Watashi Igai to no Love Comedy wa Yurusanai n Dakara ne [LN] V1 Chapter 3
Chapter 3 – Sebelum dan sesudah menjadi pacar
"Akhirnya, aku mendapatkannya."
Nama Arisaka Yoruka terpampang di layar smartphoneku.
Aku mendapatkan kontaknya setelah setahun berlalu.
"Sangat lama ..."
Aku jatuh di tempat tidur dan hampir menangis karena gembira.
Waktunya santai di kamar sendiri. Aku tenggelam dalam rasa pencapaian yang tidak dapat kupahami berkali-kali hari ini, dan mengendurkan ekspresiku. Setelah mengantar Arisaka sampai stasiun, suasana hatiku sudah seperti ini. Aku juga tidak memperhatikan percakapan saat makan malam, dan adikku dengan curiga berkata, "Kisumi-kun, terlalu menyeringai."
"Akhirnya kami menjadi sepasang kekasih ya."
Pertanda baik dihari pertama.
Kencan sepulang sekolah, menikmati waktu di restoran keluarga, benar-benar seperti anak SMA.
"... Nah, pesan seperti apa yang harus kukirim?"
Aku mengetik pesan dan menghapusnya, dan mengetiknya dan menghapusnya berulang kali selama sekitar satu jam.
Aku seharusnya cepat mengirim meskipun hanya satu pesan.
Dengan tekanan karena tidak bisa menulis hal-hal buruk dan merusak sisa-sisa hari ini, aku belum mengirim pesan pertama.
Aku meletakkan smartphoneku di samping tempat tidurku lalu mengistirahatkan kepalaku yang mendidih.
“Tak kusangka aku bisa berpacaran dengan Arisaka...”
Sambil melihat langit-langit, aku tiba-tiba teringat kembali kisah cintaku yang panjang dengan Arisaka Yoruka.
***
Semenjak pertama masuk sekolah, Arisaka Yoruka sudah menjadi bahan pembicaraan.
Seseorang yang luar biasa cantik yang mencetak nilai tertinggi saat ujian masuk dan menolak untuk menjadi perwakilan siswa baru pada upacara masuk. Di ujian setelah masukpun tidak pernah jatuh dari peringkat satu.
Dan gadis cantik misterius ini entah kenapa membenci orang-orang.
Dia memang menghadiri kelas, tapi dia sama sekali tidak membuat hubungan dengan teman-teman sekelasnya.
Dia selalu menghilang dari kelas selama istirahat makan siang, dan tidak ada yang tahu ke mana dia pergi.
Seorang siswa teladan yang cantik dan penyendiri, tidak memiliki teman, tidak menginginkan teman dan tidak membiarkan orang lain berteman dengannya.
Selalu menggunakan keheningan sebagai pelindung, tidak pernah bergaul dan tidak pernah terlihat tersenyum.
Hukuman tanpa ampun akan diberikan kepada mereka yang mencoba mengganggu keheningan itu.
Kadang-kadang saat jam istirahat, dia mendapatkan pengakuan terlepas apakah itu teman sekelas atau seangkatan.
Arisaka menolak mereka tidak mengguanakan kata-kata.
Pertama-tama, bahkan jika dia diajak berbicara, matanya tidak saling bertemu dan dia bersikap seperti tidak mendengar apa-apa. Tujuh puluh persen dari mereka mundur disini karena diperlakukan seolah-olah bukan apa-apa. Mereka berpura-pura berbicara sediri dan meninggalkan Arisaka.
Untuk dua puluh persen yang masih gigih, dia membuat mereka sadar secara paksa dengan gerakannya yang seperti terganggu oleh mereka. Dibawah tekanan dari matanya yang dingin dan wajah cantiknya, mereka pergi dengan lemah.
Sepuluh persen terakhir masih tidak takut dan membicarakan perasaan mereka secara sepihak. Arisaka mengatakan satu kata dalam satu nafas untuk tindakan terorisme yang sangat menjengkelkan yang dia tidak tahu apakah dia bisa menyebutnya sebagai pengakuan perasaan.
