Tsumetai Kokou no Tenkousei wa Houkago, Aikagi Mawashite Amadereru [LN] J1 Bab 1.5
Bab 1
Selama selingan dari apa yang hanya bisa digambarkan sebagai kenangan, meskipun tidak setua kenangan, dalam perjalanan ke ruang kedai kopi di lantai bawah.
"Kupikir mungkin di situlah akarnya. Perasaan bahwa jika itu kamu, aku tidak keberatan untuk berkencan denganmu."
"......Enteng sekali ya, oi."
Kuuya meringis ketika Fatima mengatakan itu.
Bagaimanapun, ia mengaku pada Fatima dengan tekad seperti ia melompat dari panggung Kiyomizu. Sekarang ia tidak begitu ingat, tapi ia sampai membuat kegagalan besar seperti pingsan, jadi itu tidak salah lagi.
Tln Kiyomizu no Butai/Panggung Kiyomizu, cari aja di internet lah ya
Tapi pihak lain menganggap bahwa ini adalah percobaan dengan perasaan ringan, yang membuatnya ingin mengerutkan kening.
"Apa kamu lebih suka berada pada level 'Orang ini adalah orang yang ditakdirkan!'?"
"Aku juga tidak ingin kau berlari sejauh itu ke sisi lain."
Membalas seringai Fatima dengan senyum tersengal-sengal, Kuuya menunjukkan tempat duduknya di konter.
Ia kemudian berdiri di dalam konter sendiri dan berkata dengan malu-malu.
"Sebenarnya, aku selalu ingin melakukan ini. Meskipun ini hanya main rumah-rumahan."
"Apa tidak apa-apa? Yang seperti itu."
Fatima tidak menggodanya, tapi hanya tersenyum tipis, duduk di bangku dan melihat sekeliling dengan rasa ingin tahu.
"Tolong jangan bertingkah menjadi pelanggan yang seolah tidak akrab dengan tempat ini."
Sejauh yang bisa diingatnya, Fatima belum pernah berada di kedai kopi ini.
"Tapi kedai ini sudah tutup, bukan?"
Kata-katanya tidak dimaksudkan untuk mengejeknya.
Kedai kopi ini seharusnya sudah tutup beberapa tahun yang lalu.
Tapi tidak ada kursi yang diletakan terbalik di atas meja, seperti yang biasa terjadi di tempat-tempat seperti itu.
Sebaliknya, sungguh aneh bahwa tidak ada setitik debu pun yang bisa ditemukan.
"Ya. Sekarangpun masih tutup, tapi aku selalu menjaganya tetap bersih, dan aku selalu menyiapkan tiga cangkir kopi untuk siap digunakan kapan saja, itu adalah syarat untuk membiarkanku tinggal di sini."
Kesampingkan menjaga kebersihan toko, tiga cangkir kopi tampak sangat aneh dan bermakna.
Ia pasti juga berpikir demikian, karena ia menambahkan sebagai tindak lanjut.
"Dia sedang menunggu pelanggan. Satu orang lagi pasti akan datang suatu hari nanti, kata Nenek. Meski dia tidak memberitahuku siapa orangnya---'
"---Itu Fatima."
"?"
Kuuya memiringkan kepalanya pada pernyataan Fatima yang tidak begitu ia pahami.
Fatima tersenyum nakal, tapi dia tidak seperti sedang bercanda, yang membuatnya semakin membingungkan.
"Namaku diberikan oleh nenekku. Karena itu sekarang ada dua 'Fatima', aku memanggil nenekku 'Fatima besar'......."
Fatima menghela napas pada Kuuya, yang masih memiliki raut wajah yang tidak samar bahkan setelah dia mengatakan semua itu.
"Karasu-kun......apa mungkin kamu berpikir bahwa Koyori-san mengadopsiku meskipun dia tidak ada hubungannya denganku sama sekali?"
"Itu akan menjadi pertanyaan yang bodoh. Nenek tidak memerlukan alasan apa pun selain suasana hatinya sendiri untuk melakukan sesuatu."
"......Yah, kamu benar."
Ketika cucu kandungnya menjawab, anak perempuan angkatnya mengakui bahwa dia tidak sepenuhnya mengerti.
Orang yang mengadopsinya, Kurei Koyori, adalah orang yang tidak memerlukan alasan terperinci untuk setiap hal yang dilakukannya.
Dia adalah manusia luar biasa yang tidak memiliki rasa benar atau salah, tapi hanya menggunakan perasaannya sendiri sebagai alasan untuk tindakannya, dan tidak melewati batas-batas kemanusiaan, itulah Koyori.
Baca novel ini hanya di Gahara Novel
"---Pokoknya, begitulah."
Setelah mendapatkan kembali ketenangannya, Fatima mengambil jam saku dari sakunya.
