Chikasugiru Karera no, Juunanasai no Tooi Kankei [LN] V1 Chapter 3.3
Bab 3 - Pertemuan Mereka
Cuaca tetap cerah sepanjang sisa hari itu. Pada sore hari, suhu naik dan menjadi cukup panas. Namun, karena kami memiliki pertandingan latihan yang dijadwalkan keesokan harinya, latihan hari ini terasa ringan dan kami tidak terlalu lelah.
Dalam perjalanan pulang, Yuriko menghampiriku di tempat parkir sepeda.
"Hei, bisa kita mampir Ichishou sebentar?"
Ichishou adalah singkatan dari Sekolah Dasar 1 Kota Irisawa, tempat aku dan Yuriko dulu bersekolah.
Tln : Irisawa Shiritsu Dai Ichi Shougakkou, Ichishou/ SDN 1 Irisawa
"Kenapa?"
"Hari ini sepupuku bermain pertandingan sepak bola. Dia baru kelas empat. Mau nonton?"
Karena aku tidak punya rencana untuk malam itu, aku menjawab, "Oke,". Di klub anak laki-laki tempat kami dulu bernaung, para alumni siswa SMP dan SMA serta mahasiswa sesekali datang untuk melatih, tapi aku sendiri belum pernah muncul sekali pun sejak lulus dari sekolah dasar.
Memasuki halaman sekolah dasar, kami memarkir sepeda kami di tempat parkir, seperti yang biasa dulu kami lakukan. Di sekeliling kami ada sepeda-sepeda kecil milik siswa sekolah dasar.
Sudah lama sejak aku ke lapangan sekolah dasar, tapi rasanya sangat kecil. Di lapangan sepak bola, ada anak-anak berlarian dengan seragam yang biasa dulu kami pakai. Aku mengenali seragam tim lain. Itu adalah tim klub lokal. Lapangan SD yang sempit itu dipenuhi suara anak-anak, langkah kaki mengejar bola, dan peluit.
Bersandar pada palang di sudut lapangan, kami mengalihkan perhatian ke lapangan tempat pertandingan dimainkan. Matahari sore sangat terik dan panas.
"Yang mana sepupumu, Yuriko?" aku bertanya.
"Gadis itu. Namanya Miyuki-chan."
Gadis di ujung jari Yuriko, dengan rambut bob pendek, memberikan kesan kecil dan imut. Dari kelihatannya, posisinya berada di sisi kanan lini tengah. Permainan ini adalah situasi yang khas dalam permainan sekolah dasar, di mana beberapa pemain sentral dari kedua tim, yang secara fisik lebih besar atau lebih terampil secara teknis, menendang bola satu sama lain di area kecil yang ramai. Miyuki-chan bergerak di sudut lapangan, entah dia ingin terlibat dalam permainan atau tidak.
"Ibunya mengatakan padaku kalau dia mulai bermain sepak bola karena pengaruhku."
Kata Yuriko dengan bangga saat dia melihat sepupunya dan juniornya beraksi.
"Hee. Sudah berapa lama dia bermain?"
"Dua tahun."
"Begitu. Kalau begitu, kurasa apa boleh buat kalau masih seperti itu......"
"Ya, dia gadis yang pendiam sejak awal. Tapi dia pemain yang bagus kok. Aku sudah mengajarinya beberapa kali, dan dia sangat cekatan dan cepat belajar."
"Begitu ya."
"Yah, penghalang besarnya adalah dia agak terlalu lembut dan tidak ingin terlibat aktif dalam permainan."
Saat kami membicarakan hal ini, bola menggelinding ke arah Miyuki-chan, seolah-olah meledak dari grup tengah. Dia sempat gelisah, tapi bola itu sampai ke kakinya dan dia menendangnya kembali ke tengah. Itu adalah tendangan yang indah. Bola naik dengan lembut, grup tengah kembali mengerumuni, dan saat mengenai kepala seseorang dan memantul, kiper lawan menahannya.
"Memang benar, itu tendangan yang indah."
"Kan?"
"Dia terlihat seperti tipe pengumpan."
"Yah, kurasa begitu. Aku juga berpikir jika Miyuki-chan akan bermain sebagai pemain sayap, akan lebih baik baginya untuk berkembang ke arah itu. Dia tidak terlihat seperti penyerang dalam hal kepribadian."
Yuriko menyaksikan permainan sepupunya sepenuhnya dari sudut pandang seorang mentor. Dan aku tiba-tiba bertanya-tanya apa ini adalah cara ayahku dulu mengawasi kami di sekolah dasar.
Setelah sekitar sepuluh menit, permainan berakhir. Miyuki-chan berlari ke arah kami dari antara siswa sekolah dasar yang telah selesai saling menyapa.