“Mengganggu.”
Sikap konsisten terhadap siapapun itu menyebar ke seluruh sekolah, dan pada akhir Golden Week tahun lalu, orang bodoh yang mengaku pada Arisaka telah benar-benar berhenti.
Tln : Golden Week (ゴールデンウィーク) atau Minggu Emas adalah periode di akhir bulan April hingga minggu pertama bulan Mei di Jepang yang memiliki serangkaian hari libur resmi.
Teman-teman sekelasnya tidak lagi mendekati Arisaka, yang acuh dan menyombongkan penampilan luarnya dan kecerdasannya.
Siswa SMA bukanlah anak-anak yang cukup diberitahu untuk bergaul dengan baik satu sama lain dan mereka akan melakukannya. Memilih hubungan sambil memperhatikan jarak yang baik satu sama lain adalah bukti perkembangan sosial.
Dengan demikian, seorang gadis cantik bernama Arisaka Yoruka menjadi eksistensi yang tak tersentuh yang hanya bisa dilihat saja.
Ini adalah keadaan yang Arisaka sendiri inginkan, dan tidak ada masalah jika kami tidak mengusiknya.
Namun, pihak sekolah yang mengasuh para siswa tidak akan membiarkannya begitu saja.
Arisaka menjunjung keheningan dan ketidakpedulian.
Kecuali karena ditunjuk oleh guru saat pelajaran, aku belum pernah melihatnya berbicara karena keinginannya sendiri. Wali kelas kami, Kanzaki Shizuru, yang khawatir dengan keadaannya, memutuskan untuk membangun jembatan dengan Arisaka.
Dan orang yang dipilih untuk menjadi jembatan itu adalah aku, Sena Kisumi.
Alasannya sederhana.
Karena aku adalah perwakilan kelas, dikelas yang sama dengan Arisaka.
"Arisaka-san sangat menghindari membangun hubungan dengan orang lain."
"Sepertinya dia tidak pandai bersosialisasi, ya."
“Daripada tidak pandai, sepertinya dia hanya membencinya. Karena itu Sena-san, tolong akrablah dengannya.”
Guru cantik ini selalu saja tiba-tiba memaksakan tugas yang sulit.
"--- Kanzaki-sensei, ceritanya tiba-tiba melompat terlalu banyak."
“Jika itu Sena-san, pasti bisa.”
Seorang guru wanita cantik bisa melakukannya.
"Tidak peduli berapa banyak orang lain berbicara kepadanya, itu semua sia-sia. Kenapa anda memaksaku mengganggu anak spesial seperti Arisaka. Saat istirahat makan siangpun dia selalu menghilang dari kelas.”
Aku dengan jujur menyatakan pendapatku untuk menghindari mission impossible ini.
“Soal itu, Arisaka-san ada di ruang persiapan seni. Sena-san tolong pergi kesana.”
Entah bagaimana, Kanzaki-sensei tahu tempat Arisaka berada.
“Bukankah lebih baik menyerahkan masalah rumit seperti ini pada sesama perempuan? Dia pasti akan sangat waspada denganku yang seorang laki-laki.”
Aku mencoba menolak lagi dengan alasan itu, tapi sepertinya tidak berhasil.
“Pokoknya, pergilah ke ruang persiapan seni sekali saja, ceritanya setelah itu.”
Kalah dari dorongan Kanzaki-sensei, aku tidak punya pilihan selain mencoba pegi ke tempat persembunyian Arisaka, ruang persiapan seni.
"Mengganggu. Pulanglah dan menghilang."
Tentu saja, Arisaka itu tidak mungkin akan menerima orang luar.
Penolakan datang tiga kali berturut-turut.
Arisaka, yang melihat situasi dari dalam ruangan, sangat berhati-hati. Amat-sangat jengkel.
Permusuhan Maksimal.
Dia mengamatiku dengan cermat dan mencoba untuk mengusirku hanya dengan tatapan tajamnya. Awalnya, aku dikalahkan oleh tatapan matanya, dan dengan lemas kembali.
