Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Jika ada kesalahan ejaan, salah ketik dan yang lainnya, tolong berikan feedback di kolom komentar

Watashi Igai to no Love Comedy wa Yurusanai n Dakara ne [LN] V2 Chapter 7

Chapter 7 - Cinta yang tertinggal akhirnya menyusul




Taman yang berjarak sekitar lima menit berjalan kaki dari rumahku ini berada di kawasan perumahan area metropolitan, jadi lumayan besar.


Ada banyak ruang bagi anak-anak untuk bermain kejar-kejaran dan berlarian dengan sekuat tenaga.


Aku juga dulu sering bermain di sini saat masih kecil.


Kami bermain bulu tangkis atas permintaan Ei. Ada dua raket untuk tiga orang, aku, Sayu, dan Ei. Kami memutuskan untuk bermain secara bergiliran satu per satu. Duduk di bangku, aku adalah wasit pertama.


Aku mengambil cabang pohon dan membuat garis secara kasar sesuai ukuran lapangannya. Tentu saja, tidak ada net-nya, jadi kami menggunakan pengukuran visual.


Dengan aturan yang mendapatkan 10 poin terlebih dahulu menang, permainan dimulai.


"Ei-chan, aku mulai ya!"


"Oke, Sayu-chan!"


Saraf motorik Sayu masih luar biasa. Bahkan bulu tangkis yang mana bukan keahliannya, bisa dia lakukan tanpa kesulitan meski tanpa latihan. Servisnya terbang dengan indah ke lapangan lawan.


Lawannya, Ei, juga tidak mau kalah. Menunjukkan kelincahan khas siswa sekolah dasar itu, servis Sayu dibalas dengan tajam.


"Oh, lumayan juga. Ei-chan!"


"Ei itu yang terbaik di kelas!"


Kalau yang terbaik, tidak perlu berlatih kan, aku berteriak dalam hati.


Keduanya melanjutkan reli sambil berbicara dengan tenang, tapi shuttlecock melaju dengan kecepatan yang cukup cepat.


Pada awalnya, Sayu bermain dengan ringan menganggap ini untuk bersantai, tapi sekarang dia menyerang balik dengan serius, mungkin karena dia benar-benar termotivasi oleh Ei.


Ei senang memiliki lawan yang mengeluarkan semua kemampuannya, dan sambil tertawa dia menyerang tanpa menahan diri, dia menembakkan smash tajam di tepi garis.


Sayu juga mengejar ketinggalan dengan kaki yang dilatih selama masa di klub basket dan membalas pada saat terakhir.


"Eh~. Level kalian terlalu tinggi. Mustahil bagiku."


Sejujurnya aku terkejut kalau adik perempuanku bisa bergerak lebih dari yang kubayangkan. Sejak kapan dia jadi sebagus ini. Omong-omong, nilai kelas pendidikan jasmaninya sudah 5 sejak dia di kelas satu.


"Tidak, jika kau punya kekuatan fisik sebanyak ini, jangan buat aku menggendongmu saat liburan kemarin."


"Kisumi-kun, kamu mengatakan sesuatu?"


Sambil mengejar shuttlecock di udara dengan matanya, Ei bertanya.


Segera setelah itu, pukulan yang dilepaskan menembus ke lapangan Sayu.


Sayu berlari dengan kecepatan penuh, tapi sayangnya raket Sayu tidak mencapainya.


"Ya, ya, wasit! Barusan itu keluar dari lapangan. Itu out, out!"


Sayu menantang wasit.


"Jangan marah-marah saat melawan anak SD. Itu masuk dengan benar. Ya, Ei yang menang."


"Yay!"


Adik perempuanku yang senang dengan kemenangan itu melompat dengan polos.


Eh, meskipun dia bergerak sebanyak itu, dia masih bisa melompat seperti itu? Stamina siswa sekolah dasar tidak ada batasnya kah.


"Kamu melihat game ini, 'kan. Ei-chan, bukankah levelnya sangat tinggi? Apa dia benar-benar siswa sekolah dasar?"


"Aku sudah tinggal bersamanya sejak dia memakai popok, jadi dia seorang siswa sekolah dasar sungguhan."


"Siswa sekolah dasar sekarang-sekarang ini luar biasa."


