Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Jika ada kesalahan ejaan, salah ketik dan yang lainnya, tolong berikan feedback di kolom komentar

Watashi Igai to no Love Comedy wa Yurusanai n Dakara ne [LN] V1 Chapter 7

 Chapter - 7 - Kejujuran itu menakutkan, tapi



Hari kompetisi antar kelas turnamen permainan bola.


Gedung olehraga dibagi oleh jaring di tengah-tengahnya, ada pertempuran sengit bola basket di satu sisi dan bola voli di sisi lain. Pertandingan turnamen juga sudah memasuki klimaks dan dipersempit menjadi empat besar kelas.


Sebagai wasit bola basket, aku mencoba beristirahat, lalu menemukan Yoruka setelah pertandingan tenis meja.


"Oh, sepertinya kamu sudah berpartisipasi dengan baik. Bagus bagus. Apa kamu memenangkan setidaknya satu pertandingan?"


Yoruka berjalan melalui gedung olahraga yang ramai dengan ekspresi cemberut.


"Bola tenis mejanya terlalu kecil untuk diservis."


"Kerja bagus, kamu sudah melakukan yang terbaik."


“Dengan ini kamu tidak punya keluhan, ‘kan? Perwakilan kelas.”


"Bukankah Miyachii bersamamu?"

"Anak itu masih di lapangan tenis meja karena dia bertahan sampai final. Dia sangat terampil. Dia lincah seperti ninja."


Sambil tersenyum pada kesan lucu Yoruka, aku mengamati penampilannya dalam jersey dari atas kebawah.


“... ada sesuatu yang aneh?”


“Tidak, sebaliknya, itu terasa baru dan menyegarkan.”


Aku menjawab dengan jujur.


Jersey ini terbuat dari bahan elastis, sehingga sangat pas di tubuhnya, dan style Yoruka yang bagus semakin menonjol.


Dadanya sangat menonjol, pantat dan pahanya juga terlihat sangat ketat. Aku merahasiakan bahwa aku terkejut dengan pinggang rampingnya ketika aku melingkarkan tanganku saat bermain game di ruang persiapan seni. Jersey berukuran pas yang cocok dengan tinggi badannya juga style-nya yang jauh diberkati daripada orang rata-rata, membuatmu bisa melihat seluruh tubuhnya dengan baik.


"Jangan menatapku dengan mata cabul."


Dia mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal untuk remaja laki-laki.


"......... bukankah Sena akan bermain basket?"


"Setelah ini. Jika melawan kelas B yang memiliki banyak anggota klub basket aktif, pasti akan menjadi pertandingan yang serius. Padahal aku sudah menjadi wasit dari tadi dan aku lelah berlari," kataku. menunjukkan peluit yang tergantung di leherku.


"Daya tahan fisikmu buruk ya."


“Tapi lebih baik dari Yoruka, pasti.”


Sisa waktu pertandingan basket yang terbentang didepan mataku tinggal sedikit, artinya hampir giliranku tiba.


“Sumisumi, Yoruyoru.” 


Miyachii, yang menemukan kami, segera mendatangi kami.


Dia juga membeli jersey yang kebesaran, jadi lengan panjangnya berayun setiap kali dia berjalan.


“... kamu terlihat cukup akrab ya, Yoruyoru,” kataku, mencoba meniru Miyachii.


“Miyauchi-san memanggilku dengan seenaknya, itu saja.”


“Tapi, dia anak yang baik, ‘kan?”


"Kurasa dia mudah diajak bicara."


Sejujurnya, aku lumayan khawatir, tetapi meminta Miyachii untuk menjaga Yoruka itu tindakan yang tepat.


Sebagai orang pertama yang meningkatkan perrtemanan Yoruka di sekolah, aku tidak bisa memikirkan orang yang lebih cocok.


Pada awalnya, Yoruka takut pada gadis mungil berambut pirang dan bertindik itu, tetapi tampaknya kewaspadaan itu memudar sedikit demi sedikit oleh atmosfer lembut dan sikap terbuka Miyachii.


Miyauchi Hinaka juga merupakan anak dengan kemampuan komunikasi yang tinggi.


