Watashi Igai to no Love Comedy wa Yurusanai n Dakara ne [LN] V1 Chapter 6
Chapter 6 - Bisikan cinta terlalu sensitif
Aku membawa Yoruka kembali ke kelas.
Saat aku kembali dengan kemenangan, aku memasuki kelas dengan suara ceria berkata, "Aku telah menangkap buronan!"
“H-hei suaramu terlalu keras!”
Selain Yoruka yang panik, ruang kelas dipenuhi dengan sorakan. Sambil dibanjiri pujian, aku mendudukkan Yoruka terlebih dahulu dan aku kembali ke podium dengan tenang.
“Makasih, makasih. Itu banyak pekerjaan untuk dilakukan sendiri.”
Sambil menjawab pertanyaan dari semua orang seperti wawancara dengan pemenang, aku membuat cerita lucu tentang drama pelarian diri Arisaka Yoruka.
Pada akhirnya, Yoruka yang memiliki sedikit pengalaman dalam permainan bola, memutuskan untuk mengikuti tenis meja yang merupakan olahraga individu.
Alasan dia memilih tenis meja adalah karena, “Aku benci sinar matahari.”, begitulah katanya.
Kompetisi untuk semua orang di kelas A tahun kedua telah diputuskan.
Ketika bel terakhir berbunyi pada hari itu, Yoruka keluar dari kelas secepat yang dia bisa.
Kanzaki-sensei juga memperingatinya dengan sepatah kata, tapi tidak terlalu menyalahkannya.
Ini mungkin karena situasi saat ini di kelas, di mana orang-orang membuat keributan dengan tindakan tiba-tiba mereka, dan bagi Yoruka yang membenci perhatian orang, ini seperti hukuman jika tetap berada di kelas.
“Terima kasih, Kisumi-kun! Itu sangat membantu.”
Asaki-san datang berterima kasih padaku.
“Aku tidak berpikir Arisaka-san menjadi suka bertengkar seperti itu. Kamu tahu penyebabnya, Kisumi-kun?
Penyebabnya sudah pasti karena caramu memanggilku itu, bingo.
Jika kamu tidak ingin membuat Yoruka marah, maka jangan panggil aku dengan nama belakangku. Seperti yang kuduga aku tidak bisa mengatakannya.
Dipermukaan, aku dan Yoruka hanyalah teman sekelas.
Dalam drama pengejaran yang kusebutkan sebelumnya, seharusnya tidak memberikan kesan lebih.
“Yah, mungkin sedang dalam suasana hati yang buruk bukan.”
"Aku sangat senang Kisumi-kun adalah partnerku. Dari sekarangpun aku akan mengandalkanmu ya."
“Aku tidak ingin pekerjaanku bertambah, jadi aku kembalikan harapanmu itu.”
Sebagai laki-laki, aku tidak keberatan jika diandalkan oleh anak yang menawan dan ramah seperti Asaki-san. Tapi, jika itu membuat waktuku bersama Yoruka berkurang, maka itu harus dihindari.
“--- itu hanya kata-kata pujian. Terima saja. Pengembalian tidak diperbolehkan.”
“Kalau hanya kata-kata, aku terima.”
Saat aku sedang berdiri berbicara dengan Asaki-san, Nanamura yang belum pergi ke klubnya bergabung dengan kami.
“Sena, apa kali ini kau bermesraan dengan Hasekura-chan?
“Apanya yang kali ini?”
"Butuh waktu lama bagimu untuk membawa Arisaka-chan kembali, jadi aku bertanya-tanya apakah kalian sedang bermesraan."
“Arisaka kabur karena kau mengatakan hal yang tidak perlu bukan!”
Aku memukul perut Nanamura. Otot-otot perutnya yang terlatih kaku, dan tangankulah yang sakit.
“Sumisumii si penakluk wanita, hebat juga kamu~”
Miyachii juga datang mendekat dan menepukku dengan lengan panjangnya.
“Jangan buat candaan seperti itu. Benar juga, boleh aku meminta sesuatu darimu, Miyachii?
“Permintaan, padaku?”
"Aku ingin Miyachii bersama Arisaka di hari turnamen permainan bola."