Namun, aku terkejut bahwa Arisaka, yang biasanya tetap diam tanpa kata, mengeluarkan suaranya.
"... Sena-kun. Kenapa kamu tahu aku di sini?"
Arisaka sangat curiga padaku yang sedang berdiri di depan pintu.
"Eh, kamu tahu namaku?"
"Kau perwakilan kelas bukan. Sudahlah cepat jawab pertanyaanku."
Arisaka, yang sedang meminta jawaban dariku sepertinya sudah memiliki gambaran siapa penyebar informasi tentang ruangan ini.
“Aku diberi tahu Kanzaki-sensei.” Aku mengatakannya dengan jujur. Aku tidak ingin menyembunyikannya dan membuat tidak nyaman Arisaka lagi.
“Wali kelas itu! Kau tidak mengatakannya pada orang lain kan?”
“Tidak.”
"Jangan beri tahu siapa pun selama sisa hidupmu. Selamat tinggal. Jangan datang lagi.”
Dia mengatakannya dengan teguh tidak akan membiarkan siapapun masuk kedalam wilayahnya.
“Arisaka tidak memiliki gangguan komunikasi kan.”
“Apa maksudmu?”
"Karena kau bisa berbicara dengan normal. Di kelas kau selalu diam bukan."
"Karena tidak ada orang yang layak untuk diajak bicara."
“Begitukah. Kuharap kau segera menemukannya.”
“Bukan urusanmu.”
“Jadi bagaimana kalau menggunakanku untuk latihan?”
Untuk saat ini, aku akan menawarkan untuk memenuhi peran yang diberikan padaku.
“Apa alasannya? Buang-buang waktu.”
“Maaf saja, tapi itu tugas perwakilan kelas yang diminta oleh wali kelas. Harap bersabar."
“Anjing guru!”
“Kata-kata yang mengerikan.” Kataku, dan tersenyum pahit.
“Jika kau tidak ingin dibanjiri kata-kata seperti itu, menghilanglah dari sini.”
“Jadi kau sadar kalau kata-katamu itu mengerikan ya.”
“Apa itu buruk?”
“Tidak juga. Ini adalah hal yang baru saja kusadari, tapi kita berdua bisa melakukan percakapan yang cukup baik bukan?.”
Sejauh yang kutahu, aku belum pernah melihat siswa yang mengobrol dengan Arisaka dalam waktu yang lama.
Bukankah ini rekor baru?
“Aku tidak peduli!” lalu Arisaka menutup pintu dengan keras.
Ini adalah pertemuan yang membuat aku dan Arisaka sedikit lebih dekat.
Aku merasa berat untuk pergi ke ruang persiapan seni, tapi ketika aku bertemu dengannya, aku merasakan suasana dan respons yang cerah. Apa itu, tanpa diduga dia sangat menyenangkan saat aku berbicara dengannya.
Pada awalnya, bahkan tidak ada “ci” dalam kata cinta, aku hanya penasaran dan pergi ke ruang persiapan seni ketika punya waktu luang.
“Keras kepala! Pulang!”
Arisaka seperti biasa, mencoba mengusirku kembali dengan sikap menusuk dan kata-kata kasar setiap saat.
Mungkin penting untuknya menghabiskan waktu sendirian di ruang persiapan seni. Kalau dipikir-pikir, aku selalu mendapatkan penolakan setiap hari. Syukurlah ruang ini ada disudut geduang sekolah, jadi interaksi antara aku dan Arisaka tidak pernah terlihat oleh orang lain.
Untuk sementara waktu, aku hanya berdiri dan berbicara di depan pintu.
"Sena-kun, apa kau tahu kata menyerah?"
"Aku bisa menikmati omelan Arisaka lebih dari yang Arisaka pikirkan lho."
“Apa kau seorang M?”
Tln : pasti udah banyak yang tau, M itu masokis.
Dia mundur dari tempatnya dengan ekspresi memandang rendah kearahku.
“Kau bisa tau fetishku hanya dari percakapan tadi!!?? Arisaka luar biasa.”
“Kenapa malah jadi seperti itu!”