"Jika kau tidak senang dengan hasilnya, mau bertanding lagi? Aku akan menyerahkan giliranku."


"Aku tidak bisa melakukannya, aku lelah, aku harus istirahat atau tubuhku tidak akan bisa menerimanya."


Sayu ambruk di sebelahku dan duduk di bangku.


"Oke, giliran Ki-senpai. Tolong lakukan yang terbaik dan tunjukkan padaku sisi kerenmu," katanya, memberiku raket.


"Apa tidak apa-apa jika Ei tidak istirahat?"


"Tidak apa-apa," kata Ei, yang masih punya banyak tenaga, agak membuatku terburu-buru.


"Aku tidak merasa ingin menang, tapi aku tidak bisa kalah sebagai kakaknya."


Sejujurnya, aku tidak pandai olahraga yang menggunakan alat.


"Kisumi-kun, apa kamu ingin aku memberimu sedikit kelonggaran?"


"Tidak ada kakak laki-laki yang lebih rendah dari adik perempuannya!"


Pertarungan harga diri dan tekad kakak beradik Sena dimulai di sini.


"Ki-senpai dan Ei-chan, lakukan yang terbaik!"


Dengan sorakan Sayu sebagai sinyal, Ei melakukan servis. Sambil mengikuti orbit shuttlecock, aku bergerak ke titik jatuh dan menggoyang raket dengan kuat.


Namun, raketnya memotong langit dengan megah, dan shuttlecock-nya jatuh ke lapangan.


"......Ei-chan, satu poin. Ini terlihat seperti kemenangan yang luar biasa."


Seperti yang diramalkan Sayu, aku dikalahkan oleh adik perempuanku.


"Ini benar-benar membuatku frustrasi."


"Kisumi-kun juga sudah melakukan yang terbaik," katanya, dan aku berakhir dihibur oleh siswa kelas empat SD.


"Sudah kubilang, panggil aku Onii-chan ..."


Pertandingan ketiga adalah konfrontasi antara aku dan Sayu.


"Akhirnya tiba saatnya untuk menentukan hitam dan putih. Game ini milikku."


"Aku pasti akan menghindari kekalahan total!"


Itu adalah pertempuran dimana aku tidak boleh kalah.


Aku juga belajar rahasianya saat pertandingan dengan Ei, dan aku berhasil melanjutkan reli melawan Sayu.


"Apa kamu bersikap santai pada Ei-chan? Bukankah kamu meningkat lebih dari sebelumnya?"


"Kau sendiri, bisa bergerak cukup cepat dibanding saat baru saja selesai belajar untuk ujian!"


"Ki-senpai sendiri, secara tidak terduga lumayan juga meskipun kamu sudah keluar dari klub basket, ya!"


"Aku tidak bisa kalah dari Sayu!"


Reli berlanjut tanpa henti.


Aku berkeringat. Ini bulan Mei, tapi ini seperti musim panas.


Aku memukul smash dengan sekuat tenaga. Dengan ini, kami seri. Aku masih memiliki kesempatan untuk menang.


"Tanpa ampun pada lawan perempuan, ya."


"Kau tidak akan senang jika aku tidak serius, kan?"


“---- Kamu tahu betul, ya?”


Sayu tertawa bahagia.


"Hei, Ki-senpai. Bagaimana kalau memberi hadiah kepada pemenang di game ini?"


"Oke. Kalau aku menang, traktir aku minuman. Bagaimana denganmu?"


"Kalau aku---"


Sayu sedikit menggoyangkan bibirnya dan kemudian menyampaikan keinginannya.


"Jika aku menang, percayalah pada semua kata-kataku setelah itu."


“……… Aku mengerti, tapi apa seperti itu saja tidak apa-apa?”


"Tidak apa-apa. Tolong dengarkan dengan serius, itu bukan lelucon atau kebohongan yang seperti biasanya."


Ekspresi Sayu serius, tidak ada niat sedikitpun untuk mempermainkanku. Itulah suasana yang kurasakan saat berlatih keras bersama tim basket di SMP.


"Hora!"


"Sei!"


"Ha!"


"Ei!"


Menyerang dan bertahan.


Kami berdua berusaha sekuat tenaga untuk menang. Sayu menyendok saat shuttlecock akan jatuh. Dia tidak melewatkan kesalahanku dan melakukan pukulan smash dengan tepat.