“... apakah itu permintaan sebagai perwakilan kelas, atau permintaan pribadi Sumisumii?"
Miyachi menatap wajahku sambil memiringkan kepalanya.
“Keduanya.”
“Aku mengertii.”
Dengan senyum lebar, Miyachii menyetujuinya.
"Kamu seorang penantang ya, Miyauchi,"
"Padahal Nanamuu suka perempuan, tapi tidak suka merawat perempuan ya."
"Jangan tolak mereka yang datang, jangan kejar mereka yang pergi."
Nanamura menyatakannya tanpa merasa malu.
“Aku jujur dengan diriku sendiri sampai aku segar kembali."
“Menjijikan.”
Asaki-san dan aku tercengang melihat arogansi ace klub basket itu.
Nanamura, pria populer dikalangan gadis yang kuat secara mental, tertawa dengan keras.
***
"Tadi itu apa? Apa kamu bermaksud menjadi pemburu yang memamerkan hewan yang kamu tangkap?"
Ketika aku pergi ke ruang persiapan seni, Yoruka yang marah sedang menunggu.
"Jika itu berarti menembak hati Arisaka Yoruka yang tak tertembus, aku pasti seorang pemburu."
“Jangan konyol, aku marah.”
Aku meletakkan tas dan duduk di kursi didekatnya.
"Pikirkan sebaliknya, Yoruka. Buatlah itu menjadi menyenangkan."
“Aku, tidak suka dijadikan lelucon.”
“Kamu tahu, kabur saat ditengah-tengah kelas itu tidakan yang bermasalah lho. Tetapi jika aku membiarkan suasana serius keluar, kamu mungkin akan mendapatkan khotbah langsung dari Kanzaki-sensei.”
Yoruka membengkokkan bibirnya pada nasehat jujurku.
“Uuuh, padahal kamu pacarku, tapi tidak memihakku. Pengkhianat.”
"Aku memang enggan menjadi perwakilan kelas. Meskipun begitu, aku akan berusaha membuat pacarku yang sangat kusukai ini merasa nyaman.”
“... lagi-lagi, tanpa ragu mengatakan hal seperti itu.”
“Kalau begitu, haruskah aku menunjukannya dengan tindakan seperti seorang laki-laki, bukan kata-kata saja?”
“Jangan terbawa suasana. Kamu sudah melakukannya tadi bukan. Bersabarlah sedikit.”
Kata-katanya kuat, tapi Yoruka sendiri malu. Imutnya.
“Mau berkencan sebagai hiburan?"
Mungkin bagus untuk berlatih tenis meja sambil bermain di fasilitas hiburan. Oh, tapi disana pasti ramai, jadi sulit bagi Yoruka. Dia akan lelah secara mental karena menonjol. Ide ini ditolak.
“... hari ini tidak bisa. Aku tidak punya tenaga untuk itu.”
“Kamu tipe yang mudah lelah ya.”
Yoruka jauh lebih responsif daripada yang kupikirkan.
“Aku akan menarik diri ketika ada sesuatu yang tidak kusuka. Makanya sebisa mungkin aku menghindari, menjauh dan menolak bersosialisasi agar tidak terlibat.”
"Dengan demikian, jadilah seorang siswa teladan cantik yang penyendiri."
"Aku ingin tahu apakah berkomunikasi bisa dilakukan dengan telepati."
“Padahal kamu payah dalam berbicara, kenapa kamu berpikir bisa melakukan telepati? Selain itu, isi kepalamu akan bocor keluar lho.”
“Aku tidak akan melakukan hal ceroboh seperti itu.”
“Tidak, isi kepalaku. Jika bisa melakukan telepati, aku yang setiap saat membisikkan cinta ke Yoruka akan ketahuan.”
“--- “
Yoruka secara refleks menyembunyikan telinganya dengan tangannya.
"Hmm? Ada apa?"
"Jangan mengatakan hal-hal bodoh! S-sudah diputuskan kalau itu dilarang.”
“Tidak apa-apa. Tidak ada orang lain yang mendengar, jadi rahasia kita tetap terjaga.”
“Itu masalah untukku!... jika kamu melakukan hal seperti itu aku tidak bisa hidup. Aku yakin, aku tidak akan bisa berkonsentrasi jika kamu setiap saat mengatakan hal seperti itu.”