 “Miyachii, kerja bagus. Bagaimana dengan finalnya?”

 

 “Tentu saja, aku memenangkannya lho.”


“Selamat! Ayo, Arisaka juga beri selamat padanya.”


Aku mendorong Yoruka, yang dengan acuh di belakangku, maju ke depan.


“Selamat.”


“Terima kasih! Aku senang bisa dipuji olehmu, Yoruyoru”

 

“Kuharap Arisaka bisa mengungkapkan perasaannya dengan jujur,” gumamku disebelahnya.


"Jika kamu memiliki keluhan, jangan lihat wajahku."


"Karena hanya emosi agresif seperti itu yang muncul di permukaan."


“--- , Sumisumi dan Yoruyoru, kalian berdua berteman dekat ya,” kata Miyachii mengungkapkan pendapatnya dari sudut pandang orang ketiga.


"Itu hanya perasaanmu!"


Yoruka langsung menyangkalnya. Padahal reaksi terganggu seperti itu mencurigakan.


Benar saja, Miyachii mengarahkan tatapannya hanya padaku dengan maksud tersembunyi.


Peluit berbunyi dan pertandingan basket berakhir.


“Sekarang, kurasa aku akan melakukan peregangan ringan.”


Aku naik ke atas panggung agar tidak mengganggu.


“Mau kubantu?” katanya. Saat Miyachii mengatakan itu dengan santai dengan nada yang seperti biasanya, Yoruka membuat wajah terkejut.


Ini adalah waktu yang paling sulit.


Yoruka cemburu jika Miyachii melakukan itu. Tapi aku tidak berpikir Yoruka akan menjawab dengan jujur kalaupun aku memintanya untuk membantuku.


“Ah. Atau mungkin, kamu lebih senang jika Yoruyoru yang melakukannya?”


Miyachii mengatakan sesuatu seperti dia melihat kesusahanku. 


“--- M-miyauchi-san. Kamu pasti lelah setelah banyak bermain tenis meja. Aku akan memijatmu.”


Yoruka menawarkan pijatan pada Miyachii dan naik ke atas panggung.


“Kalau begitu, aku juga akan memijat Yoruyoru!”


Miyachi merespon dengan semangat yang tinggi. Pada akhirnya, aku melakukan peregangan sendirian.


“Pertama-tama kita mulai dari Yoruyoru! Aku akan membantumu dengan baik dan membuatmu berantakan lho." 


Miyachii yang naik keatas panggung, mendekati Yoruka dengan gerakan tangan seperti sedang memijat.


"Aku tidak membutuhkannya!" 


“Nah, tidak perlu menahan diri. Yoruyoru, karena dadamu begitu luar biasa pasti pundakmu sangat kaku, ‘kan? Aku akan meringankannyaa,” Katanya, lalu dengan gerakan lincah yang digambarkan Yoruka seperti seorang ninja, dia bergerak ke belakang Yoruka dan memijat bahunya


“Uwah, kamu benar-benar kaku.”


Yoruka memekik menahan suaranya agar tidak keluar.


“~~~, hnn~~~uuu”


“Horahora, apa disini terasa enak. Disini!”


Miyachii memijat bahu Yoruka dengan ekspresi yang aneh.


Aku yang berada di sebelahnya, juga memulai latihan pemanasan. Ini adalah pertandingan setelah sekian lama aku meninggalkan klub basket. Instingku dalam pertandingan sudah tumpul, jadi aku ragu apakah tembakkanku akan masuk dengan benar.


Karena Nanamura sudah memutuskan akan tanpa ampun mengoper bola padaku, aku tidak bisa bersantai-santai. 


"Selanjutnya duduk dan membungkuk ke depan. Ya, regangkan kakimu ke depan!"


Dengan teknik luar biasa Miyachii, Yoruka benar-benar membungkukkan badannya sampai hampir menyentuh lantai.


“Uwah, Yoruyoru. Badanmu lentur ya.”


Miyachii mendorong punggung Yoruka dengan perlahan, sampai menyentuh lantai.


“Mengejutkan. Kupikir pasti kaku.”


“Sena, kamu mengatakan sesuatu?”


“Erm, aku sangat iri dengan  kelenturanmu.” 