Setelah pertempuran jarak dekat, Sayu-lah yang menang.


"Yaay. Aku menang!"


"Sial. Aku kalah ya. Aku sangat ingin memenangkan permainan yang satu ini."


Ketika aku menggantungkan kepala dan melihat kebawah, aku basah kuyup oleh keringat. Sudah berapa lama kami bertanding?


Ah, aku lelah, kataku dan aku duduk di bangku.


"Ayo kita istirahat sebentar. Berbahaya jika kita tidak minum air."


"Kalau begitu Ei-chan. Maukah kamu membeli minuman di toko serba ada di sana? Aku dan Ki-senpai air. Ei-chan bisa membeli permen atau es krim."


"Baiklah!"


Setelah menerima uang dari Sayu, Ei pergi dari taman ke toko serba ada yang berada di dekat taman.


"Aku bisa memberimu sebanyak itu," kataku mencoba meraih dompetku.


"Ini kemurahan hati dari pemenang. Tolong terima dengan tenang. Daripada itu, apa kamu ingat apa yang kukatakan pada saat pertandingan?"


"Percaya yang kau katakan, 'kan. Sebenarnya apa yang akan kau katakan?"


Panasnya, kataku mengibaskan kerah bajuku untuk menyejukkan diri meski hanya sedikit.


“……, Sayu?”


Tiba-tiba aku merasakan perasaan tidak nyaman. Berdiri di depanku, aku melihat seorang gadis kouhaiku dengan tatapan serius.


"Sena Kisumi-san, aku menyukaimu. Tolong berpacaran denganku."


Sayu menyatakan perasaannya saat pipinya memerah karena sinar matahari dan panas.



Ini berbeda dari pengakuan palsunya yang biasanya.


Tidak ada tawa bercanda dalam kata-katanya saat ini.


Sebaliknya, aku tahu bahwa dia sangat gugup.


"Kau tidak bercanda, kan?"


"Aku tidak akan menjadi kouhai saat SMP selamanya. Seorang gadis yang lebih muda darimu yang riang, ramah, dan santai. Itu semua sudah berakhir."


"Kenapa baru sekarang?"


Aku bingung.


Rumah kami di lingkungan yang sama dan kami di klub yang sama. Di SMP, aku banyak menghabiskan waktu bersama Yukinami Sayu.


Namun, aku tidak pernah memiliki perasaan khusus untuk Sayu.


"......Mau bagaimana lagi, kan? Aku akhirnya menyadari betapa aku sangat menyukaimu ketika aku tidak bisa melihatmu lagi."


"Tidak bisa bertemu lagi itu maksudmu setelah aku lulus?"


"Tepatnya, setelah kamu pensiun dari kegiatan klub. Aku tidak lagi dijemput untuk latihan pagi, dan anehnya aku merasa kesepian dan tidak puas setiap hari ketika aku sendirian dalam perjalanan pulang setelah kegiatan klub."


"Sayu punya banyak teman, pasti ada banyak orang lain."


"Awalnya kupikir begitu, tapi ternyata tidak. Teman saja tidak cukup. Begitu aku menyadarinya, aku akhirnya menyadari bahwa Sena Kisumi adalah laki-laki yang spesial."


"Tapi bahkan jika aku pensiun dari kegiatan klub, jika kita berpapasan di koridor, kita akan berbicara, 'kan? Aku tidak merasakan tanda seperti itu sama sekali."


Aku harus belajar untuk ujian masuk, dan tidak peduli bagaimana itu terjadi, aku semakin jarang bertemu Sayu.


Meski begitu, kami berbicara sedikit sampai aku lulus.


......Apa dia menyukaiku sejak saat itu?


Tidak mungkin.


"Kupikir itu karena Ki-senpai terlalu dekat denganku, terlalu akrab. Setiap kali kita bicara bersama, aku dibawa kembali ke diriku yang normal.


"Jika itu Sayu, kau mungkin akan mendekatiku sendiri jika kau menyadari kalau kau menyukaiku..."


"Itulah kenapa persepsimu salah!"


"….....maaf."


Dia yang menyatakan perasaannya sekarang bukanlah Yukinami Sayu yang ada dalam pikiranku.


Citra Sayu tercipta dari hari-hari kami yang terakumulasi sebagai senior dan junior.


