit bagiku untuk berbicara dengannya."
Kata kakakku, seolah sedang menggigit sesuatu yang pahit. Seringkali lebih mudah untuk berkomunikasi dengan orang asing yang hanya memiliki hubungan dangkal denganmu daripada dengan anggota keluargamu sendiri. Anehnya, kupikir kelemahan kakakku mungkin adalah anggota keluarganya. Faktanya, ia tidak terlalu baik di sekitar ibu.
"Sekarang," katanya, sambil berbalik menghadap kami, ekspresinya berubah menjadi senyum yang biasa
"Kita mau makan apa? Rina-chan, ada yang kamu inginkan?"
Izumi tersenyum, tapi menggelengkan kepalanya dengan sikap sungkan.
"Kalau aku apa saja boleh. Aku tidak punya yang kusuka atau tidak kusuka."
"Bagaimana denganmu, Yuriko?"
"......Daging."
Yuriko yang entah kenapa melihat ke bawah dari tadi menjawab dengan suara yang tidak jelas.
"Ha?"
Ketika aku yang berdiri di sampingnya bertanya kembali, dia mendongak.
"Daging! Aku ingin makan daging!"
Suara kerasnya yang tiba-tiba membuat ekspresi kakakku berubah menjadi kosong. Aku yang berdiri tepat di sampingnya juga terkejut. Apa gadis ini sebegitu inginnya makan daging?
"Kalau begitu, ayo pergi ke restoran yakiniku."
Mendengar saran itu, "Yakiniku," kata Izumi dan matanya berbinar.
"Aku belum pernah ke restoran yakiniku."
"Tidak masalah. Aku ingat ada restoran di depan stasiun. Ayo kita ke sana."
Setelah memutuskan ke mana akan pergi, kami pun masuk ke minicar.
☆ ☆ ☆