“... Yoruyoru itu, memasang ekspresi yang imut saat dengan Sumisumi, ya.”


Miyachi yang mengamati percakapan kami, mengatakan kesan seperti itu.


“Miyauchi-san, itu benar-benar hanya perasaanmu.”


“Begitukah? Tapi aku merasakan ada perasaan spesial,” katanya, lalu melirik kearahku lagi.


“Itu karena Sena, bawahan Kanzaki-sensei, terus-menerus datang menggangguku.”


Yoruka menyangkal dengan suara dingin.


“Tapi, Yoruyoru membolos di turnamen permainan bola tahun lalu, ‘kan.  Kenapa tahun ini mengikutinnya?”


"Hanya menghabiskan waktu, dan kupikir aku akan bisa melihat penampilan memalukan Sena."


“Oi!”


itu bukan kata yang tepat diucapkan kepada orang yang akan menghadapi pertandingan setelah ini lho.


“Sena. Giliran kita. Para gadis tolong sorakannya!”


Nanamura melemparkan rompi dari atas lapangan.

“Kalau begitu aku pergi.”


“Sumisumi, Nanamuu juga berjuanglah. Ayo, Yoruyoru juga berikan semangat.”


Miyachii mengatakan dengan pose kemenangan.


 “... Arisaka. Bawakan ini.”


Aku menyerahkan jersey-ku yang kulepas.


“Kenapa?”


Yoruka sedikit kebingungan.


“Tontonlah pertandingannya sampai selesai.  Pastikan dengan matamu sendiri apakah penampilanku nanti memalukan atau tidak.”


Aku memakai rompi dan menuju pertandingan.

 



Mempertimbangkan kemampuan anggota yang berpartisipasi, semifinal kelas A kami vs kelas B yang kuat, ini akan menjadi final yang sesungguhnya. 


Siswa yang menyelesaikan kompetisi di lapangan juga sengaja berkumpul di gedung olahraga untuk menonton pertandingan ini.


“””Nanamura-kun, semangat!”””


Nanamura menanggapi sorakan nyaring dari gadis-gadis kelas lain dengan melambaikan tangannya.


Lima orang dari kedua tim saling berhadapan di garis tengah dan berbaris.Waktu permainan adalah format mini-game 10 menit. 


Anggota klub basket kelas B yang biasanya menjadi rekan setimnya, sekarang menatap Nanamura dengan tatapan permusuhan. Permusuhan ini juga merupakan penilaian untuk ace klub basket.


Di sisi lain, selain aku dan Nanamura, kami kelas A, memiliki semua anggota yang bisa berganti, dan kami tidak kalah dalam hal kekuatan. Motivasi mereka juga cukup. Ini adalah hasil dari formasi tim yang cerdas oleh Asaki-san.


“Dengan combo kita berdua, kita bisa menang.”


“Sudah lama aku tidak bermain. Dribble dan mengoper saja yang bisa kulakukan.” Kataku dengan lesu.


“Musuh pikir kalau dengan menahanku saja mereka bisa menang. Pertahanan mereka akan fokus padaku, jadi gunakan aku sebagai umpan dan kau dapatkan poin."


"Dalam ramalan pagi ini, aku diberitahu untuk menahan diri dari olahraga yang tidak masuk akal karena akan menyebabkan cedera."


“Senaa. Setidaknya bawa sepatu basket lamamu!”


“Kalau begitu, karena aku memakai sepatu indoor, jangan membuatku memaksakan diri.”

Tln : 上履き/ Uwabaki, kalian tau kan kalo di sekolah dijepang  pake 2 sepatu,  nah uwabaki ini yang dipake didalem sekolahnya.  


Selain anggota klub basket yang memakai sepatu basket yang bagus, tentu saja mereka memakai sepatu indoor.


"Arisaka-chan sedang menonton, ‘kan. Jika kau tidak berperan aktif, aku akan mengambil semuanya."

 

"Aku sangat menghormati orang yang percaya diri seperti itu." 


“... hutang tahun lalu, aku akan membayarnya sekarang.”


“Padahal kau tidak perlu memikirkan itu.”