Namun, apa yang kuketahui tentang kepribadian Sayu mungkin hanya di permukaan, tidak peduli seberapa jauh aku melangkah.


Kehidupan batin seseorang, terutama cinta, bukanlah sesuatu yang mudah diungkapkan.


Tidak peduli seberapa dekat kita, sulit untuk mengungkapkan perasaan kita yang sebenarnya.


Sama seperti Arisaka Yoruka, yang merupakan Takane no Hana bagiku, sebenarnya jatuh cinta padaku.


Sama seperti Hasekura Asaki, rekanku sebagai perwakilan kelas, diam-diam menyukaiku.


Sama seperti teman sekelas dekatku Miyauchi Hinaka menyembunyikan perasaannya padaku.


Tak heran jika Yukinami Sayu, Kouhai dari SMP, memiliki cinta yang tak berbalas padaku.


Itu sebabnya aku harus tegas dalam menerima perasaannya.


"Bahkan jika aku menyukaimu, ini pertama kalinya bagiku untuk sangat menyukai seseorang. Aku tidak bisa mengaku semudah itu."


"Ahh"


"Bahkan setelah aku mulai pergi latihan pagi sendirian, aku akan berjalan melewati rumah Ki-senpai setiap pagi sebelum pergi ke sekolah. Aku bertanya-tanya apa kamu akan menunjukkan wajahmu melalui jendela."


Jika kau pergi ke SMP, itu adalah jalan memutar untuk berhenti di rumahku. Jangan bilang, kau bahkan sampai melakukan itu.


"Itu tidak adil jika hanya kamu yang tidur lho~~kau orang yang sepertinnya akan meneleponku dan mengatakan hal seperti itu."


"Bukankah kamu akan marah jika aku melakukan itu?"


"Tentu saja."


"Aku tahu itu, jadi aku tidak bisa berbuat apa-apa karena aku takut kamu akan membenciku."


Kepolosan gadis ini terungkap sekarang.


"Ki-senpai, bukankah kamu belajar dengan sangat serius untuk mendaftar di Eisei? Kupikir akan buruk mengganggumu."


"Yah, terima kasih atas perhatianmu. Berkat itu, aku bisa lulus."


Tidak salah sama sekali. Dengan kemampuan akademisku saat itu, sangat sulit untuk masuk di SMA Eisei.


Aku belajar keras karena aku diberitahu oleh orang-orang di sekitarku bahwa mustahil aku bisa masuk. Sebagian berkat guru yang sangat baik di bimbel yang kuhadiri pada saat itu, aku berhasil lulus ujian.


"Aku menunggu ujian selesai agar aku bisa mendekatimu. Tapi ketika Ki-senpai diterima, aku tiba-tiba takut. Aku sangat sadar akan hal itu dan akhirnya tidak bisa melakukan apa-apa sampai upacara kelulusan......"


Aku tidak punya pilihan selain tercengang oleh cerita menakjubkan dibaliknya yang dia ceritakan.


Yukinami Sayu benar-benar menyukaiku.


"Ah---aku sudah memutuskannya, tapi bagaimanapun juga itu memalukan!"


Sayu akhirnya tidak tahan lagi dan memaksakan diri untuk tertawa.


"Ini benar-benar memalukan. Kamu membuatku mengungkapkan masa laluku hanya untuk itu!"


Sayu memutar matanya dan berulang kali memukulku.


"Aku juga malu."


"......Ah. Maaf."


Sayu, yang kembali ke dirinya sendiri karena dekatnya jarak kami, duduk di sebelahku dengan lembut.


"... Sayu selalu gugup seperti sekarang, ya."


Wajah sayu menjadi merah padam dan mengangguk.


"--- Aku berpikir untuk mengaku ketika aku di kelas tiga. Karena itu, aku menghubungimu untuk datang mendukungku di pertandingan sebelum pensiunku ... bahkan saat yang lainnya datang, hanya Ki-senpai yang tidak datang."


Aku tidak menyadari bahwa tujuan sebenarnya dari kontak yang dia lakukan saat pertandingan itu bukan untuk membuatku menyemangatinya, tapi agar Sayu bisa mengakui perasaannya padaku.


"Sayu. Ini sudah terlambat, tapi aku minta maaf. Maaf aku tidak bisa menjawabnya. Maaf aku tidak bisa datang untuk mendukungmu."