“Nah, karena hari ini kantin sangat ramai, jadi biarkan aku makan siang disini.”
“Tidak.”
Saat aku bercanda tadi, dia seriusan marah. Aneh rasanya dia terus-menerus memberikan respon padaku, padahal jika dengan orang lain dia pasti akan mengabaikannya. Mungkin dia tidak nyaman karena markas persembunyiannya telah diketahui.
Omong-omong, aku hanya menikmati interaksi yang terang-terangan seperti ini dengan Arisaka. Lagipula, aku sadar kalau menjadikan bunga yang ada dipuncak ini sebagai sasaran cinta itu terlalu berlebihan untukku. Jadi meskipun aku gugup, aku tidak perlu memikirkan tentang hal itu.
Tln : (高嶺の花/Takane no hana) tujuan yang tak dapat dicapai.
“... hei, apa mulutmu terluka?”
Meskipun dia marah, Arisaka menyadarinya dengan cepat. Biasanya dia tidak akan tertarik dengan orang lain, tapi dia punya mata yang tajam karena itu aku tidak boleh lengah.
“Aku sedikit tidak fokus dan menabrak sesuatu.” Aku menipunya.
“Ceroboh. Kau tidak yakin untuk datang kesini kan? Jadi pulanglah dengan tenang.”
“Aku tidak bilang kita akan melakukan percakapan yang menyenangkan. Aku akan makan dengan diam disampingmu.”
“Itu menjengkelkan. Masih ada banyak tempat untuk makan bukan?”
“Yah, mungkin saja dengan makan siang bersama orang lain, suasana hatimu akan berubah.”
“Terimakasih, karenamu aku merasa sakit.”
“Itu buruk. Lebih baik kau beristirahat di ruang kesehatan. Tenang saja aku akan menggantikanmu menjaga tempat ini.”
“Aku sudah menyuruhmu pulang bukan!”
Sepertinya frustasinya padaku sudah terkumpul. Arisaka membanting rak dengan lukisan cat minyak untuk mengancamku.
Saat kuperhatikan, lukisan cat minyak di bagian atas rak runtuh.
Itu akan jatuh di atas kepalanya.
"Arisaka!"
Aku membuang roti untuk makan siang dan melangkah ke ruang persiapan seni. Aku menutupinya dengan tergesa-gesa untuk melindunginya. Sudut-sudut kanvas lukisan cat minyak menghantamku.
“Aw..!”
Bingkai kayunya keras. Rasa sakit yang mengenai bahu, lengan, dan belakang kepala seketika memenuhi seluruh tubuh.
Untuk melindungi Arisaka, aku memelukbya dengan erat.
“----“
Aku mendengar suaranya saat mengambil nafas di telingaku.
Namun, aku tidak bisa memahami situasinya karena aku menahan rasa sakit. Aku kehilangan keseimbangan dan jatuh ke lantai dengan Arisaka berada dibawahku..
Saat aku membuka mataku, wajah Arisaka ada di depanku.
“Pelanggaran. Pelecehan seksual. Pencabulan.”
Dibawahku, tubuhnya kaku dan air matanya keluar.
Aku segera menjauh dari Arisaka, tapi karena sakit yang kuterima, aku terhuyung-huyung.
Selain yang disebabkan oleh lukisan cat minyak yang jatuh, siku dan lututku juga terbentur saat jatuh tadi,jadi aku tidak bisa berdiri dengan baik. Seluruh badanku sakit dan aku sepertinya hampir menangis.
“Maaf.”
Untuk saat ini, aku hanya akan meminta maaf terlebih dahulu.
Ketika aku mengalihkan pandangan, roti yang menjadi makan siangku hancur berantakan di bawah lukisan cat minyak.
Badanku masih sakit dimana-mana, dan nafsu makanku juga hilang.
Hanya suasana canggung yang tertinggal.
Arisaka berdiri perlahan dan menatap kearahku.
“Itu bagus bukan. Disini adalah sudut gedung sekolah. Bahkan jika aku berteriak, itu tidak akan mencapai siapa pun.”
“Maaf, aku terbawa suasana. Ini salahku.”