Dengan percakapan tidak berarti ini, ketegangan sebelum pertandingan ini sedikit reda.


Aku melihat keatas panggung. Mataku bertemu dengan milik Yoruka yang masih memegang jersey-ku.


“(Se-ma-ngat)” katanya menggerakkan bibirnya.


Aku juga laki-laki murahan.


Hanya dengan itu, kekuatanku meningkat secara spontan.


Pertandingan dimulai.




Nanamura, yang memenangkan jump ball, memukul bola dengan akurat ke arahku.


“Langsung mengoper padaku kah!”


Segera setelah aku mendapatkan bola, aku menggiring bola ke wilayah musuh.


Seperti yang diperkirakan, pertahanan tiga orang menempel pada Nanamura, aku merasakan semangat kelas B yang seolah mengatakan bahwa hanya orang ini yang tidak boleh mencetak poin. 


Itu biasa bagi orang-orang berbakat untuk diganggu.


Dua sisanya memperkokoh pertahanan di bawah ring seolah tidak akan membiarkan kami mencetak poin.


Ya, tidak seperti aktivitas klub, jika itu adalah pertandingan di level turnamen permainan bola, tembakan yang dilakukan dari jarak jauh kebanyakan tidak masuk.


Karena itu tembakan yang dilakukan jauh dari ring tidak diwaspadai.


“--- tidak apa-apa jika melakukannya, ‘kan”


Aku tidak mengumpan, dan bersiap menembak dari garis tiga poin.

 

Berat bola, kondisi ujung jari, jarak antara ring dan diriku sendiri. Lalu kugerakkan lutut, siku, dan terakhir pergelangan tangan. 


Bola melengkung tinggi menyelinap melalui ring seolah-olah tersedot ke dalamnya.


Tembakan tiga angka pertama.


Seketika gedung olahraga memanas.


Ekspresi pemain kelas B berubah. Yah, aku memang tidak sehebat kalian dan aku adalah manusia yang berhenti ditengah jalan, tapi akupun punya hal-hal yang bisa kulakukan. Kalian memang seenaknya memandang rendah orang, tapi jika salah orang, itu bahaya lho.


“Naisu, Sena.”

 

Dia mengulurkan tinjunya dan akupun mengulurkan tinjuku.


“Ini masih yang pertama.”


“Foo~~, Sena si stoic“ katanya, bercanda dan terbawa suasana.

Tln : stoic, orang yang tidak mudah terpengaruh senang ataupun susah.


Di pertandingan ini, kami saling bergantian posisi menjadi penyerang dan bertahan dengan kecepatan yang cepat. Strategi kami sederhana. Saat bertahan, setiap orang memblokir musuh satu lawan satu. Saat menyerang, pertama umpan bola ke Nanamura. Ketika ia tidak bisa menyerang, aku, mantan anggota klub basket, mengincar tiga poin. Ketika meleset, semua orang melakukan rebound dan meningkatkan peluang serangan sebanyak mungkin tanpa melewatkan bola yang jatuh. 


Tim dengan cepat berputar terus mengumpan hingga Nanamura mengguncang pertahanan musuh.


“Sena-kun, kuserahkan padamu!”


Bola yang terus diumpan ke teman setimku, datang lagi padaku.


Sesuai dengan rencana, tanpa ragu aku melakukan tembakan tiga poin.


Untuk kedua kalinya bola masuk. Tiga poin dua kali berturut-turut.


Tiba-tiba 6 vs 0.


Kelas B harus mewaspadai tembakan tiga poinku. Lalu, ketika pertahanan pada Nanamura sedikit mengendur, Nanamura, dengan kecepatan seperti binatang buasnya yang ia banggakan, merobek lawannya. Tiga orang lainnya dari tim kami juga tidak melewatkan kesempatan. Nanamura yang terbebas menerima umpan, lalu memotong pertahanan lawan dan memasukan bola kedalam ring. Walaupun musuh dengan paksa berdiri menghalanginya, dengan kemampuan fisik alaminya ia tidak terkalahkan dan mencetak poin. 


Disisi lain, jika musuh terlalu sadar akan Nanamura, maka aku akan bebas.


Aku hanya tinggal menembakkan bola diluar garis tiga poin.