Sambil menurunkan matanya kebawah, Yoruka membuat wajahnya memerah.
Dia, hanya dengan membayangkannya saja membuat reaksi seperti itu, sepertinya Yoruka payah dalam menyembunyikan sesuatu. Sisi jujurnya yang seperti ini sangat manis.
"Aku akan menyeduh teh hitam, kamu juga mau minum, Sena?" katanya, lalu Yoruka berdiri dengan cepat.
“Tolong. Yang penuh dengan cinta.”
“Minumlah bahkan jika itu hambar!”
“Itu akan enak hanya dengan Yoruka yang menyeduhnya saja, jadi tidak ada masalah.”
Teh yang disiapkan oleh Yoruka memiliki aroma yang sangat harum. Sebenarnya, yang dia bawa adalah merek luar negeri.
Beristirahat dengan teh yang lezat, madeleine, dan kue kering. Ini adalah waktu pulang sekolah kami berdua yang tenang.
Tln : Madeleine atau petite madeleine adalah kue kecil tradisional dari Commercy dan Liverdun, dua komune wilayah Lorraine di timur laut Prancis.
Setelah waktu camilan santai, kami memutuskan untuk bermain game atas permintaannya.
Permainan yang kami mainkan untuk mengganti mood adalah **rio Kart. Suaranya kami kecilkan.
“Baiklah, aku harus mengajarimu bahwa aku lebih baik.”
Yoruka meraih controller dan menyatakan kemenangan sebelum bermain.
“Aku tidak berniat untuk mengalah lho,” aku tersenyum dengan senyum tak kenal takut.
“Yang kalah mendapatkan hukuman ya. Bagaimana kalau menuruti satu permintaan dari yang menang?”
“Jika kamu kalah setelah mengusulkan itu, itu tidak keren lho.”
“Aku yang akan menang dan memberi perintah. Itu saja.”
Bagaimanapun, karena kami bermain menggunakan TV yang kecil, kami bermain dengan bahu kami saling berdekatan.
“... hei terlalu dekat. Menjauhlah sedikit.”
"Akan sulit bagiku untuk melihat layar jika menjauh. Jangan seperti pengecut sebelum melakukannya."
“Hah? Sebaliknya, bahkan jika rintangannya dipersulitpun, aku yang akan menang dengan telak.”
Kami memilih karakter dan mulai balapan.
Kemampuan kami sama.
“Keras kepala!”
“Dasar tak mau kalah!”
Begitu Yoruka menang, balapan yang berikutnya aku yang menang.
Dengan terus seperti itu, bahunya dan bahuku saling bertabrakan. Awalnya kukira itu kebetulan, tapi tidak peduli berapa lama waktu berlalu bahunya terus menabrak bahuku.
Yoruka, tipe orang yang menggerakan tubuhnya mengikuti game-nya.
Dia tidak sadar karena dia sangat berkonsentrasi pada game-nya.
"Yorka, tubuhmu bergerak saat bermain. Aku terganggu."
“Ha? Tidak ada yang seperti itu.”
“Tidak sadar ya. Pokoknya tenanglah, jangan banyak bergerak.”
“Jangan malah menyalahkanku. Apa kamu sebegitunya takut kalah?”
Yoruka melayangkan senyum provokatif.
“Kalau begitu, sentuhan bukan gangguan, ‘kan.”
Di tengah balapan, aku berdiri dan berbalik di belakang Yoruka. Kemudian meletakkan tanganku ke depan dari kedua sisi dan memposisikan ulang controller di sekitar pusarnya.
Dengan cara ini aku tidak akan terganggu oleh gerakannya, dan aku bisa melihat layar dari depan. Singkatnya, aku sedang bermain game sambil memeluknya dari belakang.
“Ap? A-a-aaa, aaa!”
“Jika tidak melihat kedepan, kamu akan keluar dari jalur lho.”
“Eh? Ah!”
“Yang mengatakan sentuhan bukan gangguan itu Yoruka, kan?"
Aku memenangkan balapan itu.
“Yang seperti ini pelanggaran!”
“Mananya?” kataku dan melanjutkan ke balapan berikutnya tanpa izin.