Memiliki tutup tembaga dengan ukiran sederhana dengan desain lima kelopak bunga yang berkumpul bersama untuk membentuk bunga sakura.
Jika dibuka memperlihatkan sebuah dial, dengan jam enam di sisi rantai.
"Kamu punya satu, bukan? Yang sama dengan yang ini."
"Ya. Punyaku adalah kenang-kenangan dari kakek......."
"Nenekku memberikannya padaku sebagai jimat keberuntungan. Lalu Koyori-san juga punya---ada hubungan antara Fatima besar, Koyori-san dan kakekmu, Kurei Kuugo.
Karena keterkaitan inilah Koyori mengadopsi Fatima sebagai putrinya.
"Karena itu, pelanggan terakhir adalah nenekku---sejujurnya, itulah harapanku."
"Aku tidak keberatan dengan hal semacam itu."
Setelah menegaskan Fatima dengan senyuman ringan, Kuuya membuka kulkas untuk keperluan rumah tangga biasa bukan untuk keperluan bisnis di dalam konter dan segera mengambil sebuah botol, seolah-olah ia telah memutuskan untuk melakukannya sejak awal.
Dengan botol masih di tangannya, ia mengambil dua gelas kaca dari lemari yang hampir kosong di dinding dengan tangannya yang lain.
"Aku sedikit kecewa. Kupikir kamu akan membuatkanku secangkir kopi atau sesuatu."
"Itu untuk lain waktu. Melihatmu membuatku ingin minum ini."
Dengan siku disandarkan di atas konter dan dagunya bertumpu pada tangannya yang disatukan, Kuuya menuangkan isi botol ke dalam cangkirnya, menepis kata-kata ejekan Fatima.
"......Karasu-kun."
Fatima tampak ragu-ragu saat dia menatap cairan yang berkilauan di dalam gelas bening.
"......Kenapa teh jelai?"
"Aku selalu memikirkannya. Matamu seperti teh jelai yang jernih."
"......Lelucon?......Tidak, bukan seperti itu ya. Itu adalah wajah yang sangat serius, dan kamu mengatakannya dengan bersungguh-sungguh dari dalam hatimu, itu......."
Fatima mengerang, bahunya merosot.
Ia tidak sedang menggodanya, apalagi berbicara buruk tentangnya......tapi dia tidak menyangka ada orang yang mendeskripsikan mata amber-nya sebagai "Seperti teh jelai yang jernih".
"Bukankah ada yang seperti......ini. Brandy, wiski, kopi, madu, dan semacamnya."
"Bagaimana menurutmu dengan anak di bawah umur yang membawa minuman keras? Dan kopi yang kubuat hitam seperti iblis dan panas seperti neraka, lho."
"Bukan semurni malaikat dan semanis cinta?"
Sambil mencibir Kuuya dengan bahasanya, Fatima menerima cangkir yang ditawarkan padanya dan menatap tajam ke permukaan airnya.
......Dia harus mengakui bahwa teh jelai coklat itu, yang mirip dengan coklat keemasan, memiliki kesamaan dengan mata amber-nya.
Tapi, lain ceritanya jika apakah dia bisa mentolerir teh jelai yang dibawanya karena memiliki warna yang mirip dengan matanya sendiri.
"Yah......kalau dibilang kamu sekali, itu kamu sekali."
Fatima bernafas pelan, lebih seperti menyerah daripada menerima.
Kuuya bukanlah tipe orang yang akan mengucapkan kalimat yang menyinggung orang lain.
Tln : disini pake idiom yang artinya mengatakan sesuatu yang membuat orang lain marah atau menimbulkan perasaan tidak enak
Sejauh yang Fatima tahu, ia adalah seorang pria yang agak aneh, tak mementingkan persoalan dunia, kalem, tidak tertarik pada orang lain, tapi peduli, orang semacam itu.
Karena persis seperti yang dia pahami, ini bukan sesuatu yang membuatnya kecewa.
"Hmm......apa kau akan puas jika aku mengatakan bersulang untuk matamu?"
"Karasu-kun. Itu akan ketinggalan zaman, bukan?"
Fatima hanya bisa tertawa melihat wajah cemberut Kuuya dan dengan blak-blakan menyuarakan apa yang menurutnya adalah kalimat romantisnya sendiri.
Namun, tidak lama setelah itu dia memikirkannya di dalam hatinya.
Dia rasa dia bisa memahami dirinya. Karena dia ingin mengenalnya.
Tapi......ia? Bagaimana dengan ia?
Apakah ia yang tidak berubah sejak awal, yang menerima dia apa adanya, tanpa bertanya ini itu, ingin mengenalnya?
Tln : Bingungin gak nih?
Akhir Bab 1