“Memang benar. Aku harus membereskannya setelah ini.”
“Aku, akan melakukannya.”
"Bagaimanapun, kau tidak bisa bergerak untuk sementara waktu bukan?"
Aku duduk di lantai, bersandar di dinding sampai rasa sakitnya mereda.
“...... kau benar. Apa kau terluka?”
“Pantatku terbentur. Sakit. Jika aku berteriak, aku ingin tahu apakah aku tidak akan pernah melihat wajahmu lagi.”
Aku gemetar karena takut ditangkap oleh orang lain.
Sambil menepuk pantat besarnya, Arisaka mengucapkan ancaman mengerikan yang bisa mendorong masa SMA-ku ke neraka. Tidak, lebih buruknya mungkin aku akan dikeluarkan. Ampuni aku.
“Bagaimana kalau berbalik? Karena aku bisa melihat pantatmu dengan jelas.”
Padahal dia selalu sempurna, tapi dia bisa juga ceroboh.
“Jangan lihat kesini!”
Tiba-tiba, kaki Arisaka yang panjang terentang tepat di samping wajahku.
Sebuah tendangan kejutan yang sangat tajam.
Nafasku sesak dan terengah-engah.
"K-kau berniat membunuhku kah....", kataku saat aku kembali ke diriku sendiri. Lalu aku menyadari pemandangan yang ada didepanku.
Yang melayang didepan mataku adalah celana dalamnya.
Aku melihat langsung dengan jelas isi rok yang terekspos karena kakinya yang terangkat.
Desain seksi dengan renda yang rumit dan warnanya merah cerah.
Aku mengalihkan pandangan dengan terburu-buru. Tetap saja, pemandangan yang membara di mataku masih kuingat dengan jelas.
"... Surga dan Neraka."
Aku bergumam.
“Otak macam apa yang mengganggap situasi ini surga.”
Arisaka, benar-benar, belum menyadari perbuatannya yang berani.
“Itu sangat berbeda jika dibandingkan dengan otak milik pencetak skor tertinggi....jadi, bisakah kau menyingirkan kakimu? Kumohon.”
"Kalau kulakukan surganya akan pergi bukan?"
“Kau gadis mesum kah! Celana dalamu terlihat dengan jelas!”
“--- eh, hyaa!!”
Arisaka, yang menyadari situasi saat ini, buru-buru menarik kakinya dan menekan ujung roknya. Sambil tetap seperti itu, dia mundur sampai ke dekat jendela. Wajahnya merah padam seperti apel.
“kakaka-kau melihatnya?”
“Kuusahakan untuk melupakannya.”
“Kau melihatnya kan!”
“Kalau begitu, pakailah yang tidak mencolok! Itu terlalu seksi lho!”
"Aku memakainya karena lucu! Tidak ada alasan untuk laki-laki protes tentang celana dalam.”
“Be-benar juga.”
Mata kami bertemu, dan kami sama-sama terdiam. Getaran aneh masih terasa.
Arisaka juga tampaknya menyesali kecerobohannya.
Suasana canggung semakin meningkat. Aku berdiri sambil menahan rasa sakit.
“Untuk saat ini, aku akan membereskannya.”
“... bukankah lebih baik pergi ke ruang kesehatan dulu?”
“Kalau begitu, akan kubereskan sepulang sekolah.”
Aku mengambil lukisan-lukisan yang berserakan dan menyandarkannya ke dinding. Sulit untuk menggapai bagian atas rak sambil masih memegang lukisan.
Namun, aku tidak enak jika langsung pergi dari sini.
“Tidak apa-apa jika kau tidak datang lagi.”
Arisaka pergi dan mengatakan itu.
Sepulang sekolah hari itu. Aku mengunjungi ruang persiapan seni lagi seperti yang kukatakan.
“Aku kagum. Kau benar-benar datang.”
Arisaka masih di sekolah. Lukisan cat minyak yang tadipun masih bersandar ditembok.
“Seorang laki-laki harus menepati kata-katanya. Aku akan bertanggung jawab.”
Aku menumpuk lukisan-lukisan itu di atas rak.