Nanamura didalam, aku diluar.


Kelas A kami menciptakan ritme serangan yang bagus dan dengan solid terus mencetak poin.


“Tidak sia-sia latihan menembak tiga poin terus menerus ya, Sena.”


“Mereka pasti tidak tahu tentangku karena aku keluar sebelum perkenalan."


Setahun yang lalu, sambil latihan sampai larut, aku dan Nanamura menjadi akrab.


Karena itu, hanya Nanamura yang tahu tentang kartu as ku.

 

Nanamura itu memang bermulut besar, tapi ia berlatih cukup keras untuk meningkatkan kemampuannya, dan memahami bagaimana sulitnya berusaha lebih dari orang lain. Karena itu, ia tidak pernah menertawakanku yang payah ini.

 

‘Jika kau bisa menarik pertahanan musuh, aku akan menyerang. Dan sebaliknya.’


Permainan duo yang kami latih secara diam-diam. Aku tidak menyangka hari untuk memamerkannya akan datang.

***


Aku melihat sisi yang tidak kuketahui sama sekali.


Kisumi dalam rupa yang indah memasukan bola dari jarak jauh.


Bola yang dia tembakkan masuk melewati ring seperti tersedot ke dalamnya. Suara kecil jaring yang bergoncang ditenggelamkan oleh sorak-sorai seluruh penonton. 


Setiap kali Kisumi yang biasa-biasa saja itu melakukan tembakkan, semua orang menelan napas, dan begitu bolanya masuk, mereka mengangkat sorakan.


“Sumisumi, mencetak poin lagi lho!!”


Aku begitu asyik dengan pertandingan itu hingga aku bahkan tidak peduli dengan suara Miyauchi-san yang berteriak di sampingku.


“... apa, kamu tahu kenapa Sena berhenti dari klub basket?”


Aku mengatakan pertanyaan yang tidak biasa kulakukan.


“Sumisumi, ia keluar dari klub untuk melindungi Nanamuu.”


“Tolong beritahu lebih detail.”


“Nanamuu adalah pemain basket yang luar biasa, dan baik ataupun buruk, ia punya kepribadian yang seenaknya sendiri. Dia sering bermain sendiri, dan di SMP selalu ada perselisihan dengan rekan setim nya. Bahkan di SMA, ia tiba-tiba masuk ke tim inti saat di tahun pertamanya,  dan sering berselisih dengan senpai-nya. Disaat seperti itu, yang jadi penengahnya adalah Sumisumi.”


“Seperti Sena sekali.”


“Benar. Berkat dukungan Sumisumi, Nanamuu belajar pentingnya permainan tim dan menjadi ace yang diakui oleh semua orang. Tetapi, ada insiden terjadi dalam pertandingan latihan sebelum turnamen musim panas."


“Insiden?”


 “Ada rekan satu tim Nanamuu saat di SMP di sekolah yang menjadi lawan pertandingan latihan itu. Kupikir ia ingin menghilangkan dendam lamannya. Selama pertandingan, ia bermain kasar dan dengan niat yang jelas, membuat Nanamuu terluka. Saat Sumisumi yang marah memprotes, mereka memukul Sumisumi.”


“Apa-apaan itu, melakukan kekerasan, itu  yang terburuk, ‘kan.”


Aku sangat marah dengan cerita kejadian dimasa lalu itu. Lalu menyadari. Hari itu ketika lukisan cat minyak itu jatuh, luka di mulut Sena adalah bekas pukulan.


Ia bertingkah sama seperti biasanya setelah kejadian yang mengerikan itu.


“Setelah itu, itu menjadi pertengkaran yang melibatkan semua orang. Sumisumi tidak sekalipun melayangkan pukulannya, tetapi ia pada akhirnya mendapatkan hukuman dikeluarkan karena menjadi penyebab keributan."


“Itu aneh bukan! Sena hanya mengangkat suaranya demi teman setimnya, ‘kan!”


Aku sendiri juga membuat suara yang sangat keras.


Anak-anak disekitar seketika melihat kearahku, tapi aku tidak peduli. Aku menatap Miyauchi-san sebelum aku menyadarinya.