"Tidak apa-apa, aku juga sedikit salah paham. Aku mengerti kalau musim panas tahun lalu sangat sulit bagi Ki-senpai setelah diberi tahu saat karaoke."


"Apa perasaanmu tidak berubah meskipun aku tidak pergi untuk menyemangatimu?"


"Akulah yang paling terkejut. Aku gagal untuk mengaku, jadi aku seharusnya marah dan membencimu ... tapi, bagaimanapun itu tidak mungkin."


Sayu bergumam seolah itu masalah orang lain.


"Lalu kamu juga masuk ke SMA yang sama? Apa itu bohong kalau seragam adalah alasannya......?"


"I-Interogasi ini sulit secara mental!"


"Sayu, sekarang adalah waktu hadiah yang kau minta!"


Jika aku membiarkan dia lari pada saat ini, semuanya akan jadi tidak jelas. Jadi, aku pergi untuk menanyakannya sendiri.


"Buu! Apa menyenangkan menggodaku?"


Momentum dan tekad awal Sayu goyah.


"Kenapa kau diam saja tentang masuk Eisei?"


"A-Aku sedang mencari saat yang tepat! Kupikir aku harus pergi menemui Ki-senpai, tapi kemudian aku mengetahui kalau kamu membuat pernyataan tentang pacarmu......"


Cinta tak berbalas yang lama. Dia melakukan yang terbaik untuk belajar dengan keras dan memasuki SMA yang sama.


Wajar untuk untuk menarik diri karena ada saingan cinta yang muncul di akhirnya, yaitu Yoruka.


Namun, Sayu muncul kembali di depanku.


Dan hari ini, dia mengakui perasaannya dengan serius, bukan pengakuan palsunya.


Ujung jariku dingin karena gugup, dan aku tidak bisa berhenti berkeringat.


Setelah sedikit hening, aku mengajukan pertanyaan.


"--Meski begitu kau masih mengaku padaku yang sudah punya pacar?"


"Sekarang adalah waktu untuk hadiahku. Aku tidak akan berhenti."


Sayu juga bimbang, dan bertindak kuat seolah untuk mendorong dirinya sendiri.


"Yoru-senpai ada di dimensi yang berbeda dengan wanita cantik lainnya. Aku tidak berpikir dia siswa SMA sepertiku. Dia seperti seorang selebriti.....Suatu hari nanti, Ki-senpai akan dicampakkannya."


"Itu karena kau tidak tahu tentang Yoruka ....."


"Tolong diamlah! Apa menurutmu romansa SMA akan bertahan selamanya? Apa kamu pikir kamu bisa terikat hanya dengan cinta? Kenyataan tidak sesederhana itu!"


"Itu terserah masing-masing orang. Tidak ada hubungannya dengan Sayu.”


"Aku tidak ingin orang yang kusukai terluka!"


Sayu meninggikan suaranya.


"......Kau, jangan seenaknya memutuskan masa depanku.”


"Ki-senpai yang sedang jatuh cinta dan bersemangat tinggi, tidak melihat kenyataan yang ada."


"Karena aku akan putus dengannya suatu hari nanti, jadi kau ingin aku berkencan denganmu sebelum aku terluka? Itu terlalu agresif. Siapa yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan?"


"Tetap saja! Aku ingin berada di sisi Ki-senpai! Aku benci tidak bisa berbicara denganmu!"


Aku tidak bisa melihat langsung ke arah Sayu lagi.


"Meskipun itu kau, Sayu, jika kau mengatakan hal-hal buruk tenang pacarku, aku tidak bisa bertindak seperti dulu lagi..."


Sayang sekali Sayu dan aku akan menjadi orang asing lagi.


Sedih memang, tapi sulit sekarang karena sudah seperti ini.


Sikap setengah hati akan semakin menyakiti Sayu.


Selama aku tidak bisa menanggapi perasaan itu, aku tidak punya pilihan selain menolak hubungan itu dengan benar.


"---Kalau begitu aku tidak akan mengatakan hal yang buruk, jadi biarkan aku melakukan hal yang kuinginkan."


"?"


Sebelum aku bisa bertanya kembali, aku didorong ke bawah di bangku.


"Eh, tunggu, apa maksudmu?"