“Sena-kun, kau anak yang cukup kuat ya.”
“Apa-apaan dengan pernyataan yang seperti di buku teks itu.”
“Aku serius. Kau juga keras kepala.”
Arisaka yang kagum tidak menunjukan tanda-tanda akan membantu. Dia duduk dikursi biasanya tanpa bergerak.
“Padahal jika Arisaka sedikit lebih lunak tentang hubungan dengan orang lain, aku tidak harus datang kesini. Kau seharusnya tau kalau Kanzaki-sensei itu cukup pemaksa bukan.”
“Cukup dengan cerita tentang guru itu.”
“... kenapa, apa kau sebegitu tidak menyukainya?”
Arisaka tidak merespon pada guru di mata pelajaran lain, tapi hanya pada Kanzaki-sensei dia sedikit menunjukkan emosinya.
“Dari sebelum masuk sekolah, dia menggangguku dengan mengirim orang selevel denganmu. Mungkin karena aku menolak menjadi perwakilan siswa baru, aku menjadi diperhatikan. Ah, menyebalkan!”
Aku tidak tahu bahwa ada percakapan yang tidak menyenangkan antara Arisaka dan Kanzaki-sensei.
Keluhan Arisaka semakin cepat.
“Aku selalu mengikuti kelas, juga selalu peringkat satu saat ujian seharusnya tidak ada masalah bukan. Jangan terlalu ikut campur. Dia juga terus-menerus memanggilku dengan dalih konseling. Mengatakan kalau aku merasa tidak nyaman dikelas gunakan saja ruang persiapan seni... “
“Itu artinya dia mengkhawatirkanmu bukan.”
Itu sebabnya Kanzaki-sensei tahu di mana Arisaka berada.
“Kemudian dia megirimkan laki-laki cabul. Sebenarnya apa yang dia inginkan!”
“Tunggu dulu! Tadi itu kecelakaan, juga secara umum laki-laki itu cabul!”
“Jangan membantah!”
“Tapi itu kenyataannya.”
Setelah menatap tajam kearahku, Arisaka menghela nafas.
“Sungguh, aku benar-benar iri pada tipe yang tidak mencolok seperti Sena-kun.”
“Apa kau menyindirku?”
“Setengah. Setengah sisanya memang begitulah pendapatku.”
Menyebalkan, aku tidak bisa membalasnya.
"Di dunia ini, ada banyak orang yang ingin menonjol tetapi tidak menonjol."
“Aku benci menonjol! Padahal aku ingin semua orang mengabaikanku! Aku tidak ingin ada yang tertarik padaku!”
Setelah Arisaka berteriak dengan keras, wajahnya terlihat menyerah dengan keadaannya.
“Maaf. Lupakan sa-“
“Arisaka. Aku akan melupakannya, jadi ceritakan semuannya.”
Aku mengatakannya secara spontan.
“Tidak ada gunanya mengeluh pada Sena-kun bukan. Aku terlihat seperti orang bodoh.”
“Mau itu keluhan ataupun ketidakpuasan, tidak masalah. Tenang saja, kalaupun aku menyebarkannya, tidak akan ada yang percaya.”
“--- kau bukan orang yang seperti itu.”
Arisaka Yoruka menyatakannya dengan jelas.
“Jabatan ketua kelas secara tak terduga bisa dipercaya.” Kataku sedikit malu.
Arisaka sedikit ragu, dan meninggalkan kursinya.
“Aku, akan membuat kopi. Sena-kun juga mau?”
Didalam ruang persiapan seni, Arisaka menyembunyikan berbagai barang yang dia bawa dari rumah. TV, konsol game, buku. Bahkan sampai lemari es juga ada.
Dia merebus air dalam ketel listrik dan menyeduh kopi untuk dua orang. Bukan yang instan, tapi drip coffe. Sepertinya Arisaka sangat suka dengan sesuatu yang manis, kopinya penuh dengan susu dan gula.
Tln : Drip coffee merupakan teknik seduh kopi yang memanfaatkan kertas filter.
Kesenjangan itu agak imut dan lucu.