“Ah, curang! Aku tidak bisa berkonsentrasi jika seperti ini!”
“Jika kamu punya keluhan, bagaimana kalau mengubah posisimu?”
“Guu .........Aku tidak akan kalah!”
Yoruka menyusutkan badannya, berusaha sebisa mungkin agar tidak menyentuhku sambil fokus dengan balapannya.
“Mati-matian mengejarku di belakangku, itu adalah cinta yang berapi-api ya.”
“Jangan mengatakan sesuatu yang aneh!”
Kemarahan Yoruka mengalahkan rasa malunya, dia mengejarku dengan seluruh kemampuannya. Sial. Seperti yang diharapkan, aku hanya mengasah keterampilanku saja di ruang persiapan seni.
“Kamu menjadi kuat setelah marah, protagonis shounen manga kah!”
“Sena, tak akan kuberi ampun. Aku pasti yang akan menang!”
Mengambil rute yang tepat, memanfaatkan item dengan baik, dan menempel kuat tepat dibelakangku. Jika tetap seperti ini, aku bisa ditarik keluar oleh Yoruka.
“Yoruka.”
“Diamlah!”
Bintang kemenanganku dan Yoruka sama sekarang.
"Ayo kita segera selesaikan. Tempat pertama dalam balapan ini adalah pemenangnya."
“Setuju!”
Balapanpun berlanjut hingga lap terakhir. Apakah aku akan mempertahankan posisi nomor satu seperti itu, atau akankah Yoruka menyerangku dengan item yang kuat dan menyalipku.
Mau bagaimana lagi. Aku tidak ingin menggunakan cara ini, tapi.
“Yoruka.”
Dengan hati-hati mendekatkan mulutku ke telinganya dan berbisik, "Aku menyukaimu."
Yoruka melompat mundur dan berbalik, dan menjatuhkan controller dengan dorongan.
Pada celah itu, aku mencapai garis finish.
“Yosha! Aku menang!”
“Sena, hentikan itu! Yang tadi itu tidak sah!”
Yorka, yang melihat ke belakang dengan penuh kekuatan, mengajukan keberatan.
"Jangan marah seperti itu. Aku hanya menyampaikan cinta yang meluap-luap ini."
“Pembohong!”
“Tidak mungkin cintaku pada Yoruka adalah kebohongan, kan.”
"Jangan berdalih!"
"Setidaknya katakan itu serangan mental."
“Ya! Kau mengakuinya sendiri kalau itu adalah serangan! Kamu mengatakannya!”
Yoruka marah di pelukanku. Wajah kami cukup dekat hingga wajahku terpantul di matanya. Itu bahkan lebih dekat daripada saat aku memegang tangannya di tangga beberapa waktu lalu.
“.... e, ah.”
Orang yang bersangkutan tampaknya akhirnya menyadarinya, tetapi tidak mungkin untuk menarik diri sebelum mengeluh. Dia sepertinya tidak tahu bagaimana bergerak sambil mengalihkan pandangannya dengan gelisah.
"Yoruka. Aku suda memutuskan hukumannya."
"A, apa... "
“Boleh aku menciummu seperti ini?"
“.......”
Yoruka mencoba untuk segera pergi, aku secara tidak sadar meraih lengan kurusnya.
"Tunggu!"
"Jangan meminta izin seperti itu. Bukankan ada hal-hal seperti arus, suasana, dan timing."
Yoruka menepis tanganku, dan melangkah mundur sampai kesudut ruangan.
“... selain itu, aku tidak ingin melakukan ciuman pertamaku yang berharga karena permainan hukuman.”
Yoruka bergumam sambil menyembunyikan bibirnya.
“Itu benar. Maaf. Itu menyenangkan dan aku terlalu terbawa suasana. Maaf.”
Aku akhirnya tenang. Aku terburu-buru dan hanya mengedepankan perasaanku.
"Aku juga senang kamu banyak menyampaikan tentang perasaanmu. Tapi aku tidak suka caramu mengatakannya seperti obral murah."
“Setelah ini, saya akan berhati-hati.”
“Juga, telingaku sensitif jadi hentikan!”
Yoruka sepertinya bermaksud memperingatiku, tapi itu sama saja dengan menyatakan titik lemahnya.