"Aku tidak akan membiarkan ini begitu saja ."


Sayu, yang menahanku dari atas, menunjukkan gigi putihnya dan tersenyum ganas.


"Tidak apa-apa. Kamu tidak ingin menyakiti Yoru-senpai, kan? Aku mengerti keinginan Ki-senpai."


"Kau tidak mengerti! Mungkin, kau tidak sama sekali!"


"Aku juga akan melakukan apa yang ingin kulakukan! Aku tidak peduli lagi apa yang terjadi padaku!"


Sayu menunggangiku dan menekan bahuku dengan kedua tangannya.


"Tunggu tunggu! Apa yang coba kau lakukan di tengah hari! Kita di taman saat ini! Ei juga akan kembali!"


"Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi! Aku akan memaksanya! Sekarang! Di sini! Aku akan menciummu!"


Sambil mengungkapkan tekadnya, Sayu mendekatkan wajahnya.


Tubuh Sayu di dadaku sangat panas dan lembab.


"Jangan menjual dirimu dengan mudahnya!"


"Aku ingin memberi Ki-senpai ciuman pertamaku."


Mata Sayu yang mendekat perlahan tertutup.


"Tidak apa-apa, selama Ki-senpai diam, tidak akan ada masalah. Aku juga akan merahasiakannya."


Sayu menyerang dengan paksa tanpa memikirkan apapun.


Godaan manis yang membuat inti kepalamu mati rasa.


Kontak fisik wanita yang menguji seorang laki-laki.


Wajah gadis itu mendekat di depanku.


Aroma keringat yang mengundang rangsangan.


Bayangan Sayu menghalangi sinar matahari.


Terima saja itu.


Tidak perlu khawatir.


Sekarang, tenanglah.


Ini sebuah rahasia.


Bibirnya sangat dekat.


"...!"


Aku cepat-cepat meraih raket dan membawanya ke depan wajahku, memblokir Sayu saat dia hendak meletakkan bibirnya di atas milikku.


"......Bukankah pertahanan ini mengerikan?"


"Ini situasi darurat, aku tidak punya pilihan."


"Kalau kamu tidak suka, kenapa kamu tidak mendorongku saja?” kata Sayu sambil menarik diri dengan lembut.


"Aku tidak bisa melakukan itu."


Aku bangkit dari bangku.


"Kamu gemetar, 'kan?"


"Aku tidak terbiasa dengan yang seperti ini."


"Tolong jangan membiarkanku seperti itu. Nanti kamu terluka lagi."


"Sayu."


"Tidak apa-apa. Aku yang memilih untuk memainkan permainan panjang ini sendiri."


Sayu yang menundukkan wajahnya, tertutupi oleh rambutnya dan aku tidak tahu ekspesi seperti apa yang ada di wajahnya.


"Kau masih akan melanjutkannya?"


"Perasaanku tidak berubah! Barusan itu hampir saja, tapi aku juga sangat berdebar."


"Sayu!"


"Aku menyerahkan seperti apa akhirnya pada Ki-senpai. Jika memungkinkan, aku ingin kita saling mencintai dan menjadi kekasih yang normal."


"Sudah kubilang, aku"


"Aku ingin berada didekatmu."


Aku melihat raut wajah Sayu ketika dia mengeluh seperti itu, dan tanpa sadar aku tersedak oleh kata-kataku sendiri.


"Sayu-chan, Kisumi-kun. Ei sudah membelinya..."


Ei datang berlari ke arah kami, menggantung kantong plastik dari toko serba ada.


"Aku akan pulang hari ini. Sampai jumpa di sekolah."


Sayu berbalik, hanya mengambil minumannya dari Ei, yang baru kembali, dan meninggalkan taman.


"Ada apa dengan Sayu-chan? kenapa dia pulang?"


"Dia bilang ada urusan mendesak yang harus dia selesaikan."


Aku membohonginya.


"Hmm. Apa ada hal yang menyenangkan terjadi?"


"Eh?"


"Sayu-chan, dia tersenyum sambil menangis."


"... Ei. Tolong airnya."


Kuletakkan raket yang tadi kupegang di bangku dan meminum air mineral dingin dalam satu tegukan.


Segera setelah itu, nada dering keluar dari smartphone-ku.