“Sena-kun, tambah susu dan gula?”
“Hitam saja tidak apa-apa.”
Setelah mengembalikan semua lukisan ke rak, aku menerima cangkir.
Sejujurnya, aku tidak tahu perbedaan rasa kopi, tetapi aroma kopi ini sangat enak.
Cahaya yang bersinar melalui jendela perlahan-lahan membawa pertanda senja akan datang.
Lalu, Arisaka Yoruka bercerita dengan pelan.
“Saat dilihat oleh orang lain, aku merasa mereka mengharapkan sesuatu dariku, dan itu menakutkan. Aku sendiri tidak melakukan sesuatu yang istimewa. Terlahir dengan penampilan seperti ini, aku selalu mendapatkan tatapan dari orang-orang disekitar. Kita juga mendapatkan pelajaran yang sama dikelas, dan kebetulan saja nilai ujianku yang tertinggi. Seperti inilah aku. Aku tidak memilih ataupun menginginkannya.”
Aku mengangguk. Tentu saja sulit untuk mengabaikan gadis cantik seperti Arisaka.
“Kau benar-benar berbeda dengan Arisaka Yoruka yang diharapkan orang lain. Apakah celah itu menyakitkan?”
“Seperti itulah. Aku bukanlah manusia luar biasa seperti yang orang-orang pikirkan. Aku juga tidak punya apapun yang pantas untuk dinilai.”
Ah, anak ini, serius, berhati-hati dan juga sensitif.
Dia ingin orang lain melihatnya sebagai dirinya, bukan karena penampilan luarnya. Tapi---
“... Arisaka tidak mengerti apa yang dirinya inginkan.” Ungkapku
“Apa, begitu?”
“Memang seperti itulah orang-orang yang diatas rata-rata?jika kau terus seperti itu segala sesuatu dalam kehidupan sehari-hari menjadi tekanan. Itu sebabnya kau sulit untuk menyeimbangkan pikiranmu.”
Aku mengungkapkan dengan kata-kata sosok seorang gadis bernama Arisaka Yoruka yang tergambar dalam diriku.
Mata sedih Arisaka menatap cangkir di tangannya.
"Kupikir Arisaka itu keren lho."
Aku tidak tahu apakah keren adalah cara yang tepat untuk memuji seorang gadis yang merupakan teman sekelas.
Tapi, memang begitu adanya.
“Meskipun kau memujiku, aku hanya bisa memberimu kopi lho.”
“Kau harus menguatkan hatimu agar tidak terhanyut oleh penilaian orang-orang disekitarmu. Aku sangat mengerti itu. Meskipun Arisaka bisa saja terbawa suasana dan menyombongkannya, tapi kau sungguh-sungguh mencari sesuatu yang membuatmu puas.”
Yang membuatku tertarik lebih dari penampilan luarnya adalah, pesona yang ada dalam dirinya.
“Sesuatu yang, membuatku puas...”
Arisaka mengulangi kata-kataku dengan pelan.
“Kuharap kau bisa menemukannya suatu hari nanti.”
“Da-dasar. Aku heran kenapa saat bersama Sena-kun, hanya membicarakan omong kosong saja.”
Arisaka tiba-tiba marah.
“Kenapa kau marah? Apakah aku mengatakan hal yang tidak tepat sasaran?”
“Sudah pasti penyebabnya adalah dirimu.”
“Yah, tidak perlu serius dengan lelaki sepertiku.”
“Hah? Serius? Sama sekali tidak.” Kata Arisaka sambil tertawa menghina.
"Kamu menunjukkan celanamu dalammu kan. Berkat itu, aku melewatkan makan siang."
“I-itu kecelakaan... uh! Jangan ungkit itu lagi. Aku benar-benar membencimu!”
Hari itu, percakapan tanpa arti kami tidak berakhir.
Secara misterius, Arisaka menyajikan Madeleine alih-alih kopi, meskipun dia marah.
Tln : Madeleine adalah kue tradisional asal Prancis.