"Kerja bagus," Yuriko meletakkan tangannya di atas kepala Miyuki-chan.
"Yuriko-chan, apa kamu datang untuk menonton?"
"Ya. Kamu sudah berusaha dengan keras ya."
---Uwah. Yuriko yang biasanya mengucapkan kata-kata keras, mengucapkan kata-kata yang lembut. Ini tidak seperti Yuriko yang selalu berteriak di bangku cadangan selama pertandingan.
Yuriko melepaskan tangannya dari Miyuki-chan dan memutar tubuhnya ke arahku.
"Ini temanku. Lulusan sekolah ini."
Miyuki-chan menatapku. Mata kita bertemu.
"......"
"......"
Aku belum pernah berbicara dengan seorang gadis seusia ini sebelumnya. Saat aku bingung bagaimana harus memperlakukannya, "Hei. Katakan halo," kata Yuriko padaku dengan geram.
"H-Halo......"
Untuk sekarang, aku hanya mengatakan sepatah kata, tapi Miyuki-chan jelas ketakutan, mungkin karena jeda yang aneh tadi. Matanya berenang.
"Kenichi, senyummu kaku."
Aku tahu itu tanpa perlu kau memberi tahu. Tapi ini adalah senyum paling baik yang bisa kulakukan. Miyuki-chan membungkuk dan berkata, "Halo!" dengan suara gugup padaku, dan kemudian dia berlari menuju lapangan. Anak-anak semua membentuk lingkaran. Sepertinya mereka akan melakukan peregangan.
"Ah~. Kau menakuti anak SD. Seperti yang diharapkan dari Kenichi."
"Apa kau bilang!?"
Yuriko menatapku dengan dingin.
Setelah itu, Yuriko dan aku mendekati bangku cadangan untuk menyapa pelatih yang kami berdua kenal. Namanya Ishida-san, seorang pria paruh baya yang bekerja di kantor kota, mengenakan jersey dan topi. Kebanyakan pelatih di tim ini adalah orang tua dari anak-anak di tim atau alumni sekolah dasar yang merelakan waktu mereka, tapi Ishida-san tetap melatih tim ini bahkan setelah anaknya sendiri lulus.
"Oh, Kenichi!"
Ishida-san memperhatikanku sebelum aku bisa memanggilnya. Aku sedikit terkejut dengan itu.
"Halo. Lama tidak bertemu."
Aku menundukkan kepalaku dan menyapanya. Ishida-san tersenyum dengan wajah merah kecokelatannya dan mengajukan pertanyaan seperti, "Kau sudah tumbuh lebih tinggi," atau "Apa kau masih bermain sepak bola?" Di tengah-tengah percakapan seperti itu, ia mengalihkan pandangannya ke Yuriko di sampingku dan,
"Pacarmu?" ia bertanya dengan suara rendah. Yuriko bereaksi dengan mengangkat bahunya.
"Aku Mori. Aku teman seangkatan Kenichi. Apa Anda lupa? Aku bukan pacarnya."
Yuriko tersenyum cerah, tapi dengan intensitas yang sepertinya memunculkan urat di kepalanya, dan menyebut namanya.
Baca novel ini hanya di Gahara Novel
"Ah! Yuriko, apa itu kau!? Aku tidak mengenalimu, kau terlihat sangat berbeda! Kalau aku melihat lebih dekat, kau memang Yuriko!"
"Apa maksud Anda dengan melihat dari dekat."
Yuriko menggerutu. "Maaf," kata Ishida-san pada Yuriko sambil tertawa, lalu bertanya,
"Bagaimana kabar Pelatih Sakamoto?"
Ia bertanya padaku.
Untuk sesaat, aku bingung mencari jawaban. Aku belum memberi tahu orang-orang di klub ini kalau ayahku telah meninggal.
".......Ayahku sudah meninggal. Tiga tahun lalu."
"Eh?" kata pelatih, dan untuk sesaat, ia terdiam. Aku merasakan suasana hangat reuni kami membeku. Yuriko di sampingku juga menundukan pandangannya.
"Penyebabnya?"
"Ia tiba-tiba sakit. Itu sangat mendadak."
"Jadi begitu......maaf. Aku tidak tahu itu."
"---Tidak. Seharusnya aku yang mengatakannya, maaf aku tidak memberitahukannya ke klub. Meskipun aku berhutang banyak padamu."
"Tidak, tidak, tidak apa-apa. Itu pasti sangat sulit."
Ayahku dulu muncul setelah menyelesaikan pekerjaan di kampusnya dan sering duduk di bangku dengan jaketnya. Penampilan intelektualnya, yang tidak pada tempatnya di lapangan sekolah dasar, mengingatkanku pada manajer klub profesional Eropa, dan pelatih lain akan bercanda bahwa dia adalah Mourinho di klub kami. Saat aku berada di dekat bangku cadangan, bayangan ayahku, mengenakan kombinasi jaket yang aneh dan sepatu sepak bola berwarna mencolok, muncul di benakku.