Sayu: Jika itu balasan OK, aku akan terus menunggunya. Jika kamu ingin membicarakannya dengan Yoru-senpai, silahkan saja. Oh, hati-hati jangan sampai membuatnya cemburu, (lol).


"Yang benar saja!"

***



Setelah Sayu mengakui perasaannya, aku bertanya-tanya apa yang harus kulakukan.


Tidak, hasil akhirnya sudah ditetapkan.


Pacarku itu Yoruka.


Tidak ada cara untuk mengubah itu.


Namun, aku ragu pada saat itu ketika aku melihat wajah Sayu.


Seharusnya aku mengatakannya saat itu juga, terlepas dari apakah Ei akan datang.


Karena penundaan, aku harus membuat pengaturan untuk menghadapi Sayu dengan serius sekali lagi.


Hanya memikirkan kelelahan mental yang akan ditimbulkannya dan bagaimana aku harus menghadapinya di masa depan membuatku merasa berat.


Aku tidak bisa mengabaikan keseriusan perasaan orang lain.


Aku tidak lagi tertarik pada bulu tangkis, aku bermain satu pertandingan dengan Ei, tapi itu bukan pertandingan yang layak.


Ei, yang menang dengan selisih besar, lebih khawatir daripada marah karena kurangnya tanggapanku.


"Kisumi-kun, ada yang salah denganmu, bagaimana kalau kita pulang?"


"Maaf, ayo lakukan itu."


"Ya. Ei akan membawa raketnya untukmu."


Adik perempuanku yang masih SD sangat memperhatikanku, dan kami pulang ke rumah dengan berpegangan tangan, yang jarang kami lakukan.


Ketika pulang ke rumah, oleh-oleh yang seharusnya kuberikan pada Sayu masih di ambang pintu.


Aku mengurung diri di kamarku dan menjatuhkan diri ke tempat tidurku.


"Kau menjatuhkan bom yang tak terduga ..."


Selama Golden Week, pacarku bepergian ke luar negeri dan aku tidak bisa bertemu dengannya.


Saat kesepianku semakin besar, dia mengakui perasaannya dengan kesiapan ditolak.


Ciuman secara paksa untuk membuat fakta yang mapan.


Dan aku tidak pernah menyangka dia akan mengajukan hubungan rahasia, selama aku tetap diam.


"Aku tidak percaya kalau Sayu begitu agresif sampai dia akan melakukan sesuatu yang begitu sembrono."


Aku tidak menyadarinya sama sekali. Hatiku sakit.


Aku yakin Sayu bahkan mengantisipasi perasaan bersalahku ini dan mengaku padaku.


Dia mencoba memaksakan perubahan dalam hubungan dengan mengguncang segalanya dan mengambil tindakan berani dengan cara ini.


Seorang yang bisa melakukan sesuatu jika ia memaksakan dirinya.


Jika ini aku saat di SMP, aku akan melayang dan menerimanya, meskipun sambil malu.


"Aku yakin dasar-dasarnya tidak berubah, tapi jika kau berpikir aku sama seperti dulu, kau meremehkanku."


---Aku tumbuh dewasa juga.


Aku ingin tahu apa Sayu, yang bertemu denganku lagi, akan bisa mengenali dengan benar perubahan dalam diriku setelah hanya bertemu denganku beberapa kali.


Jika dia memahaminya, apa artinya mengakui cintanya ketika dia tahu dia akan patah hati?


"---Apa pengakuan itu sendiri lebih penting daripada hasil pengakuannya?"


Entah bagaimana aku berpikir kalau kouhai itu akan berpikir begitu.


Sayu tidak bisa mengungkapkan perasaannya dalam pertandingan pensiun tahun lalu dan sampai hari ini.


"Jika demikian, kau harus memperjelas hitam dan putih dengan benar."


Kami siswa SMA sekarang.


Kami tidak bisa kembali ke waktu itu lagi.


"Aku melewatkan kesempatan untuk memberinya oleh-oleh."


Aku menolak pengakuan Sayu. Itulah yang kuputuskan.


Karena dia mengungkapkan perasaannya secara langsung padaku, aku juga memutuskan untuk mengatakannya secara langsung.


Larut malam, aku menerima line dari Yoruka.


Aku tidak berani membuka pesan sampai aku mengakhiri kasus Sayu.