Lalu musim panas datang, dan aku secara resmi keluar dari klub basket, sepulang sekolah aku mulai mengunjungi ruang persiapan seni hampir setiap hari.
Tanpa kusadari, Arisaka tidak mengeluh lagi tentang kedatanganku.
***
Sepertinya aku ketiduran ketika aku memikirkan kembali awal mula hubunganku dengan Arisaka.
Aku terbangun karena suara dering smartphone-ku
Sang perngirim, tidak lain adalah Arisaka Yoruka.
“Apa!?”
Kejutan itu membuatku terbangun dari tempat tidur.
Sementara aku sedang kebingungan, aku tidak menyangka dia akan menghubungiku terlebih dahulu.
Aku mengetuk layar dengan pelan dan membuka pesan.
[Yoruka: Setidaknya kirim pesan walaupun hanya satu kata.]
“Permintaan yang tak terduga!”
Itu mengejutkan.
[Yoruka: Mungkinkah, pertukaran kontaknya gagal?]
Ketika aku sedang terburu-buru untuk membalasnya, pesan kedua datang.
Dari isi pesanya, aku tahu kalau dia khawatir.
“Meskipun dia keras kepala dan pemarah, kalau tidak ada balasan apapun pasti gelisah yaa.”
[Kisumi: Tidak apa-apa. Pesanmu terkirim.]
Aku bisa mengirim pesan dengan cepat. Padahal tadi aku sangat bingung seperti orang bodoh.
Aku segera mendapatkan balasan darinya.
[Yoruka: Terlalu lama.]
[Kisumi: Kesepian?]
[Yoruka: Itu kau bukan.]
[Kisumi: Ketahuan. Setiap pesan dari kekasih harus disambut dengan hangat.]
[Yoruka: ... kau terlalu bersemangat.]
[Kisumi: Jari-jariku sedang bersenang-senang(lol)]
[Yoruka: Tenanglah]
[Kisumi: Aku akan selalu menunggu Line darimu.]
[Yoruka: Kau dulu yang mengirim.]
[Kisumi: Itu akan sampai larut malam lho.]
[Yoruka: Kalau sedang luang, aku akan menemanimu.]
Di Line Arisaka agak jujur. Aku terus mendapatkan balasan, itu artinya dia juga menikmatinya bukan.
Dibandingkan ketika kami pertama kali berbicara di ruang persiapan seni tahun lalu, hubungan kami telah berkembang pesat. Setahun yang lalu, aku tidak pernah berpikir aku bisa berpacaran dengan Arisaka.
Sambil membayangkan dirinya yang berada disisi lain layar, aku menatap kearah luar jendela.
Di Tokyo, meskipun langit malam tidak berawan, kau tidak akan bisa melihat satupun bintang kecuali kau mencarinya dengan seksama.
Bagaimanapun, hanya bulanlah yang bersinar dengan terang.
[Kisumi: Itu adalah langkah kecil untuk seorang kekasih, tapi itu adalah langkah besar untuk Sena Kisumi.]
Tln : Parodi kalimat Neil Amstrong, "That's one small step for man, one giant leap for mankind/ Itu satu langkah kecil bagi manusia, satu lompatan raksasa bagi umat manusia."
[Yoruka: Kenapa Neil Armstrong?]
Seperti yang diharapkan, Arisaka. Dia juga tahu nama astronot pertama yang mendarat di bulan.
[Kisumi: Bulannya indah kan.]
[Yoruka: Kali ini Natsume Soseki.]
Tln : Novelis Jepang
[Kisumi: Yang terpenting adalah maksud sebenarnya dari kalimatnya.]
[Yoruka: Iya iya.]
[Kisumi: Apa kau tidak pandai dalam bahasa jepang? Kalau begitu akan kukatakan dengan jelas.]
[Yoruka: Aku tahu artinya!]
[Kisumi: Aku menyukaimu, Arisaka.]
Tidak ada balasan.
“Apa aku berlebihan ya... ?”
Ketika aku mulai sedikit menyesal, satu pesan muncul.
[Yoruka: Jangan memperjelasnya, selamat malam!]
Aku juga segera mengirim “Selamat malam” padanya.