Setelah berbicara sebentar tentang ayahku, kami saling menceritakan keadaan kami akhir-akhir ini. Yuriko juga berbicara dengan nada ceria, dan perlahan, udara dingin mulai mencair lagi.
Saat percakapan mereda, Yuriko dan aku berkata, "Kami akan datang lagi," dan kembali ke pojok lapangan agar tidak mengganggu peregangan dan meeting mereka.
Kupikir dengan ini kami akan langsung pulang, tapi Yuriko berkata, "Aku akan pulang dengan Miyuki-chan, bisa kau menunggu?" kata Yuriko. Aku mengangguk.
Sementara kami menunggu, Yuriko mengambil bola yang tergeletak di dekatnya dan menendangnya ke arahku. Bola itu, bola No. 4 untuk anak-anak sekolah dasar, bertuliskan nama sekolah dasar kami dengan pena berbasis minyak. Kami berdua mengenakan sepatu pantofel dan entah bagaimana menendang bola itu satu sama lain.
Tanah di lapangan dan pemandangan sekitar hampir tidak berubah sejak kami masih sekolah di sini, dan aku dikejutkan oleh perasaan aneh seolah-olah waktu telah berputar kembali.
Yuriko menendang bola di depanku, dan kebiasaan menendangnya persis sama, tapi satu-satunya hal yang tidak tumpang tindih adalah sosok Yuriko ketika dia dulu memiliki potongan pendek dan sosok Yuriko dalam seragam sekolahnya sekarang. Dia mencoba untuk tidak mengangkat kakinya terlalu banyak, tapi ketika dia menendang bola, roknya bergoyang, dan itu menggangguku karena aku hampir bisa melihat pahanya yang putih bersih yang tidak terbakar sinar matahari dan bagian yang lebih dalam. Mustahil saat itu untuk bertukar operan dengan Yuriko sambil memikirkan hal-hal seperti itu.
Yuriko mengangkat kakinya dengan ringan saat dia menghentikan bola, yang mengenai kerikil dan memantul sedikit, dan saat itulah angin tiba-tiba bertiup. Dia dengan cepat menahan roknya dengan tangannya.
Yuriko mendongak dan mata kami bertemu, dan aku buru-buru menunduk.
"Jangan melihatnya, bodoh."
Tln : yang di tengah
"......Kau seharusnya tidak menendang bola saat berpakaian seperti itu kan......"
Saat aku melihat ke tanah, bola yang kuat terbang ke arahku. Aku tidak bisa bereaksi cukup cepat dan bola mengenaiku tepat di bawah lututku.
"Aduh!"
Suaraku keluar tanpa sadar. Saat aku mendongak, Yuriko menatapku dan mendecakkan lidahnya.
Wanita yang menakutkan, pikirku, dan itulah satu-satunya kesanku tentang Yuriko yang tidak berubah.
Tak lama kemudian, Miyuki-chan dan yang lainnya selesai melakukan peregangan dan membersihkan peralatan mereka. Kami bertiga meninggalkan sekolah dasar bersama.
Yuriko dan aku berjalan di sepanjang jalan di daerah pemukiman di malam hari sambil mendorong sepeda kami. Langit merah hampir gelap, dan awan melayang di langit, yang berubah menjadi ungu pucat di senja hari.
Pada awalnya, Miyuki-chan menatapku dengan hati-hati saat dia berbicara dengan Yuriko, tapi lambat laun dia sepertinya berhenti mengkhawatirkannya dan bertukar beberapa kata denganku juga. Dia bercerita tentang sekolah dan timnya saat ini.
Miyuki-chan berkata padaku di sudut area pemukiman, "Sampai jumpa, Kenichi-kun". Yuriko memanggilku dengan namaku, jadi sepertinya Miyuki-chan mengikutinya.
"S-Sampai jumpa."
Yuriko menatapku saat aku menjawab dengan nada lembut, seolah melihat orang yang mencurigakan.
Yuriko kemudian dengan lembut melambaikan tangannya dan berkata, "Sampai jumpa lagi, salam buat Oba-san juga."
Miyuki-chan menjawab, "Oke," dan pergi ke sebuah rumah di sekitar sudut jalan.
"Kalau begitu. Ayo pulang juga. Kau harus tidur lebih awal hari ini jadi kau bisa berlari dengan baik besok."
"Ya."
Kami bertukar kata-kata seperti itu di sudut jalan yang mulai gelap dan bayang-bayang mulai tertutup oleh senja malam, dan kami kembali ke rumah masing-masing.
☆ ☆ ☆