“Aku juga berpikir begitu. Semua anggota klub basket juga protes. Kanzaki-sensei pun datang melindunginya. Tapi karena banyaknya penonton pada pertandingan latihan itu, pengeluaran Sumisumi tidak bisa dihentikan.”


“... kenapa meskipun hubungan keduanya rusak, mereka bisa bermain basket dengan baik dan damai.”


Di lapangan, anak laki-laki yang disebut Sena dan Nanamura menunjukkan permainan duo yang luar biasa.


“Diakhir, Sumisumi mengatakan, ‘Aku mempercayakan basket pada Nanamura. Bermain aktiflah untuk bagianku juga.’. Nanamuu yang tidak pernah mendengarkan kata-kata orang lain, bisa dibujuk seperti itu, persahabatan antar laki-laki itu membuat iri ya. Begitulah akhirnya mereka kembali menjadi teman.”


"Padahal Sena tidak harus menebus ketidakdewasaan orang lain."


Aku, tidak bisa memahami cerita seperti itu.


Singkatnya, ini adalah kisah tentang orang biasa yang dikorbankan untuk orang berbakat. Bahkan jika aku menyebutkan satu per satu kata-kata seperti ‘kejantanan’ atau ‘persahabatan’, aku sendiri sama sekali tidak memahaminya.

 

Kenapa Kisumi yang berusaha demi orang lain yang mendapatkan kerugian.


“Itu adalah kebaikan Sumisumi bukan. Menurutku orang yang serius untuk orang lain itu sangat luar biasa.”


"Menyakiti diri sendiri karena orang asing itu tidak mungkin."


--- aku sangat kesal. 


“Yoruyoru juga marah.” Kata Miyauchi-san sambil tersenyum.


“Aku hanya merasa terganggu dengan pengorbanan diri Sena. Seperti dibuat-buat.”


“Kalau aku menyukainya, Sumisumi maksudku.”


Miyauchi-san tiba-tiba mengatakan sesuatu yang tidak kumengerti.


“Seriusan? Apa bagusnya ia.”


Aku mengambil sikap bertentangan yang tidak wajar.


“Orang yang bisa membantumu disaat yang penting itu keren lho.”


“Seleramu buruk jika memillih Sena. Sudah pasti lebih baik kamu berhenti!”


Jumlah kata yang keluar bertambah. Semakin banya aku bicara, rasanya semakin sulit bernafas.


Anak ini juga mengerti dengan baik kebaikan manusia yang dikenal sebagai Sena Kisumi. 


“Tenang saja. Aku tidak akan mencuri Sumisumi, kok.”


“Mencuri, atau apapun tidak ada hubungannya denganku.”


Jika aku berbicara dengan Miyauchi-san lebih dari ini, aku takut akan ketahuan.


Gedung olaharaga dipenuhi dengan sorakan.


13 vs 14.


Diakhri pertandingan ini, kelas A dibalikan. Beda satu poin. Waktunya tinggal 23 detik.


“Sumisumi, terlihat kelelahan. Berikutnya penentuan pertandingannya.”


Miyauchi-san bergumam meminta persetujian.


Kisumi yang berkeringat meletakkan tangannya di lutut dan kehabisan napas.


Meskipun seorang laki-laki yang sudah cukup lama berhenti bercampur bersama anggota klub basket aktif, ia bermain dengan cukup aktif.


Kupikir Kisumi melakukan yang terbaik meskipun tanpa bakat. Ia sudah bertarung dengan baik. 


Pertarungan sorak-sorai dari kedua kelas seketika memanas.


“Kisumi-kun! Sedikit lagi, angkat wajahmu! Masukan bolanya!”



Hasekura Asaki yang muncul di tengah-tengah pertandingan, melayangkan sorakannya.


 “Sumisumi! Semangat!”


Miyauchi-san juga, dengan tubuh kecilnya berteriak sekeras yang dia bisa, memberikan sorakan.


Ditengah begitu banyak sorakan terbang di sekitar, aku berdiri tanpa sadar.


 “Menanglah, Kisumi-------!!”


Aku, untuk pertama kalinya, memanggil dirinya dengan nama belakangnya.